Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman. Penghentian penyidikan dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tertanggal 17 Desember 2024.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan keputusan tersebut diambil setelah melalui proses ekspose perkara sepanjang tahun 2024 dan dinilai tidak ditemukan kecukupan alat bukti untuk melanjutkan penyidikan.
“Perkara ini diputuskan untuk dihentikan dengan menerbitkan SP3 tertanggal 17 Desember 2024. Penerbitan SP3 ini sudah melalui upaya optimal dalam penyidikan yang panjang,” ujar Budi kepada wartawan, Selasa, 30 Desember 2025.
Alasan Penghentian Penyidikan
Budi menjelaskan, KPK sebelumnya telah berupaya membuktikan dugaan tindak pidana korupsi, baik terkait kerugian keuangan negara maupun dugaan suap. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang cukup kuat secara hukum.
Untuk dugaan kerugian keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan tidak dapat menghitung nilai kerugian karena objek pertambangan yang menjadi perkara tidak tercatat sebagai keuangan negara atau daerah.
“BPK menyampaikan bahwa kerugian negara tidak bisa dihitung karena tambang yang belum dikelola atau yang dikelola perusahaan swasta tidak masuk dalam lingkup keuangan negara,” kata Budi.
Dengan demikian, BPK berpandangan bahwa apabila terdapat penyimpangan dalam proses pemberian izin usaha pertambangan (IUP), maka hasil tambang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Dugaan Suap Kedaluwarsa
Selain dugaan kerugian negara, KPK juga tidak dapat melanjutkan penyidikan terhadap dugaan suap karena perkara tersebut telah melewati masa kedaluwarsa penuntutan.
Hal ini menjadi salah satu pertimbangan utama penghentian penyidikan secara keseluruhan terhadap Aswad Sulaiman.
Riwayat Perkara
Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 3 Oktober 2017. Ia diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, pada periode 2007–2014.
KPK sebelumnya menduga perbuatan Aswad mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun dari penjualan hasil produksi nikel yang diperoleh melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, Aswad juga diduga menerima suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan tambang pada periode 2007–2009.
Pada September 2023, KPK sempat berencana menahan Aswad, namun penahanan batal dilakukan karena yang bersangkutan dirawat di rumah sakit.
Perbedaan Pandangan Soal Kerugian Negara
Pada 30 Desember 2025, Wakil Ketua KPK periode 2015–2019 Saut Situmorang menyatakan bahwa perhitungan kerugian negara sebesar Rp2,7 triliun yang dilakukan pada masa kepemimpinannya bukanlah perhitungan yang dipaksakan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Meski demikian, KPK periode saat ini menegaskan penghentian penyidikan dilakukan berdasarkan kondisi alat bukti yang tersedia serta hasil pemeriksaan lembaga auditor negara.
Editor: Redaksi TVRINews




