Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penghentian perkara atau SP3 dugaan korupsi tambang nikel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan AS selaku mantan Bupati Konawe Utara.
Menurut ICW, SP3 yang dikeluarkan oleh KPK bukan hanya menambah daftar panjang perkara yang dihentikan, namun juga dapat dilihat sebagai hasil dari penghancuran KPK secara sistemik pada 2019 lalu.
Advertisement
"ICW sejak awal mengkritisi mekanisme KPK yang dapat mengeluarkan SP3 karena rawan dijadikan bancakan korupsi. Penghentian perkara dapat berpotensi bukan didasarkan atas pandangan objektif, melainkan dari penilaian subjektif yang sulit untuk ditagih akuntabilitasnya oleh publik," ujar Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangannya, Senin (29/12/2025).
ICW mencatat, KPK menyampaikan bahwa SP3 dikeluarkan pada Desember 2024. Selain itu, berdasarkan penelusuran ICW, laporan tahunan KPK dan Dewan Pengawas KPK, nama AS tidak masuk di dalam laporan tersebut.
"ICW mempertanyakan mengapa KPK butuh waktu 1 tahun untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik? Mengapa informasi tersebut tidak segera disampaikan kepada publik?," ujarnya.
Ia mengingatkan, berdasarkan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 19/2019 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan ke Dewas paling lambat 14 hari terhitung sejak dikeluarkannya SP3.
"Jadi publik patut mempertanyakan, apa alasan KPK tidak berlaku transparan?," tegasnya.



