Pro-Kontra Pencabutan Subsidi Transjakarta hingga LRT, Tarif Langsung Naik?

bisnis.com
4 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk memangkas subsidi transportasi publik seperti Transjakarta, MRT, hingga LRT, memicu perdebatan luas di tengah masyarakat.

Kebijakan ini dinilai sebagai konsekuensi dari menyusutnya ruang fiskal daerah akibat pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.

Di satu sisi, pemerintah menekankan urgensi efisiensi anggaran, namun di sisi lain muncul kekhawatiran soal kenaikan tarif dan beban tambahan bagi warga.

Pemprov DKI Jakarta secara resmi menurunkan alokasi subsidi transportasi pada 2026. Khusus untuk Transjakarta, subsidi ditetapkan sebesar Rp3,75 triliun, turun sekitar Rp760 miliar dari alokasi 2025 yang mencapai Rp4,51 triliun.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Penurunan juga terjadi pada MRT Jakarta yang subsidinya menyusut dari Rp944,32 miliar menjadi Rp536,70 miliar, serta LRT Jakarta dari Rp515,14 miliar menjadi Rp325,28 miliar.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak bisa dilepaskan dari merosotnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Pendapatan dari Transfer ke Daerah (TKD) turun drastis dari Rp26,14 triliun pada 2025 menjadi Rp11,16 triliun pada 2026, dengan penurunan terbesar berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak yang anjlok hingga Rp14,79 triliun.

Baca Juga

  • Subsidi Transjakarta Dipangkas, Stafsus Pramono Sebut Belum Ada Kenaikan Tarif
  • Tok! Subsidi Transjakarta, MRT & LRT Jakarta Dipangkas 2026, Tarif Bakal Naik?
  • Transjakarta Pamer Sistem AI, Siap Bidding ke Timur Tengah

“Kan enggak mungkin kalau kemudian ini kita sangga sendirian terus-menerus,” ujar Pramono.

Meski demikian, Pemprov menegaskan subsidi tidak dicabut sepenuhnya. Skema bantuan akan difokuskan pada 15 golongan masyarakat, antara lain ASN Pemprov DKI, pelajar, lansia, penyandang disabilitas, hingga TNI dan Polri, yang tetap dapat menggunakan layanan Transjakarta secara gratis.

Wacana Kenaikan Tarif

Seiring pemangkasan subsidi, wacana kenaikan tarif Transjakarta dari Rp3.500 menjadi Rp5.000 per perjalanan kembali mengemuka.

Direktur Operasi dan Keselamatan Transjakarta, Daud Joseph, menyebut pihaknya masih menunggu hasil kajian pemerintah daerah terkait dampak pemangkasan subsidi tersebut.

Menurut Daud, selisih antara biaya produksi dan pendapatan tiket merupakan Public Service Obligation (PSO) yang harus ditutup pemerintah. Ketika subsidi berkurang, opsi kebijakan yang tersedia hanya dua yakni menekan biaya operasional atau meningkatkan pendapatan melalui penyesuaian tarif.

Pandangan serupa datang dari Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno. Ia menilai kenaikan tarif Transjakarta sebagai langkah yang wajar, mengingat tarif Rp3.500 tidak pernah berubah sejak layanan tersebut beroperasi pada 2005.

“Mungkin ini jadi tarif yang tidak naik terlama di dunia. Tarif tidak naik itu juga tidak bagus,” ujarnya.

Djoko menilai tarif Rp5.000 masih relatif terjangkau, terlebih pemerintah telah menyediakan Kartu Layanan Gratis bagi kelompok rentan. Ia juga menekankan bahwa beban transportasi warga justru lebih besar pada biaya menuju dan dari titik layanan transportasi umum, bukan pada tarif Transjakarta itu sendiri.

Namun, Pemprov DKI belum mengambil keputusan final. Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, menegaskan bahwa kenaikan tarif belum akan dilakukan dalam waktu dekat dan masih dalam tahap kajian serta koordinasi lintas pihak.

Suara Publik dan Harapan Perbaikan Layanan

Di lapangan, respons masyarakat terhadap rencana kenaikan tarif terbelah. Sebagian pengguna menyatakan keberatan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Kenaikan Rp1.500 per perjalanan dinilai bisa menambah beban pengeluaran harian, apalagi jika dikombinasikan dengan biaya transportasi lain seperti KRL.

Namun, ada pula penumpang yang memandang kebijakan ini secara lebih positif. Mereka berharap kenaikan tarif benar-benar diiringi dengan peningkatan kualitas layanan, penambahan armada, dan perluasan rute.

Chelsea (28), salah satu pengguna setia Transjakarta, mengaku keberatan dengan kenaikan tarif sebesar Rp1.500 dalam kondisi ekonomi saat ini.

“Kalau keadaan ekonomi sudah lebih baik, rasanya tarif Rp5.000 bisa diterima. Tapi kalau sekarang, sebaiknya jangan dulu,” ujarnya di Halte Manggarai, Rabu (29/10/2025).

Hal serupa disampaikan Rara (25), yang menilai kenaikan tarif akan menambah beban biaya harian.

“Ongkos KRL saja sudah Rp5.000 sekali jalan, belum pulang pergi. Kalau TJ juga naik, pasti berat,” katanya.

Namun, sebagian penumpang lain seperti Zira (30) justru melihat sisi positif dari kebijakan tersebut. Ia berharap, kenaikan tarif dapat berimbas pada peningkatan kualitas layanan dan penambahan armada.

“Kalau memang untuk meningkatkan pelayanan dan memperluas rute, saya tidak keberatan,” ujarnya.

Pemprov DKI sendiri menjanjikan hal tersebut. Pramono Anung menyebut perbaikan fasilitas dan penambahan armada menjadi bagian dari strategi ke depan, termasuk peningkatan jumlah bus listrik yang ditargetkan mencapai 500 unit.

Harapannya, transportasi publik yang lebih nyaman dan andal dapat menarik lebih banyak warga beralih dari kendaraan pribadi, sekaligus menekan kemacetan dan polusi udara Jakarta.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Banyak Rel Tersapu Banjir Sumatera, Menhub Kaji Anggaran Pengadaan Rel Kereta Baru
• 17 jam lalutvonenews.com
thumb
Cara Bikin Foto dan Video AI Pakai WhatsApp, Tanpa Aplikasi Tambahan
• 5 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Simalakama Gaji UMR: Jaring Pengaman Lajang yang Dipaksa Menghidupi Keluarga
• 17 jam lalusuara.com
thumb
Ekonom UI Ingatkan Redominasi Rupiah: Bisa Berdampak pada Keterpurukan Ekonomi
• 3 jam lalufajar.co.id
thumb
Lithuania Siap Bom Jembatan di Perbatasan Belarus jika Diserang Rusia
• 6 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.