MBG dan Ojol: Keuntungan Awal dan Tantangan Keberlanjutan

kumparan.com
5 jam lalu
Cover Berita

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kerap diposisikan sebagai terobosan sosial paling ambisius dalam beberapa tahun terakhir. Dengan tujuan mulia—memperbaiki gizi anak, menekan stunting, dan memperkuat kualitas sumber daya manusia—MBG segera mendapat dukungan luas dari publik. Dalam waktu singkat, program ini juga membuka ruang ekonomi baru bagi berbagai pelaku usaha penyedia pangan dan jasa pendukung.

Namun, jika ditelaah lebih dalam, pola ekonomi MBG menunjukkan kemiripan mencolok dengan bisnis transportasi online (ojol) pada fase awal kemunculannya di Indonesia. Keduanya sama-sama tampak sangat menguntungkan di awal, tetapi menghadapi ujian berat ketika memasuki fase pembesaran skala dan pengetatan pembiayaan.

Euforia Fase Awal

Transportasi online pernah dipersepsikan sebagai solusi sempurna. Tarif murah, layanan cepat, dan insentif besar bagi pengemudi menciptakan situasi win-win. Di sisi lain, MBG hadir dengan narasi negara hadir secara nyata, langsung menyentuh kebutuhan dasar rakyat. Pada fase awal, hampir semua pihak merasa diuntungkan: penerima manfaat, pelaksana, hingga penyedia jasa.

Kesamaan ini bukan kebetulan. Keuntungan awal keduanya ditopang oleh subsidi besar. Transportasi online mengandalkan modal ventura dan strategi bakar uang. MBG mengandalkan kekuatan fiskal negara melalui APBN. Pada tahap ini, biaya riil belum sepenuhnya terasa, pengawasan belum ketat, dan risiko jangka panjang belum menjadi perhatian utama.

Skala Nasional dan Biaya yang Meningkat

Masalah mulai muncul ketika skala diperbesar. Transportasi online mengalami tekanan serius saat jumlah pengguna dan mitra pengemudi meningkat. Insentif membengkak, margin menyempit, dan konflik kepentingan tak terhindarkan. Tarif harus dinaikkan, insentif dipangkas, dan pada akhirnya publik mulai mempertanyakan keberlanjutan model bisnis tersebut.

MBG menghadapi tantangan serupa, bahkan lebih kompleks. Ketika cakupan program meluas secara nasional, persoalan logistik pangan, standar gizi, distribusi, pengawasan kualitas, hingga potensi pemborosan anggaran menjadi nyata. Biaya per porsi yang awalnya tampak terkendali berubah menjadi beban fiskal yang signifikan.

Dalam konteks ini, MBG bukan sekadar program sosial, melainkan kebijakan fiskal berskala besar. Tanpa perhitungan biaya yang matang dan sistem pengendalian yang kuat, program ini berisiko mengalami inefisiensi struktural.

Persamaan paling krusial antara MBG dan transportasi online adalah ketergantungan pada subsidi. Transportasi online bergantung pada keberlanjutan investasi. MBG sepenuhnya bergantung pada kesehatan fiskal negara. Selama anggaran tersedia, program berjalan lancar. Namun ketika tekanan fiskal meningkat—akibat perlambatan ekonomi atau prioritas belanja lain—keberlanjutan program akan diuji.

Pengalaman transportasi online menunjukkan bahwa ketika subsidi dikurangi, penyesuaian sering kali menimbulkan gejolak. Hal yang sama berpotensi terjadi pada MBG jika desain kebijakan tidak disiapkan untuk jangka panjang.

Keuntungan besar di fase awal sering kali menciptakan ilusi keberhasilan. Banyak pihak berbondong-bondong masuk sebagai mitra MBG dengan asumsi keuntungan stabil dan berkelanjutan. Padahal, sebagaimana transportasi online, fase awal justru belum mencerminkan biaya riil dan risiko sesungguhnya.

Seiring waktu, hanya pelaku yang memiliki efisiensi tinggi, tata kelola baik, dan kemampuan adaptasi yang mampu bertahan. Tanpa seleksi alam kebijakan yang sehat, MBG berisiko menjadi ladang spekulasi, bukan instrumen pembangunan manusia.

Dari Program Populis ke Kebijakan Berkelanjutan

MBG memiliki legitimasi moral dan sosial yang kuat. Namun legitimasi tersebut harus diikuti oleh rasionalitas kebijakan. Negara perlu memastikan bahwa program ini tidak berhenti pada simbol populisme, melainkan bertransformasi menjadi kebijakan institusional yang terukur, transparan, dan berbasis data.

Pelajaran dari transportasi online jelas: pertumbuhan cepat tanpa fondasi ekonomi yang kokoh akan berujung pada koreksi yang menyakitkan. Negara semestinya belajar dari pengalaman tersebut agar tidak mengulang kesalahan serupa dalam skala fiskal yang jauh lebih besar.

MBG dan transportasi online sama-sama mengajarkan satu hal penting: keuntungan awal bukan indikator keberhasilan jangka panjang. Keberhasilan sejati justru ditentukan oleh kemampuan mengelola fase sulit setelah euforia berlalu.

Masa depan MBG tidak ditentukan oleh besarnya anggaran semata, melainkan oleh ketepatan desain kebijakan, disiplin fiskal, dan konsistensi pengawasan. Tanpa itu, MBG berisiko menjadi program yang mengesankan di awal, tetapi rapuh ketika diuji waktu.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Khofifah: Museum Marsinah Edukasi Generasi Muda tentang Keberanian
• 5 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Italia Tangkap 7 Orang yang Galang Dana untuk Hamas
• 22 jam laludetik.com
thumb
Terima Laporan Danantara, Prabowo Percepat Kampung Haji dan Hunian Warga Terdampak Bencana
• 9 jam lalusuara.com
thumb
Arsenal kembali pimpin klasemen setelah tekuk Brighton 2-1
• 15 jam laluantaranews.com
thumb
Lirik Slipping Through My Fingers dan Maknanya
• 6 jam lalumedcom.id
Berhasil disimpan.