Bisnis.com, GARUT- Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin menyebutkan, struktur ekonomi Kabupaten Garut, Jawa Barat masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga.
Namun besarnya aktivitas produktif warga belum sepenuhnya tercatat dalam sistem ekonomi formal akibat keterbatasan akses keuangan dan rendahnya literasi finansial.
Kondisi ini dinilai menjadi tantangan utama pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.
Syakur menyebutkan, konsumsi rumah tangga menjadi penopang terbesar perekonomian daerah, melampaui belanja pemerintah dan investasi.
Sementara itu, ruang fiskal pemerintah relatif terbatas sehingga tidak bisa terus mengandalkan belanja daerah sebagai mesin pertumbuhan. Di sisi lain, investasi masih menghadapi sejumlah hambatan meski mulai menunjukkan sinyal masuknya modal baru.
Menurut Syakur, pemerintah daerah terus membuka ruang bagi investasi, termasuk dari luar negeri. Ia menyampaikan terdapat rencana penanaman modal dari perusahaan asing asal Taiwan dan Korea Selatan dengan nilai sekitar Rp350 miliar.
Baca Juga
- Wisatawan Lokal Pilih Garut Ketimbang Pangandaran pada Libur Nataru 2026
- Kirim Perawat ke Jepang, Garut Bidik Peningkatan Remitansi
- Garut Tutup Tahun sebagai Episentrum Pengangguran Priangan Timur
"Investasi tersebut diharapkan mampu menambah kapasitas produksi dan menciptakan lapangan kerja baru di Garut, meski belum dirinci sektor dan waktu realisasinya," kata Syakur, Sabtu (27/12/2025).
Namun, di luar investasi skala besar, Syakur menilai kekuatan ekonomi Garut justru berada di level rumah tangga. Banyak aktivitas produksi kecil yang berlangsung setiap hari di lingkungan masyarakat, seperti usaha makanan rumahan, tetapi tidak tercatat sebagai kegiatan ekonomi resmi.
Akibatnya, kontribusi riil masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya tercermin dalam data.
Ia mencontohkan praktik jual beli sederhana di berbagai kegiatan masyarakat. Produk dijual tanpa standar harga, pencatatan transaksi, maupun akses ke layanan keuangan.
Dalam kondisi tersebut, pelaku usaha kerap tidak menganggap dirinya bagian dari aktivitas ekonomi, meski secara nyata terjadi transaksi dan nilai tambah.
"Situasi ini menunjukkan masih lebarnya jurang antara aktivitas ekonomi riil di tingkat akar rumput dengan sistem pencatatan ekonomi formal. Rendahnya literasi keuangan dan minimnya pemanfaatan layanan perbankan menjadi faktor utama yang membuat banyak pelaku ekonomi rumah tangga berada di sektor informal dan tidak terhubung dengan lembaga keuangan," kata Syakur.
Syakur mengatakan, pemerintah daerah menilai kondisi tersebut perlu segera direspons agar konsumsi rumah tangga tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga produktif dan tercatat. Salah satu langkah yang didorong adalah memperluas akses keuangan bagi masyarakat kecil, terutama pelaku usaha berbasis rumah tangga.
Ia menekankan pentingnya peran lembaga keuangan untuk lebih aktif menjangkau masyarakat. Akses terhadap pembiayaan, tabungan, dan layanan transaksi dinilai menjadi kunci agar aktivitas ekonomi rumah tangga bisa naik kelas.
Dengan masuknya transaksi ke dalam sistem keuangan, aktivitas tersebut tidak hanya meningkatkan kesejahteraan warga, tetapi juga memperkuat basis data ekonomi daerah.
"Kami berharap setiap rumah tangga dapat berperan sebagai unit ekonomi produktif. Dengan dukungan stimulus dan kemudahan akses finansial, aktivitas kecil yang selama ini berjalan secara informal dapat berkembang menjadi usaha yang berkelanjutan. Langkah ini dinilai lebih realistis dalam jangka menengah, mengingat keterbatasan belanja pemerintah dan proses investasi besar yang membutuhkan waktu," ujarnya.
Ke depan, penguatan konsumsi rumah tangga yang produktif diproyeksikan menjadi strategi utama pertumbuhan ekonomi Garut. Pemerintah menargetkan sinergi antara masuknya investasi dan penguatan ekonomi mikro dapat menciptakan struktur ekonomi yang lebih seimbang, inklusif, dan tahan terhadap tekanan eksternal.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5455991/original/080965400_1766756388-pria_yang_virla_di_depok.jpg)

