jpnn.com - Lumpur setinggi mata kaki itu membuat langkah kaki terasa berat. Di pundak mereka, beban ratusan kilogram barang bantuan harus ditopang bergantian. Di depan, jembatan terputus dan arus sungai yang deras menjadi pemisah antara harapan dan keputusasaan.
Cerita ini bukan adegan film petualangan, melainkan realitas yang harus dihadapi para relawan Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Kemandirian Umat (Lazisku) saat menembus isolasi wilayah tengah Aceh.
BACA JUGA: Momen Haru Korban Banjir di Aceh Hadiahkan Durian ke Petugas Pengantar Bantuan
Relawan PII Aceh dan Lazisku dilepas secara resmi pada Jumat, 12 Desember 2025, oleh Ketua Umum KB PII Aceh, Dr. Muslem Yacob, S.Ag., M.Pd, di Sekretariat PW PII Aceh, Kota Banda Aceh. Ekspedisi ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum PW PII Aceh, Mohd Rendi Febriansyah.
Di bawah bayang-bayang ancaman longsor Bener Meriah dan Aceh Tengah, rasa lelah fisik itu seketika lenyap saat melihat senyum warga yang menyambut mereka bak saudara kandung yang lama hilang.
BACA JUGA: Brantas Abipraya Bangun Huntara di Aceh Tamiang, 500 Unit Ditargetkan Rampung Akhir Tahun Ini
Momen dramatis di jalur berlumpur itu hanyalah satu penggalan cerita dari Ekspedisi Kemanusiaan 14 Hari yang baru saja dituntaskan oleh Pengurus Wilayah PII Aceh bersama Lazisku. Sebuah perjalanan panjang menyalurkan amanah di tengah bencana hidrometeorologi yang melumpuhkan Serambi Mekkah.
"Kami berjalan kurang lebih dua kilometer dengan kondisi jalan berlumpur dan licin, memikul bantuan sekitar 200 kilogram melewati jembatan terjal. Sangat melelahkan, tetapi rasa cinta kami kepada rakyat Aceh menjadi sumber kekuatan," kenang Mohd Rendi Febriansyah, ketua umum PW PII Aceh sekaligus pemimpin ekspedisi ini, Jumat (26/12).
BACA JUGA: Polda Sumsel Kirim 100 Personel Brimob Bantu Penanganan Pascabencana Aceh
Dari Pesisir hingga Dataran Tinggi
Perjalanan 14 hari ini dibagi menjadi dua etape yang menguji mental. Etape pertama menyasar wilayah pesisir dan timur Aceh. Di Bireuen, relawan dihadapkan pada putusnya akses vital Jembatan Kutablang. Dengan risiko tinggi, tim harus menyeberangi sungai, dibantu pihak terkait, demi memastikan logistik sampai ke tangan korban di seberang sana.
Tujuh hari berjibaku di Bireuen, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang, tim kemudian bergerak ke dataran tinggi Gayo mulai 18 Desember 2025. Di sinilah mental relawan benar-benar diuji. Medan ekstrem dengan titik longsor yang labil memaksa mereka untuk lebih waspada.
Namun, Rendi mencatat hal menarik. Di tengah kehancuran infrastruktur dan rumah warga, ia menemukan "benteng" yang masih kokoh berdiri: ketegaran mental masyarakat Aceh.
"Wajah-wajah tegar yang kami temui tidak sepenuhnya mampu menutupi kesedihan mereka. Namun kami bangga menjadi saudara dari orang-orang Aceh, yang memiliki kesabaran dan rasa syukur luar biasa," tutur Rendi dengan nada haru.
Ekspedisi yang berakhir pada Kamis, 25 Desember 2025 ini, juga membawa misi moral tersendiri. Di tengah simpang siur isu tentang penyalahgunaan bantuan bencana, PII Aceh memilih jalan sunyi: turun langsung ke titik nol.
Rendi menyatakan, interaksi langsung dengan korban karena pentingnya amanah donatur tersalurkan dengan baik. "Kami sering menerima kabar bahwa bantuan kemanusiaan kerap ‘dimainkan’ oleh oknum tertentu. Karena itu, kami memilih turun langsung untuk memastikan amanah donatur tersalurkan dengan baik," ujarnya.
Perasaan campur aduk menyelimuti tim saat kembali ke Banda Aceh. Ada kesedihan melihat kerusakan tanah kelahiran, kebahagiaan karena bisa berbagi, hingga amarah mengetahui masih ada celah ketidakjujuran dalam penanganan bencana.
Tiga ton bantuan telah habis terdistribusi, namun tugas kemanusiaan PII dan Lazisku belum usai. Pascaekspedisi logistik ini, PW PII Aceh dan Lazisku kini membidik sektor yang kerap terlupakan saat bencana: pendidikan.
Rendi mengungkapkan rencana timnya untuk segera mendistribusikan paket pendidikan bagi pelajar terdampak. Bagi PII, bencana alam tidak boleh menjadi alasan matinya mimpi anak-anak Aceh untuk bersekolah.
"PII lahir dari umat dan harus berbuat untuk umat. Aksi kemanusiaan bukan pilihan, tetapi merupakan kewajiban setiap organisasi," pungkas Rendi. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad


