Kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 menimbulkan tantangan baru bagi pengusaha, terutama jika tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas.
Menurut Dwi Ken Hendrawanto Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, seluruh sektor industri terdampak dari penyesuaian upah tersebut.
Dwi Ken menerangkan, sebelum penetapan UMK disahkan, pihaknya sempat mengikuti proses pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur yang melibatkan berbagai unsur, termasuk pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
“Sempat ada kekhawatiran. Karena dari pengusaha pun sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan hitungan sesuai arahan dari Prabowo Presiden bahwa alpha minimal 0,5,” katanya, Sabtu (27/12/2025).
Namun diberlakukannya kebijakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) menjadi perhatian tersendiri oleh pengusaha.
Meski angka UMSK tidak sekontroversial tahun lalu, Dwi Ken tetap menilai kalau UMSK akan tambahan beban bagi industri tertentu.
Karena selain harus menyesuaikan UMK, pengusaha juga diwajibkan mengeluarkan tambahan biaya untuk upah sektoral.
“UMK tahun 2026 ini pasti berdampak pada semua lini industri. Baik itu industri kecil, menengah dan besar di Jatim,” tambahnya.
Dia mengatakan, ketika kenaikan upah tidak diimbangi produktivitas, pengusaha cenderung melakukan efisiensi.
“Sehingga kami berharap langkah itu tidak berujung pada kebijakan ekstrem seperti pemutusan hubungan kerja. Terlebih di kondisi industri yang sedang tidak baik-baik saja,” jelasnya.
Meski begitu, pihaknya tetap berkomitmen untuk mempertahankan usaha mereka karena mempertimbangkan dampak sosial di daerah asal.
Sementara soal perusahaan yang belum mampu membayar upah sesuai ketetapan, Dwi Ken menjelaskan adanya mekanisme kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
“Banyak pengusaha yang memang disarankan membuat keputusan bersama, antara pihak perusahaan dengan pekerja,” tutupnya. (kir/saf/faz)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5429073/original/001791400_1764572941-John_Herdman.jpg)



