Jakarta, CNBC Indonesia -Tanpa disadari, setiap orang menghirup, makan, dan minum serpihan kecil sampah plastik yang dikenal sebagai mikroplastik dan nanoplastik setiap harinya.
Penelitian telah mengidentifikasi kemungkinan hubungan mikroplastik dengan masalah serius termasuk beberapa jenis kanker, masalah pernapasan, serangan jantung, dan penyakit radang usus.
Dalam studi yang dipublikasikan Environmental Science & Technology, para peneliti mengungkap bahwa masyarakat Indonesia paling banyak mengonsumsi mikroplastik di dunia. Menurut penelitian itu, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan. Posisi Indonesia kemudian diikuti Malaysia dan Filipina yang masyarakatnya juga paling banyak mengonsumsi mikroplastik di dunia.
Sumber mikroplastik terbesar menurut studi
Mikroplastik didefinisikan sebagai partikel plastik yang ukurannya kurang dari 5 mm. Partikel-partikel ini ditemukan di mana-mana, termasuk di lautan, tanah, air minum, makanan, dan bahkan udara. Namun, asal-usul partikel ini seringkali tidak terlihat.
Mengutip data dari IUCN, CSIRO, dan Elsevier, berikut adalah sumber mikroplastik terbesar, seperti dirangkum oleh Visual Capitalist:
Pangsa Mikroplastik Primer Global (2020-2023)
- Tekstil Sintetis - 34,8%
- Keausan Ban - 28,3%
- Debu Kota - 24,2%
- Marka Jalan - 7,0%
- Pelapis Kelautan - 3,7%
- Mikroplastik Produk Perawatan Pribadi - 2,0%
- Pelet Plastik ("Nurdles") - 0,3%
Cara Mikroplastik Masuk ke Lingkungan
Mikroplastik masuk ke lingkungan dalam dua bentuk utama yakni primer dan sekunder.
Mikroplastik primer dilepaskan langsung ke lingkungan dalam ukuran mikroskopis. Ini termasuk:
- Serat yang terlepas dari pencucian kain sintetis seperti poliester, nilon, atau akrilik.
- Debu karet yang aus dari ban mobil dan truk selama penggunaan normal.
- Fragmen dalam debu kota dari abrasi cat, sol sepatu, furnitur, dan lapisan bangunan.
- Pelet plastik yang hilang selama pembuatan atau pengiriman plastik.
Mikroplastik sekunder, di sisi lain, terbentuk ketika puing-puing plastik yang lebih besar seperti tas, botol, atau alat pancing terurai seiring waktu karena sinar matahari, gelombang laut, dan pelapukan. Partikel-partikel ini terurai menjadi bagian-bagian yang semakin kecil, dan akhirnya menjadi mikroplastik.
Kedua jenis tersebut bersifat persisten, meluas, dan semakin banyak ditemukan bahkan di ekosistem yang paling terpencil sekalipun. Penelitian menunjukkan bahwa arus atmosfer pun dapat mengangkut partikel mikroplastik melintasi benua dan lautan.
(hsy/hsy)



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2021%2F11%2F24%2F886b3f7b-74be-4d44-a95a-8789dd405ec8.jpg)
