Surabaya (ANTARA) - Menjelang usia dua abad Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 2026, kado istimewa sudah tersaji dalam forum konsultasi di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (25/12/2025), yakni tercapainya islah antara Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Forum konsultasi yang diinisiasi oleh Syuriyah PBNU itu mengakhiri dinamika internal PBNU yang berlangsung selama 2 bulanan terakhir (November-Desember), karena forum yang berlangsung khidmat itu berhasil mempertemukan kedua pucuk pimpinan PBNU yang berselisih dalam satu meja.
Forum konsultasi itu dihadiri lengkap oleh jajaran syuriyah, mustasyar, dan tanfidziyah. Dari jajaran Mustasyar PBNU ada KH Ma'ruf Amin, KH Anwar Manshur, KH Nurul Huda Djazuli, KH Abdullah Ubab Maimoen, dan KH Machasin.
Dari jajaran Syuriah ada KH Miftachul Akhyar (Rais Aam), KH Abdullah Kafabihi, KH Mu'adz Thohir, KH Imam Buchori, KH Idris Hamid, Prof Dr H Mohammad Nuh, Gus Muhib, Gus Yazid, Gus Afifuddin Dimyati, Gus Moqsith Ghozali, Gus Latif, Gus Sarmidi Husna, Gus Tajul Mafakhir, Gus Athoillah Anwar, dan Gus Nadzif.
Dari jajaran Tanfidziyah ada KH Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU) dan H. Amin Said Husni. "Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menyepakati untuk menyelenggarakan Muktamar Ke-35 Nahdlatul Ulama secara bersama-sama dalam waktu segera," kata Gus Yahya, setelah pertemuan.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan itu, akan segera dibentuk panitia bersama untuk mempersiapkan penyelenggaraan Muktamar Ke-35 NU. Hal ini juga diakui Katib Aam PBNU Prof Dr KH Mohammad Nuh.
Nuh menyampaikan forum konsultasi syuriyah dengan Mustasyar PBNU di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, menyepakati muktamar dalam waktu dekat, sebagai ikhtiar menjaga ketertiban organisasi dan demi keutuhan jam'iyah. Untuk struktur PBNU, selain rais aam dan ketua umum juga akan menunggu pleno PBNU, pasca-forum konsultasi itu.
Selain itu, Nuh menambahkan rais aam dan wakil rais aam juga menyampaikan sikap kebesaran jiwa dengan memberikan maaf atas permohonan maaf Ketua Umum PBNU yang tidak cermat dan ceroboh karena telah mengundang Peter Berkowitz dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU).
Sikap ini dipandang sebagai bagian dari tradisi NU yang mengedepankan akhlak, tabayun, dan penyelesaian masalah secara arif. "Semangat yang dibangun adalah kebersamaan dan menjaga keutuhan organisasi," kata Nuh.
Pelajaran berharga
Perselisihan internal PBNU yang berakhir dengan bahagia itu justru menghasilkan pelajaran berharga bagi struktural dan kultural PBNU, menjelang usia dua abad NU pada 31 Januari 2026.
Dinamika internal PBNU selama 2 bulan itu menjadi perselisihan terburuk sepanjang sejarah, karena terjadi di era digital yang diwujudkan dengan pelampiasan caci maki melalui media sosial (medsos) yang justru membuka borok di depan publik dan sangat "menampar" NU secara organisasi.
Selama dinamika itu berlangsung, banyak "pengamat amatir" yang berseteru di WAG yang justru merusak marwah jam'iyah, bahkan juga ada yang melampiaskan nafsu "sok analisis" lewat siniar/podcast yang justru ramai-ramai "menelanjangi" jam'iyah di depan publik.
Alangkah indah dan dewasanya jika perselisihan di era digital itu disikapi para warganet NU dengan menahan diri dan diam sambil berdoa untuk keselamatan jam'iyah dan nahdliyin. "Allahumma allif baina qulubina, washlih dzata bainina, wahdina subulas-salam," kata Rasulullah dalam doa berharap keharmonisan.
Ya, era disrupsi adalah era yang memunculkan perubahan fundamental dalam sistem dari pola lama ke pola baru akibat teknologi digital. Karena itu, memasuki abad kedua (2026-2126) ini, NU memiliki pekerjaan rumah (PR) dalam literasi digital.
Apalagi, masyarakat digital yang menempatkan masyarakat pengguna digital di Indonesia dalam jumlah terbanyak di dunia (sekitar 167 juta pengguna), tapi terendah dalam adab dibanding negara lain atau adab medsos terburuk di ASEAN (survei Digital Civility Index/DCI 2021), karena lemahnya literasi digital itu.
Disinyalir, serangan narasi di media sosial memelintir persepsi publik (framing) dan memengaruhi emosi masyarakat lewat hoaks, sehingga kritik dan caci maki pun disamakan, padahal kritik itu semestinya terkait kebijakan, bukan terkait person. Kalau terkait person, bukan kritik, tapi caci maki.
Kelebihan medsos adalah kecepatan dan keilmuan, namun "kelemahannya" adalah sepihak (memproduksi kegaduhan, anti tabayyun, zaman edan); mengabaikan kompetensi/sanad (matinya kepakaran, misal, dokter bicara politik); mengabaikan konteks (konten sepotong, tapi sok tahu semuanya); mengabaikan rujukan; dan fokus kuantitas, bukan kualitas (viral, algoritma, cuan).
"Kalau era digital itu jangan hanya ngopi di kampung, tapi ngopi-nya harus jauh. Kalau ngopi-nya kurang jauh akan mudah masuk jebakan digital," kata seorang teman, berseloroh, menanggapi narasi terkait dinamika internal PBNU yang justru mengerdilkan peran NU di negeri ini.
Jebakan digital
Pentingnya literasi digital untuk dua abad NU itu bukan hanya pendekatan baru untuk menjaga marwah NU di era digital, namun juga penting untuk dakwah NU menghadapi tantangan era yang memiliki banyak jebakan, mengingat informasi dan perbedaan pandangan tanpa batas.
Kalau jebakan digital hanya berupa informasi dinamika internal PBNU mungkin masih bersifat kemajemukan pandangan, meski gaduh dan buka-bukaan, tapi era digital juga memiliki jebakan yang bersifat ideologi yang jika tidak disikapi secara cerdas tentu akan mengubah ideologi menjadi radikal, bahkan anti-agama.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan berbagai upaya deradikalisasi bersama mitra atau mantan narapidana terorisme (napiter).
Upaya deradikalisasi itu, antara lain dilakukan melalui pendekatan dialog dan penguatan Islam wasathiyah atau moderat dengan menggandeng ulama kharismatik KHA Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam Silaturahmi Kebangsaan di LP3IA Rembang, Jawa Tengah (22/12/2025).
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menyebut Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mencantumkan definisi terorisme secara formal dalam peraturan perundang-undangan.
Artinya, Indonesia serius menanggulangi terorisme secara tepat sasaran dan legal. Ada pendekatan hukum serta ada pendekatan pencegahan dan pembinaan yang dijalankan BNPT, melalui kontra-radikalisasi dan deradikalisasi bagi korban yang terpapar.
Gus Baha menegaskan dialog merupakan metode utama yang ditempuh para nabi dan rasul dalam menyampaikan kebenaran Islam. Jadi, kekerasan bukan jalan dakwah, apalagi jika diklaim sebagai bentuk pembelaan terhadap agama, bahkan Nabi menjalin hubungan baik dengan non-Muslim, asalkan mereka tidak menyerang Islam.
Jadi, pelajaran berharga dari dinamika internal PBNU di era digital ini adalah NU harus menjawab tantangan abad kedua dengan "dakwah" melalui literasi digital untuk menjaga marwah NU dari "tamparan" digitalisasi secara internal, sekaligus mengantisipasi jebakan digital yang fatal dari ormas yang sudah dibubarkan, tapi masih aktif di dunia digital dan menunggangi entitas politik untuk menggaet simpatisan.
Forum konsultasi yang diinisiasi oleh Syuriyah PBNU itu mengakhiri dinamika internal PBNU yang berlangsung selama 2 bulanan terakhir (November-Desember), karena forum yang berlangsung khidmat itu berhasil mempertemukan kedua pucuk pimpinan PBNU yang berselisih dalam satu meja.
Forum konsultasi itu dihadiri lengkap oleh jajaran syuriyah, mustasyar, dan tanfidziyah. Dari jajaran Mustasyar PBNU ada KH Ma'ruf Amin, KH Anwar Manshur, KH Nurul Huda Djazuli, KH Abdullah Ubab Maimoen, dan KH Machasin.
Dari jajaran Syuriah ada KH Miftachul Akhyar (Rais Aam), KH Abdullah Kafabihi, KH Mu'adz Thohir, KH Imam Buchori, KH Idris Hamid, Prof Dr H Mohammad Nuh, Gus Muhib, Gus Yazid, Gus Afifuddin Dimyati, Gus Moqsith Ghozali, Gus Latif, Gus Sarmidi Husna, Gus Tajul Mafakhir, Gus Athoillah Anwar, dan Gus Nadzif.
Dari jajaran Tanfidziyah ada KH Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU) dan H. Amin Said Husni. "Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menyepakati untuk menyelenggarakan Muktamar Ke-35 Nahdlatul Ulama secara bersama-sama dalam waktu segera," kata Gus Yahya, setelah pertemuan.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan itu, akan segera dibentuk panitia bersama untuk mempersiapkan penyelenggaraan Muktamar Ke-35 NU. Hal ini juga diakui Katib Aam PBNU Prof Dr KH Mohammad Nuh.
Nuh menyampaikan forum konsultasi syuriyah dengan Mustasyar PBNU di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, menyepakati muktamar dalam waktu dekat, sebagai ikhtiar menjaga ketertiban organisasi dan demi keutuhan jam'iyah. Untuk struktur PBNU, selain rais aam dan ketua umum juga akan menunggu pleno PBNU, pasca-forum konsultasi itu.
Selain itu, Nuh menambahkan rais aam dan wakil rais aam juga menyampaikan sikap kebesaran jiwa dengan memberikan maaf atas permohonan maaf Ketua Umum PBNU yang tidak cermat dan ceroboh karena telah mengundang Peter Berkowitz dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU).
Sikap ini dipandang sebagai bagian dari tradisi NU yang mengedepankan akhlak, tabayun, dan penyelesaian masalah secara arif. "Semangat yang dibangun adalah kebersamaan dan menjaga keutuhan organisasi," kata Nuh.
Pelajaran berharga
Perselisihan internal PBNU yang berakhir dengan bahagia itu justru menghasilkan pelajaran berharga bagi struktural dan kultural PBNU, menjelang usia dua abad NU pada 31 Januari 2026.
Dinamika internal PBNU selama 2 bulan itu menjadi perselisihan terburuk sepanjang sejarah, karena terjadi di era digital yang diwujudkan dengan pelampiasan caci maki melalui media sosial (medsos) yang justru membuka borok di depan publik dan sangat "menampar" NU secara organisasi.
Selama dinamika itu berlangsung, banyak "pengamat amatir" yang berseteru di WAG yang justru merusak marwah jam'iyah, bahkan juga ada yang melampiaskan nafsu "sok analisis" lewat siniar/podcast yang justru ramai-ramai "menelanjangi" jam'iyah di depan publik.
Alangkah indah dan dewasanya jika perselisihan di era digital itu disikapi para warganet NU dengan menahan diri dan diam sambil berdoa untuk keselamatan jam'iyah dan nahdliyin. "Allahumma allif baina qulubina, washlih dzata bainina, wahdina subulas-salam," kata Rasulullah dalam doa berharap keharmonisan.
Ya, era disrupsi adalah era yang memunculkan perubahan fundamental dalam sistem dari pola lama ke pola baru akibat teknologi digital. Karena itu, memasuki abad kedua (2026-2126) ini, NU memiliki pekerjaan rumah (PR) dalam literasi digital.
Apalagi, masyarakat digital yang menempatkan masyarakat pengguna digital di Indonesia dalam jumlah terbanyak di dunia (sekitar 167 juta pengguna), tapi terendah dalam adab dibanding negara lain atau adab medsos terburuk di ASEAN (survei Digital Civility Index/DCI 2021), karena lemahnya literasi digital itu.
Disinyalir, serangan narasi di media sosial memelintir persepsi publik (framing) dan memengaruhi emosi masyarakat lewat hoaks, sehingga kritik dan caci maki pun disamakan, padahal kritik itu semestinya terkait kebijakan, bukan terkait person. Kalau terkait person, bukan kritik, tapi caci maki.
Kelebihan medsos adalah kecepatan dan keilmuan, namun "kelemahannya" adalah sepihak (memproduksi kegaduhan, anti tabayyun, zaman edan); mengabaikan kompetensi/sanad (matinya kepakaran, misal, dokter bicara politik); mengabaikan konteks (konten sepotong, tapi sok tahu semuanya); mengabaikan rujukan; dan fokus kuantitas, bukan kualitas (viral, algoritma, cuan).
"Kalau era digital itu jangan hanya ngopi di kampung, tapi ngopi-nya harus jauh. Kalau ngopi-nya kurang jauh akan mudah masuk jebakan digital," kata seorang teman, berseloroh, menanggapi narasi terkait dinamika internal PBNU yang justru mengerdilkan peran NU di negeri ini.
Jebakan digital
Pentingnya literasi digital untuk dua abad NU itu bukan hanya pendekatan baru untuk menjaga marwah NU di era digital, namun juga penting untuk dakwah NU menghadapi tantangan era yang memiliki banyak jebakan, mengingat informasi dan perbedaan pandangan tanpa batas.
Kalau jebakan digital hanya berupa informasi dinamika internal PBNU mungkin masih bersifat kemajemukan pandangan, meski gaduh dan buka-bukaan, tapi era digital juga memiliki jebakan yang bersifat ideologi yang jika tidak disikapi secara cerdas tentu akan mengubah ideologi menjadi radikal, bahkan anti-agama.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan berbagai upaya deradikalisasi bersama mitra atau mantan narapidana terorisme (napiter).
Upaya deradikalisasi itu, antara lain dilakukan melalui pendekatan dialog dan penguatan Islam wasathiyah atau moderat dengan menggandeng ulama kharismatik KHA Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam Silaturahmi Kebangsaan di LP3IA Rembang, Jawa Tengah (22/12/2025).
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menyebut Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mencantumkan definisi terorisme secara formal dalam peraturan perundang-undangan.
Artinya, Indonesia serius menanggulangi terorisme secara tepat sasaran dan legal. Ada pendekatan hukum serta ada pendekatan pencegahan dan pembinaan yang dijalankan BNPT, melalui kontra-radikalisasi dan deradikalisasi bagi korban yang terpapar.
Gus Baha menegaskan dialog merupakan metode utama yang ditempuh para nabi dan rasul dalam menyampaikan kebenaran Islam. Jadi, kekerasan bukan jalan dakwah, apalagi jika diklaim sebagai bentuk pembelaan terhadap agama, bahkan Nabi menjalin hubungan baik dengan non-Muslim, asalkan mereka tidak menyerang Islam.
Jadi, pelajaran berharga dari dinamika internal PBNU di era digital ini adalah NU harus menjawab tantangan abad kedua dengan "dakwah" melalui literasi digital untuk menjaga marwah NU dari "tamparan" digitalisasi secara internal, sekaligus mengantisipasi jebakan digital yang fatal dari ormas yang sudah dibubarkan, tapi masih aktif di dunia digital dan menunggangi entitas politik untuk menggaet simpatisan.



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5456029/original/095740100_1766773614-Wali_Kota_Yogyakarta.jpeg)

