Disparitas Harga Beras Tinggi, Distribusi Jadi Problem Utama

kompas.id
8 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS — Hingga akhir 2025, harga rerata beras medium di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya Papua, belum terjinakkan. Ini membuat disparitas harga beras antardaerah tinggi. Problem utamanya bukan pada stok beras nasional, melainkan pemerataan distribusi.

Dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Senin (29/12/2025), Kantor Staf Presiden (KSP) mengategorikan beras medium di zona 3 berstatus tidak aman dengan disparitas harga tinggi. Zona 3 mencakup wilayah Papua dan Maluku.

Per pekan IV Desember 2025, harga rerata nasional beras medium di zona 3 mencapai Rp 18.652 per kilogram (kg). Harga tersebut 20,34 persen di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium di tingkat konsumen di zona 3 yang ditetapkan pemerintah Rp 15.500 per kg.

Harga beras medium tertinggi berada di tiga kabupaten di Papua Tengah, yakni Intan Jaya (Rp 50.000 per kg), Puncak (Rp 45.000 per kg), dan Puncak Jaya (Rp 30.000 per kg). Ini membuat disparitas harga beras medium antardaerah tinggi, yakni mencapai 30,49 persen.

Selain itu, KSP juga mencatat, per 27 Desember 2025, realisasi penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) mencapai 777.800 ton. Realisasi itu baru 51,86 persen dari target penyaluran tahun ini yang sebanyak 1,5 juta ton.

”Kondisi itu menunjukkan tantangan stabilisasi harga beras saat ini bukan pada ketersediaan stok nasional, melainkan pada efektivitas penyaluran di wilayah berharga tinggi, terutama Indonesia bagian timur,” ujar Pelaksana Tugas Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan KSP Popy Rufaidah.

Minimnya perubahan harga beras di wilayah timur adalah sinyal intervensi biasa belum memadai.

Ia juga menilai minimnya perubahan harga beras di wilayah timur adalah sinyal intervensi biasa belum memadai. Hal ini terjadi lantaran wilayah tersebut mengalami keterbatasan logistik dan ketergantungan pasokan dari luar daerah sehingga membuat biaya angkut tinggi.

Selain itu, daerah-daerah itu juga belum memiliki stok penyangga pangan yang cukup kuat untuk meredam gejolak pasokan dan harga. Untuk itu, diperlukan beberapa langkah intervensi yang lebih spesifik untuk karakter daerah di Indonesia timur.

Baca JugaHarga Pangan Merangkak Naik di Tengah Bencana dan Jelang Natal

Yang paling utama, lanjut Popy, perkuat cadangan pangan pemerintah daerah (CPPD). CPPD ini dapat berfungsi sebagai ”bantalan” agar pemerintah daerah bisa cepat menambah pasokan ketika harga mulai naik tanpa menunggu pengiriman dari pusat atau daerah lain.

”Selain itu, optimalkan distribusi beras SPHP secara lebih terjadwal dan merata di titik-titik yang harga berasnya tinggi, termasuk di pasar-pasar rakyat di daerah-daerah tersebut,” katanya.

Sebenarnya, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Harga Beras sejak 20 Oktober 2025. Bahkan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah merintis penambahan stok beras di wilayah Papua.

Pada 9 Desember 2025, Bapanas menggelar program penyaluran 827,5 ton beras secara serentak di 42 kabupaten/kota di enam provinsi di Papua. Penyaluran beras itu bakal melibatkan 32 gudang filial Bulog di daerah-daerah tersebut.

Ketua Pengarah Satgas Pengendalian Harga Beras dan juga Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syahardiantono mengungkapkan, tambahan pasokan beras ke 32 gudang filial di wilayah Papua telah dilakukan. Melalui optimalisasi gudang-gudang filial itu, distribusi beras SPHP ke daerah-daerah yang sulit terjangkau mulai dapat diatasi secara bertahap.

”Sebelum satgas terbentuk, realisasi beras SPHP di wilayah Papua sebanyak 11.162 ton. Namun, setelah ada satgas, realisasinya hingga 24 Desember 2025 meningkat sebesar 71,35 persen menjadi 19.126 ton,” katanya melalui siaran pers.

Dari total CBP itu, realisasi penyalurannya sebanyak 10.983,44 ton atau baru 45,86 persen.

Daerah bencana Sumatera

Dalam rapat pengendalian inflasi tersebut juga terungkap, indeks perkembangan harga (IPH) beras di sejumlah daerah bencana di Sumatera naik per pekan IV Desember 2025. Distribusi beras di daerah-daerah tersebut juga masih belum optimal lantaran masih ada hambatan di sejumlah titik jalur logistik.

Badan Pusat Statistik mencatat, daerah yang mengalami perubahan IPH tertinggi adalah Kabupaten Nias Utara di Sumatera Utara (Sumut) dan Kabupaten Bireuen di Aceh dengan perubahan IPH masing-masing sebesar 12,36 persen dan 10,63 persen. Andil beras terhadap perubahan IPH di Nias Utara sebesar 3,4 persen, sedangkan di Bireuen sebesar 1,82 persen.

Baca JugaButuh Setahun Pulihkan Mata Pencarian Petani Padi Terdampak Bencana di Sumatera

Sementara merujuk data Bapanas, total alokasi CBP untuk bantuan pangan bagi 49 daerah yang terdampak bencana di Aceh, Sumut, dan Sumatera Barat (Sumbar) sebanyak 23.947,65 ton. Dari jumlah itu, Aceh sebanyak 16.289,44 ton, Sumut 6.527,52 ton, dan Sumbar 1.130,72 ton.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pangan Bapanas Kelik Budiana menuturkan, dari total CBP itu, realisasi penyalurannya sebanyak 10.983,44 ton atau baru 45,86 persen. Realisasi itu masih belum optimal lantaran pendistribusian terhambat kondisi alam.

”Saat ini, kami terus berupaya mempercepat penyaluran bantuan beras itu sesuai dengan kondisi daerah yang terdampak bencana dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan Bulog,” tuturnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
30 Ribu Peserta Ramaikan Jalan Sehat Batu Licin Festival 2025
• 20 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kapan Puasa Ayyamul Bidh di Bulan Rajab 1447 H? Simak Jadwal, Niat dan Keutamaannya
• 20 jam lalutvonenews.com
thumb
Harga Emas Galeri 24, UBS, Antam dan Antam Retro Hari Ini 29 Desember
• 12 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
LaLiga Award 2025: Barcelona dominasi peraih penghargaan
• 17 jam laluantaranews.com
thumb
ADOR Akhirnya Ungkap Nasib NewJeans, Keputusan Danielle Jadi Sorotan
• 7 jam laluintipseleb.com
Berhasil disimpan.