Ketika Laut Tak Bersahabat, Perempuan Pesisir Menjaga Nafas Ekonomi Keluarga

kumparan.com
10 jam lalu
Cover Berita

Bagi keluarga nelayan di pesisir Jakarta, laut bukan sekadar ruang kerja, melainkan penentu hidup sehari-hari. Dari hasil laut itulah dapur mengepul, anak-anak dapat terus bersekolah, dan kebutuhan rumah tangga dipenuhi. Namun laut juga menyimpan ketidakpastian. Ketika cuaca ekstrem datang dan nelayan tidak dapat melaut selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, ketahanan ekonomi keluarga segera diuji. Dalam situasi seperti inilah, perempuan pesisir kerap menjadi penopang utama ekonomi keluarga—meskipun peran tersebut jarang mendapat pengakuan yang setara.

Ketergantungan pada laut membawa risiko besar bagi nelayan kecil. Perubahan iklim, peningkatan frekuensi cuaca ekstrem, serta ketidakpastian musim membuat aktivitas melaut semakin sulit diprediksi. Laporan FAO dan IPCC menunjukkan bahwa nelayan skala kecil merupakan kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, terutama di wilayah pesisir yang padat penduduk dan mengalami tekanan ekologis tinggi (FAO, 2022; IPCC, 2022). Ketika laut tidak bersahabat, penghasilan nelayan terhenti, sementara kebutuhan hidup keluarga tetap harus dipenuhi.

Dalam kondisi tersebut, keluarga nelayan sering kali tidak memiliki banyak pilihan. Minimnya tabungan dan ketiadaan jaminan sosial membuat mereka rentan terjebak dalam utang demi memenuhi kebutuhan dasar. Laporan ILO mencatat bahwa pekerja di sektor informal, termasuk nelayan kecil, merupakan kelompok yang paling minim perlindungan sosial dan paling rentan terhadap guncangan ekonomi (ILO, 2021). Ketika sumber penghasilan utama terputus, beban ekonomi keluarga pun kerap bergeser ke ruang domestik, tempat perempuan mengambil peran yang semakin krusial.

Tulisan ini merupakan refleksi dari penelitian kualitatif yang dilakukan pada tahun 2023–2024 di tiga wilayah pesisir Jakarta, yaitu Muara Angke, Kali Baru, dan Cilincing. Penelitian ini didanai oleh KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia–Indonesia) dan berfokus pada ketahanan ekonomi keluarga nelayan dari perspektif gender serta inklusi sosial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa keluarga nelayan yang relatif mampu bertahan di tengah ketidakpastian umumnya memiliki satu kesamaan: perempuan yang aktif secara ekonomi dan memiliki peran signifikan dalam pengelolaan keuangan rumah tangga.

Ketika suami tidak dapat melaut akibat cuaca buruk atau musim paceklik, penghasilan perempuan sering kali menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bentuk pekerjaan yang dijalani perempuan pesisir sangat beragam. Sebagian bekerja sebagai buruh pabrik atau pegawai kantor, sementara yang lain berdagang kecil-kecilan, membuka usaha rumahan, atau bekerja di sektor informal khas pesisir. Di Muara Angke, misalnya, banyak perempuan bekerja sebagai pengupas kerang. Pekerjaan ini dilakukan dalam jam kerja yang panjang, dengan upah relatif rendah, serta sangat bergantung pada ketersediaan hasil laut.

Situasi berbeda terlihat di Kali Baru. Di kawasan ini, perempuan terlibat dalam kegiatan pengolahan limbah kerang hijau menjadi berbagai produk rumah tangga, seperti aksesori, perlengkapan sanitasi, hingga bahan bangunan sederhana seperti batako. Kegiatan ini tidak hanya memberikan tambahan pendapatan, tetapi juga membuka ruang bagi perempuan untuk mengembangkan keterampilan, memperluas jejaring sosial, dan meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan ekonomi. UN Women mencatat bahwa keterlibatan perempuan dalam aktivitas ekonomi produktif berkontribusi signifikan terhadap peningkatan posisi tawar mereka di tingkat rumah tangga dan komunitas (UN Women, 2021).

Perbedaan jenis pekerjaan dan akses terhadap kegiatan produktif ini berpengaruh langsung terhadap pola pengelolaan keuangan keluarga. Perempuan yang memiliki pendapatan tambahan cenderung lebih mampu mengatur pengeluaran rumah tangga, menentukan prioritas kebutuhan, serta mengalokasikan dana untuk kebutuhan yang dianggap mendesak, termasuk pendidikan anak. Dalam banyak kasus, perempuan menjadi aktor utama dalam menentukan bagaimana uang dibelanjakan, disimpan, atau digunakan untuk menghadapi masa sulit. Hal ini sejalan dengan temuan Chant yang menunjukkan bahwa perempuan dalam rumah tangga miskin sering kali berperan sebagai “penyangga terakhir” ekonomi keluarga ketika sektor utama mengalami krisis (Chant, 2014).

Namun demikian, penelitian ini juga mengungkap tantangan besar yang masih dihadapi perempuan pesisir. Kesadaran akan pentingnya menabung dan perencanaan keuangan jangka panjang masih rendah. Sebagian besar pendapatan, baik dari hasil melaut maupun dari pekerjaan perempuan, cenderung langsung dihabiskan untuk kebutuhan sehari-hari. Bank Dunia mencatat bahwa rendahnya literasi keuangan merupakan salah satu hambatan utama bagi pekerja informal untuk membangun ketahanan ekonomi jangka panjang (World Bank, 2020).

Pola ini didorong oleh persepsi bahwa uang akan selalu bisa dicari kembali selama masih ada laut dan pekerjaan. Akibatnya, perencanaan keuangan jangka panjang tidak dianggap sebagai kebutuhan mendesak. Ketika kondisi darurat terjadi—seperti sakit, kecelakaan kerja, atau kebutuhan mendadak lainnya—keluarga nelayan tidak memiliki cadangan keuangan yang memadai. Dalam situasi seperti ini, utang menjadi pilihan yang sulit dihindari, sekaligus memperpanjang siklus kerentanan ekonomi.

Dalam perspektif Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), kondisi ini menunjukkan beban ganda yang dipikul perempuan pesisir. Di satu sisi, mereka bertanggung jawab atas pekerjaan domestik, seperti mengurus rumah dan anak. Di sisi lain, mereka juga dituntut berkontribusi secara ekonomi untuk menutup ketidakpastian pendapatan suami. UN Women dan ILO menegaskan bahwa perempuan di sektor informal sering kali menghadapi keterbatasan akses terhadap literasi keuangan, layanan perbankan yang inklusif, serta jaminan sosial yang sesuai dengan kondisi kerja mereka (UN Women, 2021; ILO, 2021).

Di Indonesia, berbagai kajian kebijakan juga menunjukkan bahwa pekerja sektor informal pesisir masih menjadi kelompok yang paling sulit dijangkau oleh skema perlindungan sosial formal (Bappenas & TNP2K, 2020). Sifat pekerjaan nelayan yang tidak tetap dan bergantung pada musim membuat mereka kerap tidak memenuhi persyaratan administratif untuk mengakses layanan keuangan dan jaminan sosial. Kondisi ini semakin memperbesar beban yang harus ditanggung perempuan pesisir dalam menjaga keberlangsungan ekonomi keluarga.

Padahal, temuan penelitian menunjukkan bahwa perempuan pesisir memiliki potensi besar sebagai agen ketahanan ekonomi keluarga. Dengan pendapatan tambahan dan kemampuan mengelola keuangan, mereka mampu menjaga stabilitas rumah tangga bahkan ketika laut tidak bersahabat. Keputusan-keputusan kecil yang mereka ambil di darat—mulai dari mengatur belanja harian hingga menentukan prioritas kebutuhan—memiliki dampak besar terhadap keberlangsungan hidup keluarga nelayan.

Oleh karena itu, upaya memperkuat sektor perikanan tidak dapat hanya berfokus pada peningkatan produksi atau hasil tangkapan. Kebijakan pesisir perlu secara serius mengintegrasikan perspektif gender dan inklusi sosial. Program pemberdayaan perempuan pesisir seharusnya tidak hanya menekankan peningkatan keterampilan produksi, tetapi juga penguatan literasi keuangan, kesadaran menabung, serta perluasan akses terhadap perlindungan sosial yang sesuai dengan realitas kerja di sektor perikanan.

Pengalaman perempuan pesisir Jakarta memberikan pelajaran penting bahwa ketahanan ekonomi keluarga nelayan tidak hanya ditentukan oleh apa yang terjadi di laut, tetapi juga oleh strategi yang dijalankan di darat. Ketika laut tak bersahabat, perempuanlah yang memastikan roda kehidupan keluarga tetap berputar. Mengakui dan mendukung peran perempuan pesisir bukan semata soal keadilan gender, melainkan strategi nyata untuk membangun ketahanan sosial ekonomi wilayah pesisir yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di tengah krisis iklim dan ketidakpastian ekonomi yang kian meningkat.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Gus Ipul: PBNU Kembali Guyub
• 21 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Mengenal Mendiang Romo FX Mudji Sutrisno, Rohaniawan yang Juga Dosen Filsafat
• 7 jam lalufajar.co.id
thumb
Aroma Santa Rally, Bursa Eropa Dekat Rekor Jelang Akhir Tahun 2025
• 17 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
Tips Menyiapkan iPad Agar Ramah Anak, Gunakan Fitur Screen Time
• 9 jam lalugenpi.co
thumb
Dianggap Menyebalkan, Ini 5 Zodiak Paling Dibenci Banyak Orang
• 12 jam lalutabloidbintang.com
Berhasil disimpan.