Menjadi “Akademisi” bagi Orang Sekampung

erabaru.net
3 jam lalu
Cover Berita

EtIndonesia. Sejak kecil, Yaliang adalah anak yang penurut dan berprestasi. Prestasi akademiknya selalu membanggakan, sehingga orangtua dan kerabat menaruh harapan besar padanya. Yaliang pun tidak mengecewakan—dia berhasil masuk ke fakultas kedokteran di sebuah universitas ternama, mengambil jurusan kedokteran klinis, lalu melanjutkan hingga jenjang pascasarjana.

Orang-orang sekampung sering berkata dengan bangga : “Kelak Yaliang pasti jadi dokter terkenal, pakar besar!”

Ayahnya bahkan berkata :  “Cita-cita terbesarku adalah melihatmu menjadi anggota Akademi Teknik Nasional dan menerima tunjangan negara.”

Awalnya, Yaliang memang menjadikan itu sebagai tujuan hidupnya. Namun, seiring waktu, dia makin sadar betapa jauhnya target tersebut. Menjelang kelulusan, urusan mencari pekerjaan menjadi beban berat di hatinya: rumah sakit besar sulit ditembus, sementara rumah sakit kecil terasa tidak sepadan dengan jerih payah bertahun-tahun belajar.

Di sela-sela mengirim lamaran dan mengikuti wawancara, pikiran Yaliang selalu tertuju pada neneknya yang tinggal sendirian di kampung. Demi membiayai sekolah Yaliang dan adik-adiknya, kedua orangtuanya merantau bertahun-tahun, meninggalkan nenek sendirian di rumah—bukan karena tega, tetapi karena keadaan.

Setiap liburan musim panas, ketika teman-temannya berwisata, magang, atau mengikuti kegiatan sosial, Yaliang selalu pulang ke kampung untuk menemani neneknya sepanjang liburan. 

Saat kuliah, dia sering memikirkan neneknya: “Seharian aku sibuk kuliah dan belajar, waktu berlalu begitu cepat. Tapi seorang lansia yang sendirian menjaga satu rumah—betapa lambat dan sepinya waktu berjalan. Dan jika sakit, siapa yang merawat?”

Ini adalah liburan musim panas terakhir sebelum dia benar-benar bekerja. Setelah itu, dia tahu, kesempatan untuk menemani nenek akan semakin sedikit. Meski masa depan karier membuatnya resah, Yaliang tetap pulang.

Setiap kali Yaliang tiba, neneknya yang telah berusia lebih dari delapan puluh tahun selalu gembira seperti anak kecil—menggenggam tangannya erat-erat, bahkan tubuh renta itu seolah ingin meloncat kegirangan. 

Melihat betapa neneknya merindukannya, Yaliang ingin sekali membawa nenek tinggal bersamanya. Namun dia sadar, dirinya belum cukup mapan untuk melakukannya. Ironisnya, saat pulang ke rumah, justru neneklah yang kembali merawat Yaliang, memasakkan makanan seperti ketika dia masih kecil.

Namun usia tak bisa ditipu.

Suatu sore, nenek terbaring di tempat tidur dan tak mampu bangun. Saat Yaliang menyentuh keningnya, ternyata nenek demam—lebih dari 38 derajat. Ini berbahaya. Rumah sakit terdekat berada di kota kecil sejauh sepuluh kilometer. Malam telah tiba, jalanan sulit dilalui, membawa nenek ke rumah sakit hampir mustahil. Yaliang menyelimuti neneknya, lalu pergi sendiri ke kota untuk mengambil obat.

Dokter jaga tanpa banyak bertanya langsung meresepkan obat penurun panas. Yaliang tahu ini bukan pendekatan yang tepat. Demam sering kali merupakan tanda penyakit lain dan juga mekanisme perlindungan tubuh. Menurunkan panas secara sembarangan justru bisa berbahaya, terlebih bagi lansia.

Untungnya, demam neneknya hanya disebabkan oleh flu ringan. Setelah minum obat, nenek tertidur. Namun hati Yaliang justru semakin gelisah. Di tanah kelahirannya ini, ada begitu banyak lansia seperti neneknya, sementara fasilitas medis sangat terbatas. Jika malam itu bukan sekadar flu, bukankah risikonya sangat besar?

Desa ini sangat membutuhkan dokter. Lalu mengapa dia justru memaksakan diri masuk rumah sakit besar di kota?

Selama beberapa hari menemani nenek, Yaliang membuat keputusan besar. 

Saat hendak pergi, dia berkata pada neneknya :  “Nenek, kali ini aku pergi… tapi aku akan segera kembali.”

Tak lama kemudian, Yaliang mendirikan klinik kesehatan kecil di pintu masuk desa. Klinik itu berada di bawah naungan rumah sakit kecamatan. Dia menerima gaji dari rumah sakit dan tidak mengambil satu rupiah pun keuntungan dari obat-obatan warga.

Yaliang menjadi lulusan pascasarjana pertama yang kembali mengabdi ke desa. Sambutan warga luar biasa—setiap hari kliniknya dipenuhi pasien.

Dia paham betul perannya: penyakit berat harus dirujuk ke rumah sakit besar. Tugasnya adalah mencegah sebelum sakit, dan mencegah penyakit bertambah parah. Selain mengobati, Yaliang aktif memberikan edukasi kesehatan. Untuk para lansia yang sulit datang ke klinik, dia rutin melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi, dan memberikan perawatan yang tepat.

Dalam beberapa bulan saja, Yaliang sudah hafal betul penyakit yang sering muncul di desa, struktur penduduk, bahkan keluarga mana yang membutuhkan perhatian khusus.

Kehadirannya bukan hanya memudahkan warga berobat, tetapi juga menumbuhkan budaya hidup sehat. Banyak orang datang ke klinik bukan karena sakit, melainkan untuk belajar. Yaliang mengajarkan senam kesehatan tradisional seperti Ba Duan Jin dan Wu Qin Xi. Perlahan, latihan-latihan ini menjadi kebiasaan, dikenal oleh tua-muda, pria-wanita.

Di desa Yaliang, kesehatan tak lagi sekadar kebutuhan hidup, melainkan bagian dari budaya.

Dulu, ayahnya sangat menentang keputusan Yaliang pulang ke desa. Namun kemudian, orangtuanya pun berhenti merantau dan kembali ke kampung. 

Melihat perubahan desa dan rasa hormat warga kepada putranya, sang ayah berkata dengan bangga: “Kamu memang tidak menjadi anggota akademi seperti yang kuimpikan…
tapi kamu telah menjadi ‘akademisi’ bagi orang sekampungmu.”

Kini, nenek Yaliang hidup ditemani anak-cucu, menikmati masa tua dengan sehat dan bahagia—seorang lansia panjang umur yang disegani.(jhn/yn)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
100 Personel Brimob Sulsel Dikirim ke Sumatera
• 7 jam lalufajar.co.id
thumb
Angkutan Udara Dipastikan Siap Hadapi Peningkatan Signifikan Penumpang pada Nataru
• 7 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
Astera Suarakan Pencarian Jati Diri dan Self Love Lewat Musik
• 3 menit lalukumparan.com
thumb
Dari Aceh hingga NTT, Waspada Potensi Hujan Lebat Disertai Petir Hari Ini
• 13 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Viral Ceramah HRS Minta Prabowo Jangan Malu Tetapkan Bencana Nasional, Tuding Menteri Bermental ABS
• 12 jam lalurepublika.co.id
Berhasil disimpan.