Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat terorisme Al Chaidar turut menyoroti terkait penggeledahan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror di sebuah rumah di Garut, Jawa Barat.
Penggeledahan oleh Densus 88 tersebut dilakukan karena diduga berkaitan dengan kasus ekstremisme dan radikalisme paham Neo-Nazi dari penghuni rumah yang merupakan seorang pelajar.
Al Chaidar mengatakan, bahwa Neo-Nazi di Indonesia bukan hal baru, bahkan organisasi ini sudah lama berada di Tanah Air.
"Itu anak-anak Neo-Nazi itu yang kita udah petakan, dari dulu sudah kita petakan sebenarnya, dan yang namanya teroris itu tidak hanya dari kalangan Islam banyak dari kalangan non-muslim gitu," katanya kepada tvOnenews, Sabtu (28/12/2025).
Al Chaidar menjelaskan, bahwa organisasi ini memang merekrut kalangan pelajar yang diradikalisasi melalui grup-grup WhatsApp atau media sosial lainnya.
"Mereka sengaja merekrut anak-anak muda yang masih SMA dan di radikalisasi lewat grup-grup WA, grup Telegram disuruh buat gitu. Nah, kemudian ini sudah lama sebenarnya sudah terpantau oleh aparat keamanan oleh Densus 88 dari dulu," jelasnya.
Al Chaidar mengungkapkan, kelompok ini mulanya hanya melakukan ekspresi-eksperesi atau kritikan semata terhadap Islam, namun seiring berjalannya waktu, justru mereka lebih serius untuk melakukan aktivitas radikalisme.
Keseriusan ini juga sambung Al Chaidar karena mendapatkan dukungan dari kelompok ekstremisme yang berada di berbagai negara di Eropa.
"Ternyata mereka serius, karena kemudian ada masuk kelompok-kelompok white supremacy, kelompok-kelompok dari Eropa masuk dari Australia, terutama yang paling banyak dari Australia, jadi ini transnasional juga, dari Amerika juga banyak," ungkapnya.
Di sisi lain Al Chaidar menyebut bahwa pelajar yang diamankan di Garut merupakan korban akibat cuci otak yang dilakukan di dalam grup kelompok tersebut.
"Sebenarnya mereka korban, karena mereka dipakai, diperdaya gitu ya, ditipu begitu bahwa mereka sedang berada dalam situasi dan kondisi yang terhancam oleh orang-orang muslim," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah serius dalam melakukan pemberantasan terhadap kasus terorisme, salah satunya membuat database untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok ideologis yang tersebar di Indonesia.

