KPK Beber Alasan SP3 Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Konawe Utara yang Rugikan Negara Rp2,7 Triliun

fajar.co.id
3 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, cukup disesalkan sejumlah pihak.

Betapa tidak, kasus dugaan korupsi izin tambang ini diduga mengakibatkan kerugian negara yang tidak main-main. Jumlahnya diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun. Sayangnya, dalam perjalanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) malah menerbitkan SP3.

Ironisnya, meski SP3 sudah dilakukan KPK sejak 2024 lalu, namun baru terungkap pada akhir 2025 ini. Sejumlah pihak lantas menilai KPK tidak memiliki keseriusan dalam melakukan pemberantasan korupsi dengan nilai kerugian negara fantastis.

Kabar penerbitan SP3 sejak 2024 itu diakui KPK. “Benar (SP3 sejak 2024),” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Minggu (28/12).

Budi menilai keputusan ini tepat karena terdapat kendala dalam proses penyidikan. “Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3-nya (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” sebutnya.

Ia juga menyebut faktor kedaluwarsa sebagai pertimbangan lain. “Kemudian, dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” imbuhnya.

Menurut Budi, SP3 ini memberikan kejelasan hukum. “Artinya, pemberian SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum,” tuturnya.

Ia menambahkan bahwa langkah ini sesuai dengan asas pelaksanaan tugas KPK.

Kasus ini bermula ketika KPK pada 2017 menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman sebagai tersangka.

“Menetapkan ASW (Aswad Sulaiman) sebagai tersangka,” ucap Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, di Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2017).

Dugaan korupsi terkait pemberian izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi pada periode 2007-2009.

“Indikasi kerugian negara yang sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan produksi nikel, yang diduga diperoleh dari proses perizinan yang melawan hukum,” kata Saut saat itu. (fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pengamat: Nasib John Herdman tak Akan Sama dengan Patrick Kluivert
• 14 jam lalubola.com
thumb
5 Bahan Skincare untuk Jaga Kulit Tetap Sehat di Musim Hujan
• 15 jam lalubeautynesia.id
thumb
Kaget Disalip Pajero, Sopir Truk Boks Banting Setir hingga Terbalik di Jagorawi
• 22 jam laludetik.com
thumb
Presiden Prabowo Panggil Menteri Rosan, Bahas Sumatera hingga Kampung Haji
• 23 jam lalukompas.tv
thumb
Libur Nataru 2025/2026, Lalu Lintas Tol Naik 7,49 Persen, Ruas Solo–Yogyakarta Tertinggi
• 21 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.