Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) pada perdagangan hari ini menunjukkan fase koreksi lanjutan setelah mencetak rekor tertinggi baru pada pekan lalu. Pergerakan emas saat ini berada dalam kondisi konsolidasi dengan kecenderungan pelemahan tren bullish jangka pendek.
Tekanan jual muncul seiring aksi ambil untung investor di tengah likuiditas pasar yang relatif tipis menjelang libur akhir tahun, ditambah sentimen global yang mulai bergeser.
Berdasarkan analisis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, tercatat telah turun sekitar USD80 dari level tertinggi sepanjang masa di area USD4.550 dan sempat menyentuh level terendah sesi di sekitar USD4.445. Penurunan ini berlanjut pada awal pekan, yakni harga emas anjlok hingga 4,50 persen dan diperdagangkan di kisaran USD4.330-USD4.360 selama sesi Asia.
"Kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini mengindikasikan kekuatan tren bullish mulai melemah, meskipun belum menunjukkan sinyal pembalikan tren utama," ujar dia dalam keterangan tertulis.
Dari sisi proyeksi pergerakan harga harian, Andy melihat dua skenario utama. Apabila tekanan bullish masih mampu bertahan dan harga berhasil melakukan rebound teknikal, maka emas berpeluang bergerak naik menuju area USD4.420 sebagai level resistensi terdekat.
"Namun sebaliknya, jika harga gagal mempertahankan momentum kenaikan dan tekanan koreksi berlanjut, maka potensi penurunan terdekat berada di kisaran level USD4.308 yang menjadi area support penting dalam jangka pendek," kata dia.
Baca Juga :
Kompak Kasih 'Diskon', Simak Rincian Harga Emas UBS dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini
(Ilustrasi emas. Foto: Unplash)
Pemulihan moderat dolar AS menjadi salah satu katalis utama pelemahan, karena membuat harga Emas relatif lebih mahal bagi pembeli non-AS. Penguatan Dolar tersebut terjadi seiring penyesuaian posisi investor menjelang akhir tahun, terutama setelah emas mencatatkan kinerja yang sangat impresif sepanjang 2025.
"Di sisi lain, harapan akan adanya kemajuan pembicaraan damai antara Ukraina dan Rusia juga mengurangi permintaan safe haven dalam jangka pendek," ungkap dia.
Meski demikian, Andy menegaskan bahwa tekanan saat ini masih bersifat teknikal dan belum mengubah prospek jangka menengah emas. Secara makroekonomi, pasar masih mengantisipasi kebijakan pelonggaran moneter dari Federal Reserve pada tahun depan.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga berpotensi menurunkan biaya peluang dalam memegang aset tanpa imbal hasil seperti Emas, sehingga tetap menjadi faktor pendukung harga. Selain itu, ketidakpastian politik di Amerika Serikat, termasuk kekhawatiran terhadap independensi bank sentral, serta risiko geopolitik global masih menjadi fondasi kuat bagi permintaan Emas.
Ketegangan di Ukraina dan meningkatnya aktivitas militer Tiongkok di sekitar Taiwan menunjukkan bahwa risiko geopolitik belum sepenuhnya mereda. Dengan kondisi tersebut, koreksi harga Emas saat ini dinilai lebih sebagai jeda teknis setelah lonjakan historis.
"Bukan sinyal pembalikan tren besar, sehingga minat terhadap logam mulia diperkirakan tetap terjaga dalam jangka menengah," jelas Andy.



