Rencana Damai 20 Poin Ukraina Dibuka ke Publik, Moskow Langsung Menolak: Perang Akan Berlanjut?

erabaru.net
4 jam lalu
Cover Berita

EtIndonesia. Pada Selasa pagi, 24 Desember 2025, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy secara resmi mempublikasikan isi rinci rencana perdamaian 20 poin yang dirumuskan bersama Amerika Serikat setelah serangkaian perundingan intensif di Miami, Amerika Serikat.

Dokumen tersebut segera menarik perhatian dunia internasional karena dipandang sebagai upaya paling konkret sejauh ini untuk mengakhiri perang Rusia–Ukraina yang telah berlangsung hampir empat tahun. Namun harapan itu tidak bertahan lama. Pada hari yang sama, Rusia secara cepat menyatakan penolakan terhadap proposal tersebut.

Penolakan cepat Moskow memunculkan tiga pertanyaan besar: Apa isi utama rencana 20 poin ini? Sinyal politik apa yang hendak dikirimkan Kyiv dan Washington? Dan mengapa Rusia menolaknya sejak awal?

Draf Perdamaian yang Bersifat Terbuka

Dalam pernyataannya kepada media pada 24 Desember, Zelenskyy menegaskan bahwa rencana 20 poin ini masih berstatus draf, dan seluruh ketentuan di dalamnya masih dapat berubah seiring berjalannya proses negosiasi.

Dia menyatakan bahwa Ukraina merasakan dorongan kuat dari Amerika Serikat untuk mencapai sebuah kesepakatan akhir, dan Kyiv siap bekerja sama secara penuh. Zelenskyy juga menegaskan bahwa Ukraina tidak pernah menjadi penghalang perdamaian, dan tidak akan menjadi penghalang di masa depan.

Inti Rencana: Beku Garis Depan, Tukar dengan Jaminan Keamanan

Meski tampak kompleks, inti pemikiran rencana 20 poin ini relatif jelas:  membekukan garis depan pertempuran saat ini sebagai imbalan jaminan keamanan Barat, sekaligus membuka jalan bagi rekonstruksi ekonomi besar-besaran pascaperang.

Dalam skema ini, Rusia dan Ukraina akan menandatangani perjanjian non-agresi menyeluruh, dengan garis depan diawasi secara permanen menggunakan satelit dan drone. Begitu perjanjian mulai berlaku, gencatan senjata akan langsung diterapkan.

Ukraina secara realistis mengakui bahwa dalam jangka pendek mereka tidak mampu merebut kembali seluruh wilayah yang hilang. Karena itu, Kyiv menerima garis pertempuran saat ini sebagai garis depan de facto, tanpa melepaskan klaim kedaulatan atas wilayah tersebut.

Jaminan Keamanan Setara Pasal 5 NATO

Sebagai kompensasi, Ukraina akan memperoleh jaminan keamanan kuat dari Barat. Jumlah personel Angkatan Bersenjata Ukraina di masa damai akan dipertahankan di kisaran 800.000 personel.

Amerika Serikat, NATO, serta sejumlah negara Eropa berkomitmen menyediakan mekanisme perlindungan setara Pasal 5 NATO. Artinya, jika Rusia kembali menyerang Ukraina, Barat akan merespons secara militer dan terkoordinasi, sekaligus mengaktifkan kembali seluruh sanksi terhadap Rusia.

Sebagai bagian dari kompromi, Ukraina secara resmi melepaskan ambisi bergabung dengan NATO, dan menerima skema pengganti Pasal 5 tersebut, termasuk pembatasan tertentu terhadap skala militernya.

Jalur Eropa dan Rekonstruksi Global

Di bidang politik dan ekonomi, proposal ini dengan tegas menyatakan bahwa Ukraina akan bergabung dengan Uni Eropa dan mendorong penetapan jadwal keanggotaan secepat mungkin.

Bersamaan dengan itu, akan diluncurkan program rekonstruksi global berskala besar. Perusahaan-perusahaan Amerika, lembaga keuangan internasional, dan Bank Dunia akan terlibat mendalam dalam pemulihan sektor energi, infrastruktur, pertambangan, dan rekonstruksi kota, guna mendukung pemulihan jangka panjang Ukraina pascaperang.

Isu Wilayah dan Penarikan Pasukan

Dalam isu sensitif terkait wilayah dan militer, dokumen tersebut menuntut Rusia menarik pasukannya dari sebagian wilayah yang saat ini dikuasai, dengan proses penarikan diawasi oleh pasukan internasional.

Kedua pihak berkomitmen tidak lagi mengubah pengaturan wilayah dengan kekerasan, menyelesaikan sengketa melalui diplomasi, mendorong pertukaran tawanan, bantuan kemanusiaan, serta memulai proses politik pascaperang.

Jika kesepakatan ditandatangani, Ukraina diwajibkan segera menyelenggarakan pemilihan presiden, guna mengembalikan kehidupan politik domestik ke kondisi normal setelah berakhirnya status darurat perang.

Komisi Perdamaian Dipimpin Presiden AS

Pelaksanaan perjanjian akan diawasi oleh Komisi Perdamaian khusus yang dipimpin langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Keanggotaannya mencakup Ukraina, Rusia, negara-negara Eropa, NATO, dan Amerika Serikat.

Dengan struktur ini, perjanjian tidak hanya bergantung pada komitmen moral, tetapi memiliki kekuatan hukum yang jelas, dengan sanksi otomatis bagi setiap pelanggaran. Tujuan desain ini tegas: perdamaian dijaga oleh pengawasan dan konsekuensi, bukan oleh kepercayaan semata.

Dua Titik Kebuntuan Paling Keras

Meski banyak kompromi telah dibuat, kebuntuan utama tetap berpusat pada dua isu krusial:

  1. Kontrol wilayah Ukraina timur, khususnya Donetsk
  2. Status Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia

Zelenskyy secara terbuka mengakui bahwa hingga 24 Desember, Ukraina dan Amerika Serikat belum mencapai kesepakatan soal siapa yang akan mengontrol dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia, pembangkit nuklir terbesar di Eropa yang saat ini berada di wilayah yang dikuasai pasukan Rusia.

Washington sempat mengusulkan pengelolaan bersama oleh Ukraina, Rusia, dan AS. Namun Kyiv lebih menginginkan skema 50:50 antara Ukraina dan Amerika Serikat.

Donetsk: Zona Demiliterisasi sebagai Jalan Tengah

Terkait wilayah Ukraina timur, Moskow menuntut Ukraina menarik seluruh pasukannya, termasuk dari daerah yang masih dikuasai Kyiv. Ukraina, sebaliknya, ingin membekukan pertempuran di garis depan saat ini.

Amerika Serikat kemudian mengusulkan kompromi berupa zona demiliterisasi dan zona ekonomi bebas di sebagian wilayah Donetsk. Zelenskyy mengisyaratkan bahwa Ukraina bersedia mempertimbangkan penarikan pasukan setelah zona tersebut terbentuk.

Namun Kyiv menetapkan dua garis merah tegas:

  1. Penarikan pasukan Ukraina harus diimbangi penarikan pasukan Rusia dengan jarak yang sama.
  2. Keamanan dan kepolisian zona ekonomi bebas sepenuhnya berada di tangan Ukraina, tanpa keterlibatan polisi Rusia.

Pasukan internasional akan ditempatkan di sepanjang garis kontak untuk memastikan kepatuhan dan mencegah infiltrasi pasukan Rusia.

Respons Kremlin: Penolakan Bersyarat

Pada 24 Desember 2025, Kremlin segera merespons. Juru bicara Presiden Rusia, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa posisi utama Rusia telah lama disampaikan kepada Amerika Serikat hingga ke tingkat pengambil keputusan tertinggi.

Media Rusia mengonfirmasi bahwa Moskow menolak proposal ini, namun membuka peluang perubahan besar. Rusia menilai rencana 20 poin belum menjamin penghentian ekspansi NATO ke timur, tidak memastikan netralitas Ukraina dalam proses keanggotaan Uni Eropa, tidak membatasi militer Ukraina secara nyata, serta mengabaikan isu perlindungan penutur bahasa Rusia dan aset Rusia yang dibekukan Barat.

Sinyalnya jelas: versi ini masih sangat jauh dari yang bisa diterima Moskow.

Awal Negosiasi Baru, Bukan Akhir Perang

Rencana perdamaian 20 poin ini mungkin bukan akhir perang Rusia–Ukraina, tetapi berpotensi menjadi awal dari putaran negosiasi berikutnya.

Dalam jangka pendek, medan perang tetap akan menentukan ritme konflik. Selama belum ada keputusan politik besar di tingkat tertinggi, satu realitas tetap berlaku:
perang sambil berunding masih akan menjadi kondisi nyata konflik ini.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
9 Rekomendasi Film Keluarga Terbaik yang Wajib Ditonton
• 17 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Jamin Keamanan Wisatawan, Polda Metro Patroli Skuter di Tempat Wisata
• 3 jam laludetik.com
thumb
Motor Bekas Harga di Bawah Rp5 Juta, Emang Ada?
• 23 jam lalumedcom.id
thumb
Dua Pilihan Baru untuk Three Lions
• 12 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Golkar Tunaikan Janji HUT ke-61
• 2 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.