Pulau Obi di Maluku Utara dikenal sebagai salah satu wilayah kaya sumber daya nikel Indonesia. Namun di balik geliat industri tambang, perlu tanggung jawab besar untuk memastikan alam dan kehidupan di sekitarnya tetap lestari.
Harita Nickel, perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, menyadari aktivitas tambang tak bisa hanya berorientasi ekonomi.
Diperlukan langkah nyata untuk memulihkan dan meningkatkan kualitas lingkungan lahan bekas tambang agar kembali berfungsi secara produktif, aman, dan berkelanjutan secara ekologis maupun sosial-ekonomi.
Melalui reklamasi berbasis ekosistem, perusahaan menjalankan program pemulihan lahan bekas tambang secara terencana dan berkelanjutan, bukan sekadar memenuhi kewajiban regulasi.
Reklamasi sering kali dipahami sebagai rutinitas administratif: menutup lahan bekas tambang dengan tanah dan menanam pohon. Namun Harita Nickel memandangnya sebagai proses ilmiah yang kompleks, memadukan kajian lingkungan, pemilihan vegetasi, serta pemberdayaan masyarakat agar lahan benar-benar pulih dan hidup kembali.
"Reklamasi bukan sekadar pemenuhan kewajiban bagi perusahaan, melainkan wujud tanggung jawab ekologis jangka panjang. Setiap tahapan reklamasi kami rancang dengan mempertimbangkan kondisi ekosistem Pulau Obi, agar pemulihan lingkungan dapat berjalan berkelanjutan,” ujar Retno Dewi Handayani S selaku Environmental & Green Mining Manager Harita Nickel.
Pendekatan itu membuat kegiatan reklamasi yang dilakukan Harita Nickel menjadi bagian integral dari strategi pertambangan berkelanjutan perusahaan, dengan perencanaan yang berbasis data, riset lapangan, dan hasil pemantauan berkelanjutan.
Menurut Sustainability Report 2024 Harita Nickel, hingga akhir tahun lalu perusahaan telah mereklamasi 231,53 hektare lahan bekas tambang di Pulau Obi, meningkat dari 197 hektare pada 2023.
Salah satu area yang menjadi contoh nyata keberhasilan reklamasi adalah Pit Komodo, bekas area tambang seluas 11,82 hektare yang kini berubah menjadi kawasan hijau setelah ditanami jenis tanaman pionir cepat tumbuh dan lokal sejak 2019.
Pepohonan yang ditanam kini telah membentuk tutupan tajuk yang saling menyatu, menciptakan kanopi vegetasi yang semakin rapat. Kondisi ini menjadi indikator penting keberhasilan ekologis, karena berperan menurunkan suhu permukaan tanah sekaligus meningkatkan kelembaban mikro di kawasan reklamasi.
Selain itu, satwa-satwa lokal mulai kembali berdatangan ke kawasan ini. Beberapa jenis burung, serangga, hingga reptil kini dapat dijumpai di area reklamasi Pit Komodo. Seperti Burung madu sahul (Cinnyris frenatus), Ular tambang abu (Dendrelaphis modestus), Bunglon jambul hijau (Bronchocela cristatella) dan Soa-soa (Hydrosaurus amboinensis).
Soa-soa merupakan salah satu jenis reptil kadal besar asli wilayah timur Indonesia yang dikenal lincah memanjat pepohonan sekaligus piawai berenang di perairan sekitarnya.
Kehadiran berbagai satwa tersebut menjadi indikator bahwa rantai makanan alami dan keseimbangan ekosistem mulai pulih secara bertahap. Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa lahan bekas tambang memiliki potensi untuk kembali berfungsi sebagai habitat yang sehat dan produktif.
Tahapan reklamasi yang dilakukan perusahaan mulai dari kegiatan pengamanan topsoil/tanah pucuk, penataan lahan, pengendalian erosi, penanaman dan pemeliharaan tanaman, serta pemantauan.
Program reklamasi terus dilaksanakan secara progresif dan berkelanjutan, dengan target penambahan area reklamasi baru seluas 66 hektare pada 2025 sebagai bagian dari komitmen pemulihan lingkungan jangka panjang.
“Reklamasi di Pit Komodo menjadi bukti bahwa upaya pemulihan lingkungan dapat berjalan efektif. Keberhasilan ini memperkuat komitmen kami untuk terus melaksanakan reklamasi sesuai regulasi di lahan bekas tambang selanjutnya,” terang Retno Dewi Handayani S, Environmental & Green Mining Manager Harita Nickel.
Reklamasi Berbasis Ekosistem LokalKeunikan reklamasi yang dijalankan Harita Nickel terletak pada pendekatan berbasis ekosistem Pulau Obi.
Perusahaan tidak serta merta menanam jenis tanaman seragam, melainkan menyesuaikan dengan karakteristik tanah, curah hujan, serta kemampuan regenerasi alami di setiap lokasi, sehingga proses pemulihan berlangsung lebih selaras dengan kondisi alam setempat.
Beberapa jenis tanaman yang digunakan Harita Nickel dalam reklamasi mencakup:
Tanaman penutup (Cover Crop), rumput, dan Sereh Wangi dengan fungsi utama penutup tanah untuk melindungi dari erosi dan meningkatkan kesuburan tanah
Tanaman pionir, seperti Sengon Laut, Kayu Putih, dan Mahoni, sebagai perintis pemulihan ekosistem yaitu mempercepat pertumbuhan dan menyediakan kondisi lebih baik agar spesies tumbuhan lain bisa tumbuh
Tanamaan lokal, seperti Cemara laut, Gofasa, dan Jabon Merah, spesies lokal yang memperkaya keanekaragaman hayati, membentuk ekosistem hutan alami, dan memperkuat struktur hutan jangka panjang.
Untuk mendukung proses revegetasi, Harita Nickel memiliki fasilitas pembibitan (nursery) seluas 2,8 hektare dengan kapasitas total nursery hingga 400.000 bibit. Teknik penanaman dilakukan dengan perbaikan tanah menggunakan bahan organik lokal, sehingga tingkat kelangsungan hidup tanaman (survival rate) tetap tinggi.
“Kami memastikan setiap tanaman yang ditanam di area reklamasi dapat tumbuh baik sesuai dengan karakteristik alam Pulau Obi. Fokusnya bukan sekadar menghijaukan lahan, tetapi memastikan tanaman dapat tumbuh secara alami dalam jangka panjang,” ujar Retno Dewi.
Berdasarkan CSR Annual Report Harita Nickel 2024, kegiatan reklamasi tidak hanya fokus pada pemulihan alam, tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar.
Misalnya, Warga Desa Kawasi, dilibatkan dalam proses pembibitan, penanaman, hingga pemeliharaan vegetasi. Selain menciptakan lapangan kerja baru, pendekatan ini menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa keberlanjutan tambang adalah tanggung jawab bersama.
Transparansi dan Pengawasan KetatKegiatan reklamasi yang dijalankan Harita Nickel dilengkapi dengan sistem pemantauan berbasis indikator lingkungan, mulai dari stabilitas lereng, kualitas tanah, hingga keanekaragaman hayati.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodlik bersama tim teknis serta lembaga independen, guna memastikan capaian reklamasi yang terukur dan berkelanjutan.
Pendekatan ini membuat perusahaan menerima penghargaan PROPER Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2024, sebagai pengakuan atas pengelolaan lingkungan yang konsisten.
Melalui reklamasi berbasis ekosistem, Harita Nickel ingin menunjukkan kegiatan tambang dapat berkontribusi positif terhadap lingkungan, asalkan dikelola dengan perencanaan dan tanggung jawab.
Upaya ini sejalan dengan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dan mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) dan SDG 15 (Ekosistem Darat).
“Melalui reklamasi, kami ingin meninggalkan jejak yang baik, bahwa lahan yang dikelola dapat kembali menjadi ruang hidup yang seimbang bagi manusia dan alam,” pungkas Retno Dewi.
Reklamasi yang dilakukan Harita Nickel di Pulau Obi menjadi contoh bagaimana pertambangan dapat dijalankan secara bertanggung jawab. Dengan riset ilmiah, pemilihan tanaman yang sesuai, serta keterlibatan masyarakat, lahan bekas tambang kini tumbuh kembali menjadi ruang hijau yang hidup.





