Waspadai Potensi Penyalahgunaan Dana Bantuan Bencana

kompas.id
3 jam lalu
Cover Berita

Pemerintah menggelontorkan dana besar untuk penyelamatan, pemulihan, dan rekonstruksi kehidupan masyarakat terdampak bencana.

Namun, di balik komitmen anggaran triliunan rupiah dan beragam skema bantuan bagi korban, jejak korupsi dana bencana terus terungkap di sejumlah daerah dengan kerugian negara yang signifikan.

Rangkaian kasus tersebut memperlihatkan kekejaman korupsi yang menutup mata pada penderitaan para korban bencana.

Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah mengamankan dana pemulihan untuk bencana di Sumatera sebesar Rp 60 triliun.

Anggaran ini difokuskan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur, serta hunian warga. Pemerintah pusat memastikan alokasi tersebut tidak mengganggu program strategis nasional lainnya.

Sebaran bantuan dana masing-masing berbeda antarwilayah terdampak. Provinsi Aceh diperkirakan mendapatkan Rp 25,41 triliun, Sumatera Barat Rp 13,52 triliun, dan Sumatera Utara Rp 12,88 triliun. Perbedaan juga dipertimbangkan berdasarkan tingkat kerusakan dan karakter geografis wilayah.

Infrastruktur dasar menjadi prioritas pemulihan. Jalan, jembatan, sekolah, dan fasilitas kesehatan dipandang sebagai syarat dasar kembalinya aktivitas sosial. Sebab, pemerintah pusat menilai pemulihan fisik sebagai fondasi pemulihan ekonomi.

Para korban bencana turut mendapatkan bantuan dana pemerintah. Ahli waris korban meninggal dunia menerima santunan Rp 15 juta per jiwa dan korban luka berat memperoleh santunan Rp 5 juta per orang. Selanjutnya, keluarga terdampak menerima bantuan pemulihan ekonomi sebesar Rp 8 juta per kepala keluarga.

Selain itu, warga yang rumahnya rusak berat mendapatkan bantuan pembangunan rumah sebesar Rp 60 juta per unit. Adapun bagi warga yang belum dapat kembali ke rumah permanen, pemerintah menyediakan uang tunggu hunian (UTH) sebesar Rp 600.000 per bulan. Bantuan ini digunakan untuk menyewa tempat tinggal sementara.

Di luar APBN, pemerintah pusat mengaktifkan Dana Siap Pakai yang dikelola Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dana ini digunakan untuk kebutuhan tanggap darurat agar daerah dapat bergerak cepat. Prosedur pencairan dipermudah untuk merespons kondisi krisis.

Di luar anggaran pemulihan tersebut, Presiden Prabowo juga menyalurkan Dana Kemasyarakatan Presiden sebagai bantuan taktis. Setiap pemerintah provinsi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menerima Rp 20 miliar. Dana ini langsung ditransfer ke Rekening Kas Umum Daerah.

Sebanyak 52 kabupaten dan kota terdampak memperoleh bantuan masing-masing Rp 4 miliar. Dana tersebut ditujukan untuk keperluan logistik dan operasional lapangan. Pemerintah pusat menilai bantuan dana taktis ini akan mempercepat pengambilan keputusan di area bencana.

Jejak kasus

Besarnya aliran dana bencana membuka ruang kerentanan dalam pengelolaan. Sejumlah kasus korupsi menunjukkan, dana darurat kerap menjadi sasaran penyalahgunaan. Apalagi, pengawasan cenderung melemah dalam situasi krisis seperti ini.

Kasus di Kabupaten Samosir menjadi contoh terbaru. Dari total dana bantuan penguatan ekonomi pascabanjir bandang pada 2024, sekitar Rp 1,5 miliar, kerugian negara ditetapkan sebesar Rp 516 juta. Hal ini terjadi karena bantuan tunai diubah menjadi pengadaan barang tanpa persetujuan dan tanpa dasar kebutuhan lapangan.

Di Kabupaten Siak, Riau, korupsi dana penanggulangan bencana pada 2025 menimbulkan kerugian sekitar Rp 1,1 miliar. Mantan kepala BPBD didakwa menyalahgunakan anggaran darurat. Jaksa menuntut hukuman tujuh setengah tahun penjara.

Kasus ini memperlihatkan konsentrasi kewenangan pada pejabat kebencanaan. Diskresi luas tidak disertai pengawasan memadai. Kekuasaan teknis berubah menjadi ruang penyalahgunaan.

Jejak korupsi juga tercatat dalam penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat pada 2020. Kepala daerah menerima suap sekitar Rp 1 miliar terkait dengan pengadaan bantuan sosial. Lagi-lagi, pengadaan darurat menjadi pintu masuk transaksi politik.

Setahun sebelumnya, pada 2019, kasus korupsi terjadi di Pasaman, Sumatera Barat, dengan manipulasi administrasi pengadaan barang dan jasa. Dana pascabencana bernilai ratusan juta rupiah dicairkan melalui kuitansi palsu. Sejumlah proyek pun akhirnya tidak pernah terealisasi hingga saat ini.

Lebih jauh lagi, pada 2014 di Manado, Sulawesi Utara, penyelewangan terjadi pada dana hibah penanganan banjir bandang. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,4 miliar. Vonis dijatuhkan bertahun-tahun setelah bencana terjadi.

Korupsi juga muncul dalam proyek pascagempa dan tsunami Palu dan Donggala pada 2018. Infrastruktur vital bagi korban dikendalikan transaksi ilegal oleh pejabat Kementerian PUPR. Suap senilai Rp 5,3 miliar terjadi dalam proyek sistem penyediaan air minum.

Jejak lama terlihat di Kupang pada 2003 oleh bekas Kadis Tata Kota Hary Theophilus. Dana bantuan perumahan sekitar Rp 3 miliar dilaporkan selesai seratus persen. Padahal, sebagian besar pekerjaan ternyata fiktif.

Rangkaian kasus tersebut menunjukkan korupsi dana bencana bukan peristiwa tunggal. Praktik ini berlangsung lintas daerah dan lintas waktu. Korban bencana berulang kali menjadi pihak paling dirugikan.

Modus korupsi dana bencana

Modus korupsi dana bencana di Indonesia menunjukkan pola yang relatif seragam lintas daerah dan waktu. Penggelembungan harga dalam pengadaan barang bantuan menjadi praktik yang paling sering ditemukan dalam berbagai kasus.

Termasuk juga modus selisih harga barang kebutuhan dasar dan material bangunan kerap mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah dalam satu paket pengadaan.

Dalam kasus bantuan pascabencana banjir dan gempa, harga barang sering disesuaikan dengan dalih kondisi darurat. Ketika pasar dianggap tidak stabil, harga wajar menjadi sulit diverifikasi. Celah ini dimanfaatkan untuk menaikkan nilai kontrak secara tidak rasional.

Proyek fiktif menjadi modus lanjutan yang tidak kalah merugikan. Laporan administrasi disusun seolah pekerjaan telah selesai sepenuhnya. Di lapangan, bantuan tidak pernah sampai atau kualitasnya jauh di bawah standar.

Modus proyek fiktif kerap dikombinasikan dengan manipulasi dokumen pendukung. Kuitansi pembayaran dan laporan kemajuan disusun secara formal untuk memenuhi persyaratan pencairan. Aparat pengawas kesulitan membuktikan penyimpangan karena jejak administratif tampak lengkap.

Pemotongan dana bantuan juga menjadi praktik yang berulang. Kontraktor atau penyedia barang diminta menyetor biaya sekitar sepuluh hingga lima belas persen dari nilai proyek. Pemotongan ini dibungkus sebagai biaya koordinasi atau komitmen kerja sama.

Skema pemotongan menciptakan struktur rente yang sistemik. Pejabat dan rekanan membangun hubungan saling ketergantungan. Dana bencana berubah menjadi sumber pendapatan ilegal yang berulang.

Alih skema bantuan dari tunai ke pengadaan barang menjadi modus yang semakin sering digunakan. Bantuan tunai dianggap sulit dikendalikan dan rentan protes publik. Pengadaan barang memberi ruang lebih besar bagi pengaturan rekanan dan spesifikasi.

Kasus yang terjadi di Samosir (2024-2025) juga menunjukkan alih skema dilakukan tanpa persetujuan dan tanpa analisis kebutuhan. Bantuan tunai diubah menjadi barang yang tidak selalu dibutuhkan korban.

Celah terbesar muncul dari penggunaan diskresi dalam situasi darurat. Prosedur pengadaan normal dianggap terlalu lambat sehingga digantikan penunjukan langsung.

Kekacauan data pascabencana memperbesar peluang manipulasi anggaran. Jumlah korban, rumah rusak, dan kebutuhan bantuan sering berubah dan tidak tervalidasi. Selisih data antara laporan dan kondisi lapangan menjadi ruang penyimpangan.

Ketidakhadiran sistem data terpadu memperburuk situasi. Verifikasi lintas instansi membutuhkan waktu yang tidak tersedia dalam kondisi darurat. Aparat pengawas bekerja dengan data yang lemah.

Aparat pengawas internal pemerintah menghadapi dilema struktural. Fokus utama diarahkan pada penyelamatan dan pemulihan cepat. Pengawasan anggaran sering diposisikan sebagai urusan sekunder.

Selain itu, korupsi dana bencana juga dipengaruhi oleh asimetri informasi antara birokrasi dan korban. Korban berada dalam kondisi trauma, kehilangan, dan ketergantungan, sehingga tidak memiliki kapasitas untuk mengkritisi atau mengawasi bantuan yang diterima. Kondisi psikologis korban menciptakan ruang impunitas sosial.

Tata kelola

Korupsi dana bencana menunjukkan persoalan serius dalam tata kelola kebencanaan di Indonesia. Besarnya anggaran pemulihan menegaskan, pemerintah memiliki kapasitas fiskal untuk merespons bencana.

Namun, kapasitas tersebut tidak selalu diikuti oleh pengelolaan yang akuntabel di lapangan. Kesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaan menjadi sumber utama masalah.

Kecepatan penyaluran bantuan sering dijadikan alasan untuk mengendurkan pengawasan. Dalam situasi darurat, prosedur disederhanakan dan diskresi diperluas. Kondisi ini membuka ruang bagi penyalahgunaan kewenangan.

Kasus korupsi dana bencana juga memperlihatkan bahwa pengawasan masih bersifat reaktif. Penindakan hukum umumnya dilakukan setelah kerugian negara terjadi. Mekanisme pencegahan belum berjalan secara konsisten sejak tahap awal.

Masyarakat korban bencana berada pada posisi yang lemah dalam sistem ini. Ketergantungan pada bantuan membuat mereka sulit mempertanyakan kualitas dan jumlah bantuan yang diterima. Akibatnya, penyimpangan sering tidak terungkap dari tingkat bawah.

Perbaikan tata kelola dana bencana menjadi kebutuhan mendesak. Kecepatan dan akuntabilitas harus dijalankan secara bersamaan. Tanpa perubahan struktural, korupsi dana bencana berisiko terus berulang dan merugikan masyarakat terdampak. (LITBANG KOMPAS)

Serial Artikel

Bencana Kita adalah Bencana Demokrasi

Warga frustrasi tidak lagi punya kanal aspirasi politik karena kritik dibungkam, dan lembaga negara tetap saja bekerja untuk kepentingan ekonomi kelompoknya.

Baca Artikel


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
BRI Gelar Program Trauma Healing untuk Anak Terdampak Bencana Sumatera
• 30 menit laluidxchannel.com
thumb
Pratikno Ungkap Seluruh RSUD di Lokasi Bencana Sudah Pulih: 8 Puskesmas Recovery
• 22 jam lalukumparan.com
thumb
Tolak Tawaran Jamaika dan Honduras, John Herdman Tiba di Indonesia 5 Januari 2026
• 13 jam lalufajar.co.id
thumb
Daftar Terbaru SPBU Shell yang Masih Punya Stok BBM Shell Super
• 22 jam laluviva.co.id
thumb
Bedah Editorial MI: Akhiri Keabaian Berujung Maut
• 23 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.