Jakarta, VIVA – Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto berpendapat, penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) perlu dikendalikan agar tingkat pertumbuhan ekonomi dapat terjaga.
“SRBI memang ada fungsi positifnya untuk stabilitas, tetapi ada sisi lain, yaitu bank makin enggan (menyalurkan kredit),” kata Eko dalam Diskusi Publik Indef, Senin, 29 Desember 2025.
Dia mengaku melihat adanya tren peningkatan ketergantungan terhadap SRBI oleh perbankan. Sebab menurutnya, SRBI umumnya digunakan untuk mengatasi permasalahan jangka pendek, seperti masalah instabilitas ekonomi. Dalam konteks ini, SRBI diterbitkan untuk menyerap likuiditas.
- Dok. VIVA.co.id
Namun, perbankan bisa mendapatkan imbal hasil tanpa menyalurkan kredit melalui pembelian SRBI. Implikasinya, stabilitas rupiah bisa dijaga, namun efektivitas fungsi kebijakan ekonomi lainnya terganggu, yaitu terkait tugas mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Jadi, makin dikeluarkan SRBI, maka perbankan makin enggan menyalurkan uangnya untuk sektor riil, karena tanpa ngapa-ngapain bunganya jauh lebih menarik,” ujarnya.
Jika tren itu berlanjut, Eko berpendapat bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen akan makin sulit dijangkau.
"Sisi surat berharga negara (SBN) juga harus berupaya untuk disesuaikan. Dari sisi SRBI-nya pun, menurut saya, harus dikurangi penggunaannya,” ujarnya.
Sebagai catatan, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi instrumen moneter SRBI turun dari Rp 916,97 triliun pada awal tahun 2025, menjadi Rp 735,67 triliun pada 16 Desember 2025.
Di sisi lain, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa bank sentral membeli SBN sebagai bentuk sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang hingga 16 Desember 2025 mencapai Rp 327,45 triliun. Hal itu termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp 241,99 triliun.
Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.


