Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai mengkaji rencana demutualisasi bursa untuk mencegah konflik kepentingan.
Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, dalam proses demutualisasi, posisi bursa berada sebagai objek kebijakan karena keputusan berada di tingkat pemegang saham, regulator, dan pemerintah. Meski demikian, BEI tetap berperan aktif menyiapkan kajian sebagai masukan.
"Kalau posisi bursa lebih sebagai objek. Artinya ini kan dilakukan di level shareholder, pengawas, OJK, dan Kementerian Keuangan termasuk PP-nya," ujar Iman kepada wartawan dalam konferensi pers penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia, di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (30/12).
Dia menjelaskan, BEI tengah menyusun kajian terkait struktur organisasi yang paling optimal pasca-demutualisasi dengan mengacu pada praktik bursa di negara lain.
"Tapi mungkin sebagai bursa, kami mencoba membantu menyiapkan kajian bagaimana struktur yang optimal daripada bursa efek Indonesia dengan adanya demut," katanya.
Menurut Iman, kajian tersebut dilakukan untuk memastikan tata kelola dan independensi bursa tetap terjaga setelah perubahan struktur kepemilikan.
"Kenapa? Karena kita berharap, jadi karena kami bersama berharap bahwa terkait dengan tata kelola nantinya setelah demut itu terutama terkait konflik kepentingan dan terkait dengan independensinya ini tetap terjaga," ujar Iman.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Eddy Manindo Harahap menyatakan, demutualisasi BEI memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dia menyebutkan, saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan, dan OJK turut diminta memberikan pendapat.
"Nah sekarang sudah ada rancangan peraturan pemerintahnya, RPP yang sedang digodok oleh pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan. Nah kami juga diminta untuk memberikan pendapat terhadap rancangan tersebut, dan sekarang masih dalam proses," katanya.
Eddy bilang, demutualisasi bukanlah kebijakan yang bersifat negatif, melainkan praktik yang lazim dilakukan di berbagai negara. Menurut Eddy, tujuan utama demutualisasi adalah mendorong tata kelola pasar yang lebih sehat dengan menekan potensi benturan kepentingan.
"Dan memang kalau kami melihat tujuan demutualisasi ini kan sebenarnya untuk mengarah ke tata kelola pasar yang positif, kemudian fokus juga untuk pengurangan konflik kepentingan dan peningkatan profesionalisme," jelasnya.
Terkait fungsi pengawasan, Eddy memastikan peran OJK tidak akan berubah meskipun struktur kelembagaan BEI nantinya mengalami penyesuaian.
Sebelumnya, pemerintah tengah menyiapkan RPP yang akan mengubah struktur kelembagaan Bursa Efek Indonesia (BEI). Poin utama dari RPP ini yakni mengatur demutualisasi bursa yang memungkinkan BEI tidak lagi dimiliki hanya oleh anggota bursa (struktur mutual) tetapi juga dibuka oleh pihak selain anggota bursa.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Masyita Crystallin, menyebut perubahan struktur ini bakal meningkatkan tata kelola dan daya saing BEI.
“Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” ujar Masyita dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (22/11).

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5457781/original/065491700_1767054939-20251229IQ_Persija_vs_Bhayankara_FC-26.jpg)



