JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan resmi memenuhi standar internasional dan mendapat status pengakuan WHO Listed Authority. Dengan pengakuan ini, BPOM kini dalam jaringan terbatas regulator global yang jadi rujukan internasional atau sejajar dengan otoritas terkemuka dunia lainnya.
WHO Listed Authority (WLA) adalah status pengakuan tertinggi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada otoritas regulator suatu negara yang telah memenuhi standar internasional ketat dalam pengawasan obat, vaksin, dan produk kesehatan lainnya. Status ini menandakan otoritas tersebut memiliki sistem regulasi yang kredibel, aman, dan efektif.
”Status WHO Listed Authority adalah pengakuan dunia terhadap sistem, bukan terhadap individu. Ini merupakan hasil kerja kolektif seluruh insan BPOM dan dukungan negara dalam membangun tata kelola pengawasan obat dan makanan yang kredibel, independen, dan tepercaya,” ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam rilis yang diterima pada Sabtu (27/12/2025).
Taruna menjelaskan, proses penilaian WLA dilakukan melalui evaluasi yang sangat ketat, mencakup tata kelola, fungsi regulasi, integritas pengambilan keputusan, serta konsistensi kinerja dalam jangka panjang. Karena itu, capaian ini mencerminkan kedewasaan institusi dan ketahanan sistem kesehatan nasional.
Dengan ditetapkannya status WLA, BPOM kini berada dalam jaringan terbatas regulator global yang menjadi rujukan internasional atau sejajar dengan otoritas terkemuka dunia. Indomesia tidak lagi hanya menjadi pengguna standar global, tetapi dipercaya untuk ikut menjaga dan memperkuat standar tersebut.
Taruna menyebut, pengakuan WLA memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi kesehatan global. Hal ini sekaligus membuka peluang lebih luas bagi penguatan kemandirian obat dan vaksin nasional, peningkatan ekspor, serta ketahanan rantai pasok kesehatan.
Taruna menekankan bahwa status WLA merupakan mandat berkelanjutan untuk menjaga integritas, meningkatkan transparansi, dan memastikan setiap kebijakan regulasi tetap berpihak pada keselamatan masyarakat.
“Prestasi sejati regulator bukanlah pengakuan hari ini, tetapi kepercayaan yang terjaga dari waktu ke waktu. BPOM akan terus bekerja senyap, profesional, dan berbasis sains demi melindungi masyarakat dan menjaga kepercayaan dunia,” kata Taruna.
Indonesia tercatat menjadi negara berpendapatan menengah pertama yang meraih status WHO Listed Authority sebagai lembaga mandiri. Dengan status ini, Indonesia membuktikan kapasitas regulasi tingkat dunia dapat dibangun melalui komitmen, konsistensi, dan kepemimpinan institusional yang kuat.
WHO memberikan status WLA kepada BPOM bersamaan dengan lembaga pengawas obat dan makanan Australia (TGA). Bergabungnya BPOM dan TGA membuat jaringan WLA global kini terdiri dari 41 otoritas dari 39 negara sekaligus mencerminkan cakupan geografis keunggulan regulasi lebih luas dan inklusif.
Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Sistem Kesehatan, Akses, dan Data, Yukiko Nakatani mengatakan, dengan memperluas dan mendiversifikasi jaringan otoritas yang terdaftar, WHO dan negara-negara anggotanya makin mendekati ekosistem regulasi yang lebih inklusif, efisien, dan terhubung secara global.
“Ini juga akan mendukung akses yang adil dan tepat waktu terhadap produk kesehatan yang aman, efektif, dan terjamin kualitasnya bagi semua orang, di mana saja,” katanya dalam keterangan di situs resmi WHO.
Ia menyebut pemberian status WLA kepada BPOM menunjukkan sistem regulasi yang kuat tetap dapat dibangun meski dengan sumber daya terbatas. Capaian ini diharapkan menjadi contoh bagi negara lain, terutama negara berpenghasilan rendah dan menengah, untuk meningkatkan kualitas regulasi hingga diakui secara internasional.
Kerangka kerja WLA menjadi pilar penting dalam upaya WHO memperkuat sistem regulasi kesehatan secara global. Melalui kerangka ini, WHO mendorong praktik ketergantungan regulasi, termasuk yang terintegrasi dengan Program Prakualifikasi WHO, agar penilaian dan keputusan otoritas regulasi yang diakui dapat dimanfaatkan lintas negara dan lembaga.
Dengan memungkinkan regulator nasional, badan internasional, serta lembaga pengadaan mengandalkan keputusan WLA, kerangka kerja ini membantu mengurangi duplikasi proses regulasi yang selama ini memakan waktu dan sumber daya.
Seiring meluasnya jejaring WLA secara geografis, kolaborasi global dan regional di bidang regulasi kesehatan pun semakin menguat. Kondisi ini mendukung terciptanya rantai pasokan yang lebih tangguh dan responsif, terutama dalam menghadapi situasi darurat kesehatan.





