ANCAMAN letusan gunung api terbesar di dunia mungkin tidak datang dari gunung-gunung terkenal yang selama ini diawasi, melainkan dari gunung api yang nyaris tak diperhatikan. Mengutip dari laman Live Science, para ilmuwan memperingatkan bahwa gunung api tersembunyi atau yang tampak tidak aktif justru berpotensi menimbulkan risiko global paling besar karena minim pemantauan dan kerap diremehkan.
Selama ini, sistem pemantauan gunung api dunia sangat terfokus pada sejumlah gunung ikonik seperti Gunung Etna (Italia), Gunung Vesuvius (Italia), atau Yellowstone (Amerika Serikat). Sementara itu, ratusan gunung lain hampir tidak mendapat perhatian yang sama. Padahal, kurang dari separuh gunung api aktif di Bumi yang benar-benar dipantau secara memadai dengan sensor seismik, alat pendeteksi gas, dan pengawasan berkelanjutan.
Akibatnya, banyak tanda awal aktivitas vulkanik yang berpotensi terlewatkan. Hal ini membuat letusan menjadi jauh lebih sulit diprediksi dan dipersiapkan, terutama di wilayah terpencil atau negara berkembang yang kekurangan dana dan infrastruktur ilmiah.
Sejumlah gunung api yang selama ribuan tahun tampak tertidur justru dianggap sebagai yang paling berbahaya. Di antaranya adalah Toba di Indonesia, Taupo dan Okataina di Selandia Baru, Hayli Gubbi di Ethiopia, serta Cerro Blanco di Argentina. Gunung-gunung ini memiliki potensi letusan besar meskipun tidak memiliki sejarah letusan baru dalam catatan modern.
Gunung api yang terlihat tenang dapat aktif kembali secara tiba-tiba dan dengan peringatan yang sangat minim. Salah satu contoh nyata adalah Hayli Gubbi di Ethiopia, yang meletus baru-baru ini setelah tidak aktif sekitar 12.000 tahun. Letusan tersebut mengejutkan baik para ilmuwan maupun masyarakat sekitar, sekaligus menunjukkan betapa cepatnya sistem vulkanik bisa kembali aktif.
Para ahli memperingatkan bahwa banyak gunung api serupa berada dekat pusat-pusat populasi yang terus berkembang. Jika salah satunya meletus, dampaknya tidak hanya bersifat lokal.
Letusan besar dapat menyebarkan abu vulkanik ke lintas benua, melumpuhkan penerbangan selama berminggu-minggu, mencemari sumber air, serta mengganggu produksi pangan global. Gas sulfur yang dilepaskan ke atmosfer bahkan dapat menurunkan suhu Bumi dan memicu perubahan iklim sementara. Dalam skenario ekstrem, satu letusan saja dapat memicu krisis global yang merambat ke sektor pangan, transportasi, ekonomi, hingga kesehatan.
Saat ini belum ada sistem pemantauan gunung api global yang terkoordinasi. Kesiapsiagaan masih bergantung pada kapasitas masing-masing negara. Banyak wilayah berisiko tinggi tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membangun sistem peringatan dini yang andal.
Para ilmuwan menilai kesenjangan ini memperbesar potensi bencana di masa depan. Mereka mendesak peningkatan pemantauan berbasis satelit, penguatan jaringan sensor di darat, serta kerja sama internasional yang lebih erat untuk mengidentifikasi dan mengawasi gunung-gunung api tersembunyi. (Live Science/Z-10)



