Bisnis.com, CIREBON - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon masih menimbang rencana penghentian sementara izin pembangunan perumahan baru sebagai respons atas meningkatnya banjir dan tekanan ekologis.
Namun, wacana ini bukan sekadar isu lingkungan, melainkan turut menyentuh jantung ekonomi daerah, mulai dari sektor properti, investasi, hingga kebutuhan hunian masyarakat.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi menyebutkan, pembangunan perumahan selama ini menjadi salah satu penggerak aktivitas ekonomi lokal.
Rantai usaha yang terlibat tidak hanya pengembang, tetapi juga sektor konstruksi, tenaga kerja, hingga perdagangan bahan bangunan. Karena itu, kebijakan setop izin perumahan tidak bisa diambil secara tergesa-gesa.
Menurut Imron, Pemkab Cirebon tengah mengkaji ulang regulasi perizinan agar pertumbuhan ekonomi tidak berbenturan dengan daya dukung lingkungan.
"Alih fungsi lahan yang masif dinilai telah menggerus daerah resapan air dan meningkatkan risiko banjir, yang pada akhirnya justru memicu kerugian ekonomi lebih besar," tutur Imron, Sabtu (27/12/2025).
Baca Juga
- Tol Cipali Ramai saat Natal, Arus ke Cirebon Naik Signifikan
- Libur Nataru 2026 Diprediksi Tak Dongkrak Pendapatan Hotel Cirebon
- Sesar Baribis Mengintai Kabupaten Cirebon, 5 Kecamatan Masuk Zona Rawan Gempa
Banjir yang berulang di sejumlah wilayah Cirebon menjadi contoh nyata dampak ekonomi dari tata ruang yang tidak terkendali.
Genangan air setinggi hingga satu meter di Kecamatan Sumber pada Selasa sore (23/12/2025), melumpuhkan aktivitas perdagangan, jasa, dan transportasi. Sejumlah pertokoan terpaksa tutup, distribusi barang tersendat, dan kerugian dialami pelaku usaha ritel.
Di Talun, meski ketinggian air lebih rendah, banjir tetap mengganggu mobilitas tenaga kerja. Kendaraan mogok dan kemacetan panjang hingga empat kilometer membuat jam produktif terbuang. Situasi ini mencerminkan biaya ekonomi tersembunyi akibat bencana hidrometeorologi yang kian sering terjadi.
Imron menilai, jika pembangunan perumahan terus dibiarkan tanpa kontrol ketat, beban fiskal daerah justru berpotensi meningkat.
Anggaran penanganan banjir, perbaikan infrastruktur rusak, serta pemulihan ekonomi pascabencana dinilai jauh lebih mahal dibanding upaya pencegahan melalui penataan ruang.
Meski demikian, kebutuhan hunian di Cirebon tetap tinggi seiring pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Sektor perumahan masih menjadi magnet investasi, terutama di kawasan penyangga perkotaan.
Inilah dilema ekonomi yang kini dihadapi pemerintah daerah: menjaga iklim investasi tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan.
"Sebagai jalan tengah, Pemkab Cirebon mempertimbangkan skema pengendalian izin, bukan penghentian total. Pembangunan diarahkan ke kawasan yang dinilai aman secara ekologis, dengan kewajiban studi lingkungan yang lebih ketat. Pendekatan ini diharapkan tetap memberi ruang bagi investasi, sekaligus mengurangi risiko kerugian jangka panjang," ujar Imron.
Langkah konsultasi publik, kata Imron, direncanakan untuk menjaring masukan dari pengembang, akademisi, dan masyarakat.
Dari sisi ekonomi, forum ini menjadi penting agar kebijakan yang lahir tidak memicu gejolak pasar properti atau menurunkan minat investasi secara drastis.
"Kebijakan tata ruang yang berpihak pada lingkungan justru bisa memperkuat fondasi ekonomi daerah dalam jangka panjang. Wilayah yang aman dari bencana cenderung lebih stabil, menarik bagi investor, dan minim gangguan aktivitas usaha," kata Imron.




