Jakarta, tvOnenews.com - Harga saham hari ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah satu yang kerap muncul di penghujung tahun adalah fenomena “window dressing”.
Fenomena musiman ini seringkali menciptakan peluang trading yang menarik, terutama bagi kamu yang baru memulai investasi saham sekarang.
Apa itu window dressing di pasar saham dan bagaimana cara kerjanya?
Secara sederhana, window dressing adalah strategi yang dilakukan oleh manajer investasi atau institusi keuangan untuk mempercantik tampilan portofolio mereka menjelang tutup buku akhir tahun. Bayangkan seperti membersihkan dan menata rumah sebelum tamu penting datang.
Caranya, mereka biasanya akan menjual saham-saham yang kinerjanya buruk sepanjang tahun dan membeli saham-saham unggulan yang berkinerja baik.
Tujuannya, agar laporan kinerja yang diterima klien atau investor terlihat lebih baik, seolah-olah portofolio itu selalu diisi oleh pilihan saham terbaik.
Aksi beli besar-besaran terhadap saham-saham berkualitas inilah yang kemudian mendorong kenaikan harga saham hari ini, khususnya di akhir tahun.
Data historis menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup sering mencatatkan kinerja positif di bulan Desember. Dalam 11 tahun terakhir (2014-2024), IHSG ditutup menguat di 9 bulan Desember, dengan tingkat keberhasilan sekitar 81.8%. Meski tidak mutlak terjadi setiap tahun, pola ini menjadi perhatian banyak pelaku pasar.
Saham apa yang sering diuntungkan oleh window dressing?
Lalu, saham jenis apa yang biasanya diburu dalam momen ini? Umumnya, dana institusi akan mengalir ke saham-saham yang likuid dan memiliki kapitalisasi pasar besar, karena lebih mudah dibeli dalam jumlah banyak tanpa menyebabkan gejolak harga yang tidak wajar.
Saham-saham incaran tersebut seringkali berasal dari:
- Indeks utama seperti LQ45 dan IDX30.
- Sektor perbankan (big banks) seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI.
- Saham blue-chip dari berbagai sektor, terutama yang memiliki fundamental kuat namun harga saham saat ini dinilai masih menarik atau undervalued.
Analis pasar kerap menyoroti saham-saham yang Price to Book Value (PBV)-nya lebih rendah dari rata-rata historisnya sebagai kandidat potensial untuk mendapatkan sentuhan window dressing.


