REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) resmi melaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) perihal desakan agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk melanjutkan kembali penanganan kasus korupsi dalam pemberian izin pertambangan nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Surat pelaporan tersebut, MAKI kirimkan ke Kejagung pada Jumat (26/12/2025) menyusul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, akan menyeret KPK ke ranah hukum melalui praperadilan untuk menagih penjelasan resmi tentang penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) kasus korupsi di Konawe Utara itu. “Untuk praperadilan, pasti akan kami ajukan. Tetapi, yang paling penting itu sekarang, kami mendesak agar Jampidsus di Kejagung dapat melakukan penyidikan kasus yang di SP3 oleh KPK itu,” ujar Boyamin, Ahad (28/12/2025).
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});- Alasan KPK Hentikan Penyidikan Kasus Korupsi Izin Tambang Nikel di Konawe Utara
- Kejagung Didesak Ambil Alih Pengusutan Kasus Korupsi Izin Tambang Nikel di Sultra yang Disetop KPK
- KPK Hentikan Penyidikan Korupsi Izin Tambang Nikel yang Dinilai Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun
Boyamin menegaskan, publik patut kecewa dengan keputusan KPK dalam penghentian penyidikan kasus yang ditengarai merugikan keuangan negara setotal Rp 2,7 triliun itu. Apalagi kasus tersebut, pun kata Boyamin pada 2017, sudah mengumumkan tersangka, yakni Pt Bupati Konawe Utara 2007-2009, dan Bupati Konawe Utara 2011-2018 Aswad Sulaiman (ASW).
Dan dalam penyidikan yang dilakukan KPK saat menetapkan tersangka itu, disebutkan tentang rentetan bukti-bukti, kronologi, bahkan angka-angka kerugian keuangan negara, pun juga terkait penerimaan uang suap. Menurut Boyamin, dari hasil penyidikan yang dilakukan KPK saat penetapan tersangka Aswad Sulaiman itu, disebutkan perannya sebagai penyelenggara negara di level kabupaten yang memberikan izin penambangan nikel terhadap 17 perusahaan pertambangan nikel.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}
“Dan dalam penerbitan izin pertambangan nikel tersebut, dilakukan dengan percepatan, di mana dalam waktu satu hari, Aswad Sulaiman selaku bupati menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) nikel kepada 17 perusahaan tersebut,” ujar Boyamin.
Dari peran Aswad Sulaiman dalam melakukan percepatan pemberian izin pertambangan terhadap 17 perusahaan tambanga nikel hanya dalam satu hari itu, KPK pernah mengungkapkan status sebagai tersangka lantaran juga menerima imbalan uang setotal Rp 13 miliar dari perusahaan-perusahaan tambang nikel. “Karena itu, kami sangat menyesalkan penerbitan SP3 terkait penanganan dugaan korupsi tersebut oleh KPK. Padahal dalam penyidikan kasus tersebut, sudah ada penetapan tersangka,” ujar Boyamin.
Berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Boyamin, kasus korupsi pertambangan nikel itu lengkap bukti dengan kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,7 triliun. “Bahwa atas pemberian izin tersebut, negara mengalami kerugian yang cukup besar mencapai Rp 2,7 triliun,” ujar Boyamin.




