JAKARTA, KOMPAS - Di tengah ketidakpastian perekonomian global, pasar modal Indonesia menutup tahun 2025 dengan kinerja positif. Indeks Harga Saham Gabungan menguat sepanjang tahun, diiringi lonjakan transaksi. Otoritas bursa siapkan rencana pendalaman pasar lewat penyesuaian jumlah saham beredar di publik, serta demutualisasi.
Sepanjang 2025, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) didorong oleh kehadiran emiten baru, kenaikan harga komoditas, terutama emas, serta maraknya aksi korporasi. Faktor-faktor tersebut turut menopang likuiditas dan aktivitas perdagangan di bursa.
Berdasarkan catatan Kompas, IHSG sempat menyentuh level tertinggi tahun ini pada 12 Agustus 2025 di posisi 8.710,69. Adapun level terendah terjadi pada 7 April 2025 di posisi 6.865,19.
Pada perdagangan Selasa (30/12/2025), yang menjadi hari terakhir perdagangan bursa tahun ini, IHSG ditutup menguat tipis. Indeks berada di level 8.646,94 atau naik 2,68 poin (0,03 persen) dibandingkan penutupan perdagangan Senin (29/12/2025) di posisi 8.644,26.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan, penguatan indeks tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas transaksi di pasar modal. Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) saham sepanjang 2025 tercatat melampaui target yang ditetapkan.
Menurut Iman, RNTH saham tahun ini tembus Rp 18 triliun per hari. Angka tersebut jauh di atas target BEI sebesar Rp 13,3 triliun.
“Kalau kita lihat hari ini, rata-rata transaksi harian kita tembus Rp 18 triliun. Kalau teman-teman ingat, target kita tahun lalu Rp 13,3 triliun, ternyata tembus Rp 18 triliun. Jadi ini hal yang membanggakan,” ujar Iman dalam konferensi pers penutupan perdagangan saham di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Geliat transaksi di BEI, lanjut Iman, tidak hanya ditopang oleh perdagangan saham. Instrumen obligasi juga mencatatkan kinerja solid dengan nilai transaksi harian mencapai Rp 6,5 triliun.
Indonesia masuk ke dalam jajaran 20 besar bursa dunia berdasarkan kapitalisasi pasar.
Selain saham dan obligasi, transaksi instrumen non-saham turut menunjukkan perkembangan signifikan. Waran, dana investasi properti (real estate investment trust/REIT), waran terstruktur, kontrak berjangka saham tunggal (single stock futures), serta instrumen turunan lainnya membukukan nilai transaksi harian sekitar Rp 7,6 triliun.
Pengembangan pasar karbon juga terus berjalan meskipun kontribusinya masih terbatas. Sejak diluncurkan sekitar satu dekade lalu, nilai transaksi di sektor tersebut telah mencapai sekitar Rp 30 miliar.
Dari sisi kapitalisasi pasar, BEI mencatat posisi yang semakin strategis di kawasan dan global. Sepanjang 2025, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia menembus Rp 16 triliun.
Dengan capaian tersebut, Indonesia masuk ke dalam jajaran 20 besar bursa dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. Di tingkat regional, BEI berada di posisi teratas di kawasan ASEAN.
Iman menambahkan, jika dilihat dari nilai transaksi harian dalam denominasi dollar AS, performa BEI juga semakin kompetitif. Nilai transaksi harian setara sekitar 1 miliar dollar AS menempatkan Indonesia sedikit di bawah Thailand.
“Kalau kita bicara transaksi harian sekitar 1 miliar dollar AS, kita sekarang termasuk one billion stock exchange. Kita sudah di atas Singapura, Vietnam, dan Malaysia,” kata Iman.
Optimisme juga datang dari pelaku industri pengelolaan investasi. Dihubungi secara terpisah, Fund Manager Syailendra Capital Rendy Wijaya menilai IHSG masih berpotensi tumbuh positif pada 2026 seiring membaiknya sentimen global dan ekonomi domestik.
Menurut Rendy, kondisi ekonomi domestik yang lebih baik pada tahun mendatang akan didukung oleh potensi peningkatan konsumsi masyarakat. Meski demikian, ia mengingatkan investor untuk tetap rasional di tengah kenaikan harga saham.
“Tahun 2025 diwarnai banyak aksi korporasi dari emiten konglomerasi. Investor tetap harus rasional dengan mempelajari kondisi ekonomi domestik dan global serta melakukan analisis secara top-down,” ujar Rendy.
Di sisi kebijakan, BEI tengah merancang penyesuaian ketentuan free float bagi calon emiten yang akan melantai di bursa. Sejumlah risiko tengah dikaji agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan sentimen negatif bagi pasar.
Free float adalah jumlah saham perusahaan yang tersedia dan bebas diperdagangkan oleh publik di pasar modal, tidak termasuk saham yang dipegang oleh pemegang saham pengendali, manajemen, atau pihak terafiliasi lainnya. Semakin tinggi free float, semakin likuid saham tersebut dan lebih mudah diakses investor publik.
Iman Rachman mengatakan, salah satu pertimbangan utama BEI adalah melakukan benchmarking dengan bursa-bursa global. Penyesuaian free float dinilai akan memengaruhi minat perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di dalam negeri.
“Kami perlu benchmarking yang pas. Kalau tidak, perusahaan-perusahaan kita bisa saja memilih listing di bursa efek lain,” ujar Iman.
Saat ini, BEI menetapkan batas minimum free float sebesar 7,5 persen. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan sejumlah bursa global seperti London Stock Exchange, Filipina, dan Singapore Exchange yang menetapkan batas minimal 10 persen, serta Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong yang mencapai 25 persen.
BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan meminta masukan dari pelaku pasar, mulai dari sekuritas, investor, hingga calon emiten. Regulator menargetkan kebijakan penyesuaian free float dapat mulai diterapkan pada 2026.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Eddy Manindo Harahap menegaskan, arah kebijakan peningkatan free float sudah jelas. Dalam waktu dekat, ketentuan minimum free float akan dinaikkan menjadi 10 persen sebelum dilakukan peningkatan bertahap hingga 25 persen.
Selain free float, agenda besar lain yang tengah disiapkan adalah demutualisasi Bursa Efek Indonesia. Proses ini direncanakan berlangsung pada semester pertama 2026 dan akan mengubah struktur BEI dari bursa berbasis keanggotaan menjadi perseroan dengan kepemilikan yang lebih luas.
Iman Rachman menyampaikan, demutualisasi merupakan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). BEI saat ini tengah menyiapkan kajian terkait struktur organisasi yang paling optimal pascademutualisasi.
Sementara itu, dalam keterangan resminya, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai demutualisasi dapat meningkatkan profesionalisme, memperdalam likuiditas, serta memperkuat daya saing pasar modal Indonesia di tingkat global.
“Manfaat lainnya adalah akuntabilitas meningkat dan tata kelola menjadi lebih baik karena kepemilikan lebih luas,” kata Budi.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5453898/original/032871800_1766538714-divaldo.jpg)



