JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyesalkan pendekatan aparat yang dinilainya bersifat represif saat mengusir massa buruh dari area Istana Negara, Jakarta Pusat, dalam demo hari ini, Senin (29/12/2025).
Dalam aksi tersebut, ia menyebut mobil komando peserta diderek secara paksa dan para peserta dipaksa mundur dari area Istana Negara.
"Hari-hari ini kita dipertontonkan bagaimana mungkin mobil komando para aksi, peserta aksi, diderek. Para peserta aksi didorong. Pasti ada yang menyuruh secara militeristik. Ini sudah kembali ke zaman militeristik," ucap Said di sekitaran Monas, Jakarta Pusat, Senin.
Baca juga: Sindiran Buruh soal UMP Jakarta: Gaji Pekerja SCBD Kalah dari Buruh Pabrik Karawang
Said menilai tindakan aparat kepolisian yang menghalangi massa mendekat ke Istana merupakan tanda mundurnya demokrasi di Indonesia.
Ia bahkan menyebut Istana kini diperlakukan sebagai tempat "sakral" yang tak boleh disentuh rakyat.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Said Iqbal, demo di jakarta hari ini, Demo buruh di Jakarta, buruh tolak ump jakarta 2026&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yOS8xNDA5NTExMS9idXJ1aC1zZXNhbGthbi1tb2JpbC1rb21hbmRvLXBlc2VydGEtZGVtby10YWstYm9sZWgtYmVyYWRhLWRpLWRlcGFu&q=Buruh Sesalkan Mobil Komando Peserta Demo Tak Boleh Berada di Depan Istana Negara§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `"Seyogyanya (aksi) di depan Istana Negara, tetapi teman-teman bisa lihat, demokrasi di Indonesia makin mundur. Istana tidak boleh menjadi tempat yang sakral, yang tidak boleh didatangi oleh rakyatnya, termasuk oleh buruh," jelas Said.
Menurut dia, Istana Negara dan Gedung DPR RI seharusnya menjadi tempat bagi rakyat, mulai dari buruh, petani, nelayan, hingga mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi secara langsung.
"Harusnya Istana itu terbuka untuk mendengar aspirasi masyarakat. Memangnya Pak Presiden enggak mau mendengarkan aspirasi kami?" kata Said.
Tak hanya melakukan protes di lapangan, Said menyatakan akan segera melaporkan dugaan pendekatan represif ini kepada tokoh-tokoh dalam Tim Reformasi Hukum.
"Kami akan menghadap Profesor Jimly (Asshiddiqie) dan Profesor Mahfud (MD) habis ini. Sepertinya reformasi kepolisian yang ditunggangi oleh oknum kementerian tertentu sehingga pendekatannya adalah militeristik ini harus direformasi secepatnya," ungkap Said.
Baca juga: Penampakan Papan Reklame di Mal Sarinah Usai Terbakar, Kini Ditutup Kain Hitam
Ia menegaskan, bukan hanya institusi kepolisian yang perlu direformasi, tetapi juga oknum yang mencoba mengendalikan polisi untuk bertindak keras terhadap rakyat.
Terkait rencana pertemuan tersebut, Said mengaku telah menghubungi Jimly melalui telepon dan pesan singkat, meski belum mendapat jadwal pasti.
"Tadi saya sudah telepon Pak Jimly, saya minta bertemu dan mudah-mudahan akan diatur. Saya belum menerima jawaban, baru WA tadi. Ya mudah-mudahan bisa bertemu," tuturnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat Iptu Ruslan Basuki membantah adanya penderekan mobil komando di depan Istana Negara.
"Izin, bukan diderek dan bukan depan Istana Negara. Informasinya mobil komando sebelum aksi dimulai parkir depan Gedung Indosat dan diarahkan oleh petugas agar pindah ke titik tempat massa aksi, yaitu di jalan merdeka Selatan," jelas Basuki ketika dihubungi Kompas.com, Senin.





