Cium Aroma Kriminalisasi, Anthony Budiawan: Kasus Kerry Cacat Hukum, Tuduhannya Banyak yang Menguap

fajar.co.id
4 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut penetapan tersangka terhadap Tom Lembong hingga pengusaha muda Muhamad Kerry Adrianto Riza sarat kejanggalan hukum dan kuat beraroma kriminalisasi.

Diceritakan Anthony, penanganan kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sejak awal telah dipenuhi kepentingan politik dan tidak memenuhi standar hukum acara pidana.

“Penetapan Tom Lembong, Menteri Perdagangan periode 2015-2016, sebagai tersangka tindak pidana korupsi sarat dengan kepentingan politik,” ujar Anthony kepada fajar.co.id, Jumat (26/12/2025).

Ia menegaskan, penahanan Tom Lembong pada 29 Oktober 2024 patut dipertanyakan karena belum, bahkan tidak, memenuhi syarat formil dua alat bukti yang sah.

Anthony menyebut klaim kerugian keuangan negara yang disematkan kepada Tom hanya berbasis perkiraan dan kemudian terbukti tidak akurat.

“Tom Lembong dituduh merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar, dengan alasan memperkaya pihak lain, bukan memperkaya dirinya sendiri,” sebutnya.

Anthony mengatakan bahwa tuduhan tersebut bersifat spekulatif dan tidak ditopang fakta ekonomi riil. Ia juga mengkritik peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dinilainya dijadikan alat pembenaran.

“Hasil audit BPKP selesai pada 25 Januari 2025, sekitar tiga bulan setelah Tom Lembong ditahan. Nilai kerugian keuangan negara kemudian membengkak menjadi Rp578 miliar, membengkak dari tuduhan awal Rp400 miliar,” jelasnya.

Kata Anthony, audit BPKP menyebut dua komponen kerugian, yakni kemahalan dan kurang bayar pajak. Namun, kedua komponen itu tidak memenuhi kriteria kerugian keuangan negara.

“Pertama, komponen Kurang Bayar Pajak tidak diterima oleh majelis hakim yang menyatakan tidak nyata dan tidak pasti,” tegasnya.

Ia menambahkan, dugaan kriminalisasi semakin terang karena komponen kemahalan tetap dipertahankan untuk menjerat Tom Lembong, meski perhitungannya dinilai tidak logis.

“BPKP berpendapat harga dasar identik dengan harga maksimum. Pendapat ini tentu saja bertentangan dengan fakta dan logika, di mana harga dasar wajib berfungsi sebagai harga minimum,” katanya.

Selain itu, Anthony menyebut BPKP juga keliru karena menganggap harga dasar sudah termasuk PPN.

“Kedua hal ini menunjukkan perhitungan kerugian keuangan negara versi BPKP tidak faktual dan penuh rekayasa,” imbuhnya.

Ia menegaskan, Tom Lembong tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tidak menerima suap, dan tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun.

“Artinya, Tom Lembong terbukti tidak melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Anthony.

Anthony kemudian mengaitkan kasus Tom Lembong dengan perkara yang menjerat Muhamad Kerry Adrianto Riza. Menurutnya, pola kriminalisasi yang sama kembali terulang.

“Kerry ditahan sejak 25 Februari 2025, dan baru disidangkan 8 bulan kemudian, Oktober 2025. Jangka waktu hingga persidangan awal yang sangat lama tersebut patut dipertanyakan,” Anthony menuturkan.

Ia menduga, penahanan dilakukan sebelum alat bukti mencukupi.

“Artinya, pada saat penahanan dilakukan pada Februari 2025, Kejagung diduga belum mempunyai alat bukti yang cukup,” kata Anthony.

Hal itu diperkuat dengan perubahan mendasar antara tuduhan awal dan dakwaan di persidangan. Pada awalnya, Kerry dituduh terlibat tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023.

“Ternyata, tuduhan tersebut tidak ada dalam dakwaan resmi,” tegasnya.

Dalam persidangan, Kerry hanya didakwa melakukan pengaturan penyewaan kapal tanker dan fasilitas penyimpanan bahan bakar yang diklaim tidak dibutuhkan Pertamina.

Tuduhan mark up kontrak shipping hingga BBM oplosan yang sempat disampaikan Kejagung juga lenyap dari dakwaan.

“Fakta ini menunjukkan bahwa tuduhan kepada Kerry tidak mempunyai dasar hukum yang kuat,” jelas Anthony.

Ia menyebut tuduhan-tuduhan tersebut hanya membentuk persepsi publik, namun tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Bahkan, tuduhan BBM oplosan dinilai sebagai ilusi yang telah dibantah tegas oleh Pertamina.

“Hilangnya tuduhan ini semakin menegaskan, proses penetapan tersangka dan penahanan terhadap Kerry bermasalah hukum, dan patut diduga terjadi kriminalisasi,” terangnya.

Anthony juga menyinggung klaim kerugian negara fantastis yang sempat disampaikan Kejagung sebesar Rp193,7 triliun, yang kemudian menyusut drastis dalam dakwaan resmi.

“Nilai dakwaan tersebut tidak sebombastis pernyataan Kejagung pada saat penahanan Kerry,” timpalnya.

Lebih jauh, Anthony mengkritik penetapan Kerry sebagai tersangka yang didasarkan pada statusnya sebagai beneficial owner, bukan perbuatan langsung.

“Kalau konsep beneficial owner dapat dijadikan dasar penetapan tersangka tindak pidana korupsi tanpa ada keterlibatan langsung, mencerminkan Indonesia dalam kondisi darurat hukum,” tegasnya.

Ia mempertanyakan penerapan standar hukum yang dinilainya diskriminatif. Baginya, banyak kasus korupsi besar yang melibatkan perusahaan raksasa, namun beneficial owner-nya tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka.

“Praktek diskriminatif hukum ini menegaskan bahwa penegakan hukum di Indonesia sarat dengan praktek tebang pilih. Pertanyaannya, kenapa Kerry?,” kuncinya.

(Muhsin/fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Inara Rusli Terjerat Skandal Dugaan Perzinahan, Eva Manurung Bongkar Kondisi Terkini Ketiga Cucunya
• 25 menit lalugrid.id
thumb
Komite Peralihan Aceh Respons Kericuhan Warga Pembawa Bendera GAM dengan TNI, Begini Katanya
• 19 jam lalurepublika.co.id
thumb
Pantai Lintas Timur Bangka, Primadona Wisatawan Saat Libur Natal
• 6 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Video: Menambang Potensi Logam Tanah Jarang
• 13 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Kejagung Selamatkan Uang Negara Rp6,6 Triliun, Praktisi Hukum Angkat Topi
• 3 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.