Gen Z Lebih Suka Berdonasi Sekaligus Jadi Sukarelawan Bencana

kompas.id
7 jam lalu
Cover Berita

Di tengah penanganan bencana Sumatera, peran para sukarelawan begitu besar dalam membantu meringankan beban para korban. Gen Z cenderung lebih memilih untuk berdonasi sekaligus menjadi sukarelawan penanganan bencana.

Di tengah suasana duka menyelimuti warga korban banjir dan longsor di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, harapan akan solidaritas dari seluruh penjuru negeri relatif menjadi modal sosial yang penting untuk meringankan beban para korban.

Hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang digelar awal Desember lalu merekam bagaimana antusiasme publik untuk melibatkan diri dalam penanganan bencana Sumatera relatif tinggi. Mayoritas responden dalam jajak pendapat menilai masyarakat Indonesia sangat peduli dalam penanganan bencana (Kompas, 22/12/2025).

Peran masyarakat begitu besar sebagai kekuatan untuk meringankan beban para korban, mulai dari memberikan sumbangan uang atau barang hingga bersedia untuk terlibat menjadi sukarelawan. Tentu, fenomena ini semakin mengukuhkan ikatan solidaritas kebangsaan dari masyarakat Indonesia yang relatif masih terjaga dan kuat.

Hasil jajak pendapat juga merekam bagaimana kelompok responden dari latar belakang generasi Z atau mereka yang kini berusia di rentang 17-27 tahun cenderung lebih besar tekadnya untuk tidak sekadar menjadi donator dalam penanganan bencana, tetapi juga sekaligus menjadi sukarelawan di lapangan.

Hal ini terutama tampak porsinya lebih besar di kelompok responden gen Z ini jika dibandingkan dengan kelompok responden dari generasi lainnya. Dari kelompok responden gen Z, mayoritas dari mereka (44,6 persen) menyatakan lebih memilih berdonasi sekaligus menjadi sukarelawan dalam penanganan bencana alam, termasuk yang kini melanda tiga provinsi di Sumatera.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan di kelompok responden gen Y muda, gen Y madya, gen X, maupun baby boomer. Dua generasi terakhir yang lebih tua secara usia cenderung lebih banyak memilih donasi untuk membantu penanganan bencana dibandingkan menjadi sukarelawan.

Banyaknya gen Z lebih memilih donasi dan sekaligus menjadi sukarelawan penanganan bencana relatif sejalan dengan persepsi yang berkembang terkait penanganan bencana Sumatera ini.

Hal ini tampak dari hasil jajak pendapat di mana sepertiga responden menilai pemengaruh (influencer) atau figur publik sebagai pihak yang paling terllihat menggalang bantuan di fase awal bencana.

Jika ditelusuri lebih dalam, sebagian besar responden yang menyatakan hal ini banyak berasal dari kelompok gen Z yang selama ini identik menjadi pengguna aktif media sosial. Fenomena masifnya penggalangan dana oleh pemengaruh ini sampai melahirkan polemik yang memancing pernyataan sejumlah pejabat publik.

Hasil jajak pendapat juga menyebutkan, di kelompok responden gen Z ini lebih menilai para pemengaruh atau figur publik relatif lebih cepat hadir di fase awal penanganan bencana dibandingkan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat.

Boleh jadi fakta ini tak bisa lepas dari masifnya media sosial yang menyebarkan informasi dengan cepat ke seluruh penjuru negeri terkait bencana.

Hal ini memberikan dampak yang begitu kuat dalam penanganan bencana di Sumatera. Salah satunya terbukti dalam penggalangan dana yang melibatkan para pemengaruh dan tentu mereka yang melibatkan diri dengan memberikan donasi hingga bersedia menjadi sukarelawan.

Baca JugaJajak Pendapat: ”Influencer” Berperan Himpun Solidaritas untuk Sumatera
Tak terbatas

Peluang memberikan konstribusi terhadap penanganan bencana, terutama dalam hal donasi maupun menjadi sukarelawan, tak hanya ditunjukkan oleh semua kelompok masyarakat, terutama gen Z. Dari sisi latar belakang sosial ekonomi juga tak membatasi niat orang untuk berkonstribusi.

Artinya, di tengah keterbatasan, siapa pun tetap tidak dibatasi untuk memberikan konstribusinya. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas merekam, dari sisi latar belakang sosial ekonomi, misalnya, mereka yang masuk kategori bawah tetap berpeluang menyumbangkan perannya.

Mereka yang berasal dari kelompok sosial ekonomi bawah, misalnya, cenderung lebih banyak memilih menjadi sukarelawan untuk membantu penanganan bencana Sumatera dibandingkan berdonasi. Dengan keterbatasan ekonomi, pilihan memberikan waktu dan tenaga sebagai sukarelawan tetap menjadi niat baik yang harus diapresiasi.

Sementara itu, mereka yang berasal dari kelompok sosial ekonomi menengah dan atas cenderung lebih memilih untuk menyumbangkan harta dan benda untuk didonasikan kepada korban bencana. Hal ini makin menegaskan pilihan-pilihan konstribusi tetap terbuka sebagai bagian dari solidaritas sosial yang kuat dan mengakar di masyarakat Indonesia.

Hal yang sama juga ditemukan pada opsi berdonasi sekaligus menjadi sukarelawan penanganan bencana yang lebih banyak disampaikan oleh kelompok responden menengah bawah hingga atas.

Pilihan berdonasi dan jadi sukarelawan terutama disampaikan oleh kelompok responden dengan latar belakang sosial ekonomi atas, yakni sebesar 35,2 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan kategori sosial ekonomi lainnya.

Dermawan

Fenomena solidaritas sosial yang tampak dari momentum penanganan bencana di Sumatera ini makin menguatkan citra kepedulian masyarakat Indonesia.

Hal ini juga tecermin dengan data World Giving Index (WGI) yang dalam tujuh tahun terakhir ini, yakni sepanjang 2018-2024, menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling dermawan di dunia.

Hasil riset yang bertajuk WGI ini dikeluarkan oleh Charities Aid Foundation di mana Indonesia bertahan sebagai negara paling dermawan.

Skor indeks kedermawanan ini diukur dari tigas aspek yang meliputi donasi uang, membantu orang tidak dikenal, dan terlibat dalam kegiatan sukarelawan. Setiap aspek dinilai dalam bentuk persentase yang menggambarkan proporsi tindak terhadap populasi penduduk dewasa di setiap negara.

Pada WGI 2024, Indonesia menempati posisi pertama di dua aspek, yakni donasi uang (90 persen) dan kegiatan sukarelawan (65 persen). Pada aspek membantu orang tak dikenal, Indonesia berada di posisi menengah dengan skor 66 persen. Secara total, Indonesia mendapat skor 74 dan menempati posisi pertama WGI 2024.

Artinya, dalam tujuh tahun terakhir Indonesia berturut-turut dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan WGI ini. Tentu, predikat ini menjadi modal sosial bagi Indonesia. Tak heran jika di saat-saat terjadi bencana, masyarakat Indonesia begitu tinggi antusiasmenya untuk memberikan konstribusi kepada korban bencana.

Pada akhirnya, predikat sebagai negara paling dermawan ini bisa membangun kepercayaan diri bagi bangsa untuk lebih cepat bangkit dari situasi keterpurukan pascabencana.

Dukungan dan solidaritas antarsesama anak bangsa menjadi energi positif. Tidak saja dari mereka para gen Z yang lebih memilih untuk berdonasi dan menjadi sukarelawan, tetapi juga datang dari mereka yang dihadapkan pada situasi ekonomi yang belum mapan. Mereka tetap bersedia terlibat dalam kerja-kerja kemanusiaan. (LITBANG KOMPAS)

Serial Artikel

Bencana Kita adalah Bencana Demokrasi

Warga frustrasi tidak lagi punya kanal aspirasi politik karena kritik dibungkam, dan lembaga negara tetap saja bekerja untuk kepentingan ekonomi kelompoknya.

Baca Artikel


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Bangun Rumah Relokasi Korban Longsor Bandung
• 14 jam laluliputan6.com
thumb
Gubernur Sumut Targetkan Verifikasi Data 30.875 Rumah Terdampak Banjir Tuntas Akhir 2025
• 2 jam lalumatamata.com
thumb
Pesan Natal Paus Leo XIV, Serukan Rusia dan Ukraina Berani Berbicara Langsung untuk Akhiri Perang
• 4 jam lalukompas.tv
thumb
Jay Idzes Vs Kevin Diks, Calvin Verdonk dan Rizky Ridho di PSSI Award 2026
• 3 jam laluviva.co.id
thumb
TNI Bubarkan Aksi Bawa Bendera Gerakan Aceh Merdeka dan Amankan Sepucuk Senpi
• 18 jam lalusuarasurabaya.net
Berhasil disimpan.