Jakarta: Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyebut jaringan keagamaan nasional Kementerian Agama, menjadi modal utama. Terutama, dalam membangun kesadaran ekologis masyarakat.
"Kementerian Agama memiliki sumber daya kelembagaan yang sangat luas, mulai dari penyuluh agama, penghulu, rumah ibadah, hingga lembaga pendidikan keagamaan. Jaringan ini dapat menjadi instrumen efektif untuk membangun kesadaran ekologis berbasis agama. Inilah peran strategis Kementerian Agama dalam menjaga keberlanjutan kehidupan," kata Menag, dikutip Selasa, 30 Desember 2025.
Menurut Menag, bahasa agama jauh lebih efektif. Terutama, untuk menyelamatkan lingkungan.
"Dibanding bahasa hukum, politik, atau birokrasi. Karena di dalam agama ada konsep dosa dan pahala yang langsung menyentuh kesadaran manusia. Di situlah perubahan perilaku bisa dimulai," kata Menag.
Baca Juga :Editorial MI: Seimbangkan Hilirisasi dan Huluisasi
Menag menjelaskan bahwa krisis lingkungan tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan regulasi dan teknokratis. Ia menilai, pendekatan tersebut kerap gagal karena tidak menyentuh dimensi batin dan tanggung jawab moral manusia.
"Kalau hanya bahasa hukum, orang bisa patuh karena takut sanksi. Tapi kalau bahasa agama, orang bergerak karena kesadaran," ujar Menag.
Menag juga menyebut bahwa salah satu akar persoalan kerusakan lingkungan adalah cara pandang modern yang menempatkan alam semata sebagai objek eksploitasi.
Menteri Agama Nasaruddin Umar. Foto: Istimewa
"Cara pandang itu lahir dari sekularisasi pengetahuan yang memisahkan ilmu dari nilai-nilai spiritual. Sejak alam dianggap tidak sakral, manusia merasa bebas mengeksploitasinya tanpa batas," ucapnya.
Dalam perspektif keagamaan, Menag menyampaikan bahwa alam memiliki hak yang harus dihormati, sebagaimana manusia memiliki hak.
"Relasi manusia dan alam seharusnya bersifat saling menjaga sebagai sesama makhluk Tuhan. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam. Karena itu, alam juga memiliki hak yang wajib dijaga," pungkasnya.


