Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memutuskan untuk memutasi kepada 187 perwira tinggi di tubuh TNI. Penempatan sejumlah posisi dinilai sesuai dengan meritokrasi. Namun, masih ada perpindahan yang dianggap terlalu cepat. Bahkan, banyaknya mutasi staf ahli mengindikasikan adanya penggemukan di badan organisasi.
Mutasi para perwira tinggi ini tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1664/XII/2025 tanggal 15 Desember 2025 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (26/12/2025), Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah menyatakan, mutasi jabatan ini menjadi bagian penting dari sistem pembinaan personel TNI.
Dari total 187 perwira tinggi yang dimutasi, 109 di antaranya dari TNI Angkatan Darat, 36 TNI Angkatan Laut, dan 42 TNI Angkatan Udara. Salah satunya tongkat komando Kapuspen yang berpindah dari Freddy ke Brigjen Aulia Dwi Nasrullah.
”Rotasi jabatan ini bukan sekadar proses administratif, melainkan wujud pembinaan karier yang berorientasi pada peningkatan profesionalisme dan kesiapan satuan. Melalui regenerasi kepemimpinan, TNI memastikan setiap lini dipimpin oleh sosok yang tangguh, responsif, dan mampu menjawab tantangan zaman,” ujar Freddy.
Pada jajaran pimpinan TNI AD disebutkan jabatan Komandan Pusat Penerbangan TNI Angkatan Darat (Danspuspenerbad) diemban oleh Brigjen Mochamad Masrukin yang sebelumnya menjabat wakil komandan di satuan tersebut. Sementara itu, Panglima Divisi Infanteri 2 Komando Cadangan Strategis AD (Kostrad) kini diemban oleh Mayjen Primadi Saiful Sulun.
Sementara itu, pada jajaran pimpinan TNI AL, Komandan Komando Daerah Angkatan Laut (Dankodaeral) XIII diduduki Laksamana Pertama (Laksma) Sumarji Bimoaji yang menggantikan Laksamana Muda (Laksda) Phundi Rusbandi.
Pada jajaran TNI AU, jabatan Panglima Komando Operasi Udara (Pangkodau) II diemban oleh Marsekal Muda (Marsda) Mochammad Untung Suropati yang menggantikan Marsda Deni Hasoloan Simajuntak.
Menurut Freddy, mutasi ini merupakan komitmen TNI dalam menjaga kualitas kepemimpinan dan kesinambungan organisasi. Pergeseran perwira tinggi ini, lanjutnya, menjadi bagian dari upaya adaptif TNI dalam menghadapi kompleksitas tantangan pertahanan negara di matra darat, laut, dan udara.
Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies, Edna Caroline Pattisina, berpendapat, mutasi kali ini menunjukkan kesulitan yang dialami TNI dalam mengatur jabatan sesuai dengan meritokrasi.
Di satu sisi, rotasi jabatan menunjukkan profesionalisme TNI dalam mengisi jabatan komandan. Edna melihat itu dalam posisi yang diemban oleh Masrukin dan Saiful sebelumnya pernah menjadi second in command alias wakil komandan di satuan masing-masing.
”Kedua pengganti ini memberikan harapan untuk kontinuitas kebijakan dan regenerasi pemimpin tampaknya akan lebih mudah tercapai. Saiful juga tercatat sebagai salah satu perwira tinggi yang profesional di berbagai jenjang jabatan yang diembannya,” ujar Edna saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Edna juga memandang ditunjuknya Laksma Sumarji Bimoaji sebagai Dankodaeral XIII sebagai bentuk meritokrasi. Sumarji dikenal dengan prestasinya, mulai dari lulusan terbaik Akademi Angkatan Laut (AAL) 1998 hingga mampu memastikan pengadaan kapal fregat multimisi FREMM yang kini menjadi KRI Brawijaya-320 dan KRI Prabu Siliwangi-321.
”Tidak saja Sumarji adalah lulusan terbaik AAL 1998, ia juga baru saja menyelesaikan tugas rumit memastikan pengadaan kapal FREMM sejak 2024 sebagai dansatgas (komandan satuan tugas). Dua kapal perang yang dibangun di Italia ini menjadi kekuatanTNI AL yang paling modern saat ini,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, Edna menyayangkan adanya pergantian tongkat estafet kepemimpinan yang terlalu cepat. Dia menyoroti dua mutasi, yakni Pangkodau II dan Kapuspen Mabes TNI yang sebelumnya diisi oleh masing-masing Marsda Deni Hasoloan Simajuntak dan Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah.
”Mereka baru lima dan empat bulan menduduki jabatannya. Cepatnya sebuah jabatan pemimpin berubah tentu akan berpengaruh pada organisasi. Biasanya, masa kepemimpinan TNI sebagai komandan atau kepala idealnya dua tahun agar bisa beradaptasi, membuat kemajuan lalu mempersiapkan pemimpin berikutnya,” kata Edna.
”Tentunya diharapkan perubahan yang di luar kebiasaan ini tidak disebabkan oleh tekanan politik dari luar TNI,” lanjutnya.
Edna juga memandang banyaknya perwira tinggi menjadi staf ahli kali ini menunjukkan gemuknya organisasi TNI. Menurut Edna, hal ini bisa terjadi karena perpanjangan usia pensiun yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Pasal 53 UU TNI menyebutkan, batas usia pensiun perwira tinggi diatur menjadi 60 tahun untuk perwira tinggi bintang 1, perwira tinggi bintang 2 paling tinggi 61 tahun, dan perwira tinggi bintang 3 paling tinggi 62 tahun.
Selanjutnya, usia pensiun paling tinggi perwira tinggi bintang 4 atau jenderal mencapai 63 tahun atau maksimal dua kali (dalam setahun), sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden.
”Banyaknya perwira tinggi yang menjadi staf ahli menunjukkan gemuknya organisasi TNI di bagian perwira tinggi. Akibatnya, banyak perwira tinggi tetapi tidak dimanfaatkan secara maksimal,” kata Edna.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5456007/original/002407100_1766759797-Banner_Infografis_UMP_2026_H.jpg)

