REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Khaldun meyakini, kondisi iklim memengaruhi kebudayaan. Argumentasinya adalah, bagian bumi yang melahirkan peradaban pasti didukung adanya sumber daya alam setempat. Dalam Muqaddimah, ia memaparkan bahwa bumi dapat dibagi ke dalam tujuh wilayah. Dari jumlah tersebut, hanya tiga wilayah yang kondusif untuk tumbuhnya peradaban.
Ketiga wilayah itu terletak di antara dua area, yakni utara dan selatan, yang merepresentasikan masing-masing iklim dingin dan panas ekstrem. Di ketiga wilayah tersebut, terbentang wilayah-wilayah yang kondusif, tetapi masih dibeda-bedakan pula berdasarkan hawa udaranya. Yang jelas, peradaban akan tumbuh lebih pesat di kawasan yang beriklim tidak ekstrem panas dan tidak pula ekstrem dingin. Tanah yang subur juga turut mendukung kemajuan masyarakat setempat.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});- Apindo Kecewa Berat UMP Jateng Naik 7,28 Persen, Dinilai Pengaruhi Iklim Investasi
- Polisi Tetapkan Tersangka Teror Bom 10 Sekolah di Depok, Inisial H Kelahiran Semarang
- DRX Umumkan Pemangkasan 10 Persen Suplai Token
Daerah-daerah dengan iklim sedang (moderat), menurut Ibnu Khaldun, dihuni oleh orang-orang yang dapat menghasilkan peradaban tinggi. Sebab, mereka memiliki budaya menetap. Prioritasnya bukanlah sekadar untuk bertahan hidup—seperti yang dialami masyarakat penghuni bagian-bumi beriklim ekstrem dingin maupun panas.
Dengan logika yang sama, masyarakat yang tinggal di gurun, umpamanya, akan memiliki ciri-ciri fisik yang lebih unggul daripada mereka yang tinggal di dataran yang beriklim sejuk dan subur. Sebab, kaum yang akrab dengan suasana padang pasir itu jauh dari pola kehidupan yang nyaman. Iklim yang sedang akan memberikan suasana hangat kepada fisik dan karakteristik orang-orang yang tinggal di sana. Keadaan itu pun mendukung kapasitas mereka dalam belajar.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}
A post shared by Republika Online (@republikaonline)



