ANGGOTA Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah, mengecam keras aksi pembongkaran rumah dan pengusiran terhadap Nenek Elina di Surabaya, Jawa Timur. Ia menegaskan bahwa tindakan sepihak tersebut merupakan pelanggaran hukum berat karena dilakukan tanpa melalui prosedur hukum yang sah.
Abdullah menyoroti fakta bahwa pembongkaran tersebut dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Ia meminta aparat kepolisian untuk tidak membiarkan tindakan semena-mena ini berlalu tanpa konsekuensi hukum.
“Pembongkaran rumah warga tidak boleh dilakukan secara sepihak. Negara kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Siapa pun yang terlibat harus diproses secara serius dan profesional,” tegas Abdullah melalui keterangannya, Senin (29/12).
Selain masalah prosedur hukum, Abdullah juga memberikan perhatian khusus pada keterlibatan sekelompok orang yang diduga preman dengan mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan (ormas). Ia menilai praktik premanisme yang bersembunyi di balik atribut organisasi adalah ancaman serius bagi keamanan masyarakat.
"Premanisme yang berlindung di balik atribut ormas tidak boleh dibiarkan tumbuh subur. Ini mencederai hukum dan menciptakan ketakutan di tengah masyarakat, terutama terhadap warga kecil dan rentan seperti Nenek Elina," ujarnya.
Sebagai anggota komisi yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan, Abdullah mendesak pihak Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya untuk segera menyeret para pelaku ke meja hijau. Ia memperingatkan bahwa pembiaran terhadap kasus seperti ini dapat menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
"Saya meminta kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan kepada negara karena hukum kalah oleh aksi premanisme," kata Abdullah.
Ia kembali mengingatkan bahwa negara memiliki kewajiban mutlak untuk melindungi hak setiap warga negara atas tempat tinggal yang layak dan rasa aman. Abdullah berharap kasus Nenek Elina menjadi pengingat bagi semua pihak agar tidak ada lagi aksi pengusiran paksa yang mengangkangi hukum di masa mendatang. (H-4)





