Jakarta, CNBC Indonesia - Baru hitungan hari sejak menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan gebrakan dengan menempatkan dana menganggur pemerintah yang ada di Bank Indonesia ke sejumlah perbankan senilai Rp 200 triliun.
Sebetulnya, kebijakan Purbaya ini bukan inisiatif baru. Pendahulunya, Sri Mulyani Indrawat juga telah menerapkan kebijakan serupa saat Pandemi Covid-19. Namun, nominalnya memang tak sebesar Purbaya, hanya Rp 30 triliun ke BNI, Mandiri, BRI, dan BTN, sesuai PMK Nomor 70 Tahun 2020, serta Rp 11,5 triliun ke BPD Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara Gorontalo.
Tujuannya sama, untuk menekan biaya dana perbankan bisa turun, dan membuat suku bunga kredit atau pembiayaan menjadi murah. Pada akhirnya, mendorong peredaran uang primer atau M0 di tengah-tengah masyarakat, sehingga roda ekonomi bisa berputar dengan cepat.
Dua hari setelah dilantik Prabowo sebagai menteri keuangan, pada 10 September 2025, Purbaya mengungkapkan rencana penempatan dana tersebut pertama kali dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI.
Ia menegaskan, uang yang akan ditempatkan di lima bank milik negara alias Himbara itu berasal dari 'tabungan pemerintah', Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang mengendap di Bank Indonesia (BI) sehingga tidak mengganggu postur APBN, khususnya pagu belanja negara.
Setelah mendapat persetujuan dari para wakil rakyat, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kasuntuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan peraturan itu, dari total dana Rp 200 triliun, BRI, Bank Mandiri, dan BNI masing-masing menerima dana dari pemerintah senilai Rp 55 triliun. Kemudian BTN Rp 25 triliun dan BSI Rp 10 triliun dalam bentuk deposito on call. Besaran imbal hasil atau tingkat bunga yang diterima pemerintah dari bank hasil penempatan dana itu 80,476% dari BI Rate atau sama dengan imbal hasil saat penempatan di BI selama ini.
Dalam KMK itu Purbaya juga mengatur bank penerima dana harus menyampaikan laporan penggunaan atas penempatan uang negara kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap bulan.
Purbaya menekankan, tidak ada aturan khusus mau diapakan uang itu oleh bank. Tapi, ia sebatas melarang bank menggunakan dana untuk membeli surat berharga negara (SBN) atau ditukar ke dolar, sebab tujuannya untuk menggerakkan aktivitas ekonomi lebih cepat.
Setelah berjalan, kebijakan Purbaya ini menuai banyak pro dan kontra. Kepala Ekonom BCA David E. Sumual sebelumnya menilai kebijakan ini dapat menjadi pisau bermata dua untuk pemerintah. Pasalnya tantangan utama perekonomian Indonesia hanya dalam sisi ketersediaan likuiditas. Tetapi juga lemahnya permintaan akan kredit serta investasi.
Kepercayaan pasar baik di sektor riil maupun pasar keuangan dapat berdampak pada variabel-variabel lain seperti Rupiah salah satunya.
Sementara Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menilai pemindahan saldo kas menganggur pemerintah ke perbankan akan menambah uang primer dalam sekali dorongan. Dengan adanya penambahan ini, akan mendorong pertumbuhan jumlah uang yang beredar atau M2. memangkas suku bunga dana, serta mempercepat pembiayaan sektor riil.
Josua pun mengingatkan dampak akhirnya tetap akan bergantung pada permintaan uang dan kecepatan realisasi belanja pemerintah. Karena tanpa permintaan yang memadai, likuiditas cenderung mengalir ke aset keuangan alih-alih investasi dan konsumsi.
Kendati demikian, setelah sebulan berjalan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan dampak dari kebijakan tersebut terbukti mampu meningkatkan likuiditas perekonomian.
Mahendra mengungkapkan hal itu dapat dilihat dari turunnya rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-to-deposit ratio/LDR) di bank Himbara yang tercatat turun usai suntikan dana dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
"(Penempatan SAL) sudah berhasil menurunkan LDR bank Himbara dari sebelumnya di atas 90%, kini menjadi di bawah 90%," ungkap Mahendra dalam Financial Forum 2025 yang diadakan oleh CNBC Indonesia, di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (3/11/2025).
Selain itu, likuiditas yang bertambah di pasar juga terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terkerek naik dari semula berada di bawah 20%, kini telah naik menjadi 23% usai penempatan SAL.
Hingga 31 Oktober 2025, penempatan SAL pada Himbara telah mencapai 92.94%. Dana tersebut sudah tersalurkan menjadi kredit senilai Rp185,87 triliun.
Mahendra mengungkapkan BRI, BNI, dan BSI telah menyalurkan 100% dana SAL yang mereka terima. Sementara Bank Mandiri dan BTN telah merealisasikan 77,45% dam 93,08% dari dana SAL yang mereka terima. Penyaluran dana tersebut diperkirakan akan tuntas sebelum akhir tahun.
Dengan adanya hasil positif itu, pada 10 November 2025 Purbaya menambah penempatan dana ke bank milik negara, plus Bank Pemerintah Daerah (BPD) Jakarta senilai Rp 76 triliun.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, penambahan penempatan dana ini masih dalam rangka untuk menggerakkan pertumbuhan kredit, guna mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat dalam jangka pendek.
Total penempatan dana tambahan Rp 76 triliun, dari yang sudah diberikan sejak 12 September 2025, secara rinci dikucurkan untuk Bank Mandiri Rp 25 triliun, BRI Rp 25 triliun, BNI Rp 25 triliun, dan Bank DKI Rp 1 triliun. Dengan demikian, total dana penempatan yang dikucurkan Purbaya sudah mencapai Rp 276 triliun.
Purbaya menegaskan, meski terus membuka ruang untuk menambah penempatan dana menganggur pemerintah ke perbankan ke depannya, namun ia tak akan lagi mengumumkan ke publik terkait waktu dan besarannya.
"Kalau mau nambah pun kita nggak akan kasih tahu Anda lagi sekarang. Karena operasi uang biasa lagi. Karena nanti orang banyak yang protes, si Purbaya pindahin uang sembarangan, pakai anggaran sembarangan," tegasnya.
"Karena mereka enggak ngerti bahwa saya cuma pindahin uang. Enggak ada urusan dengan perubahan anggaran. Saya enggak mengubah anggaran sama sekali. Juga tidak melakukan ekspansi fiskal," ucap Purbaya.
(arj/haa)
