Dari Lubang Tambang ke Kas Negara

katadata.co.id
5 jam lalu
Cover Berita

Di pelabuhan, truk-truk bermuatan komoditas sumber daya alam (SDA) bergerak cepat; di layar komputer kementerian, aliran data juga seharusnya mengalir tanpa jeda. Selama bertahun-tahun, pengelolaan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia dibayangi data yang terfragmentasi: izin tercatat di satu meja, rencana produksi di meja lain, dan catatan ekspor seringkali dianggap terputus dari bukti pembayaran negara. Akibatnya, celah administratif dan praktik manipulatif menjadi pintu kebocoran penerimaan negara.

Selain konteks penerimaan negara, hal lain yang tak kalah penting adalah ketertelusuran (traceability) dan tata kelola komoditas SDA. Di balik aktivitas tambang dan arus logistik minerba di pelabuhan yang terus bergerak masif, muncul satu pertanyaan sederhana namun paling penting: bagaimana memastikan seluruh proses tersebut benar-benar terlacak (traceable), akurat (accurate) dan dapat dipertanggungjawabkan (auditable). Di balik hiruk-pikuk rantai produksi-ekspor tersebut, seringkali negara berada posisi mengejar, bukan mengendalikan.

Padahal, selain sumber penerimaan, sektor minerba berperan sebagai strategic leverage geopolitik. Di tengah transisi energi global, komoditas seperti nikel dan tembaga menjadi komponen penting baterai kendaraan listrik dan infrastruktur energi hijau. Tanpa tata kelola yang kuat, keunggulan cadangan alam akan berubah menjadi kerentanan berupa eksploitasi tanpa kendali, celah ekspor ilegal, undervaluation, atau ketergantungan asing. Oleh karenanya, isu utama lainnya adalah bukan hanya soal berapa besar uang yang masuk, tetapi apakah alirannya dapat ditelusuri, diverifikasi dan diawasi dengan seksama.

SIMBARA: Inovasi Digital Tata Kelola Minerba

Pemerintah telah memperkenalkan SIMBARA (Sistem Informasi Mineral dan Batubara) sebagai platform digital untuk pengawasan tata niaga dan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk komoditas batubara pada Maret 2022. Pada fase ini, SIMBARA berfungsi sebagai penghubung antarkementerian/lembaga untuk memastikan bahwa data produksi, penjualan, pengapalan, dan pembayaran royalti tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Peluncuran SIMBARA didukung inisiasi antarkementerian/lembaga yang kuat, namun semua pihak memahami pentingnya mandat untuk berdiri di atas legitimasi regulasi secara penuh.

Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa upaya ini tidak berhenti sebagai proyek digitalisasi teknis. Melalui pengesahan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2025 tentang Layanan Digital Terpadu Pada Komoditas Mineral dan Batubara, SIMBARA mendapatkan landasan hukum yang memperluas mandatnya, tidak hanya untuk batubara, tetapi juga untuk lima komoditas strategis: batubara, nikel, timah, bauksit, dan tembaga. Dengan Perpres ini, SIMBARA sebagai inovasi digital berevolusi dari sistem pelaporan menjadi arsitektur tata kelola yang mengunci seluruh rantai proses—izin, produksi, logistik, dokumen ekspor, hingga penerimaan negara—dalam satu rangkaian logis yang dapat ditelusuri.

Sebelum SIMBARA, alur tata niaga minerba bergerak dalam sistem yang terpisah. Proses izin bisa berjalan tanpa keterhubungan langsung dengan pengawasan produksi, sementara dokumen ekspor dapat terbit selama persyaratan administratif terpenuhi, tanpa selalu memastikan apakah pembayaran kewajiban negara telah dilakukan. Dalam konteks inilah ruang ketidakpatuhan tumbuh. Padahal sektor minerba menyumbang kontribusi ekonomi yang signifikan dimana pada tahun 2024 menyumbang sekitar Rp140,5 triliun atau lebih dari separuh PNBP sektor ESDM. Pada 15 November 2025, realisasinya telah mencapai Rp114 triliun, atau sekitar 92% dari target APBN 2025.

Angka-angka di atas menunjukkan bahwa sektor minerba bukan sekadar urusan teknis atau perizinan, melainkan telah menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara yang perlu dikelola secara serius. Namun besarnya penerimaan ini tidak otomatis berarti tata kelola berjalan optimal. Pertanyaannya bergeser menjadi berapa potensi yang hilang akibat celah administratif, ketidakterpaduan sistem, dan lemahnya keterlacakan proses?

SIMBARA dan Logika Ketertelusuran

Sejak awal pengembangannya pada 2022, SIMBARA diperkenalkan sebagai platform kolaborasi lintas kementerian/lembaga untuk menciptakan ekosistem tata niaga minerba yang dapat ditelusuri dari hulu hingga hilir. Melalui sistem ini, pemerintah mulai membangun logika bahwa setiap output pada satu proses bisnis pemerintah harus menjadi input bagi proses berikutnya, sehingga tidak ada satu pun aktivitas yang berdiri terpisah dari rantai tata kelola minerba secara menyeluruh. Pendekatan ini memastikan konsistensi data, menghilangkan duplikasi pelaporan, dan menutup celah manipulasi antarproses dari sejak di hulu hingga hilir proses bisnis minerba.

Pada sisi hulu, SIMBARA mulai bekerja sejak proses perizinan di Kementerian ESDM. Seluruh data strategis, mulai dari nomor izin usaha pertambangan (IUP, IUPK, PKP2B), rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB), laporan hasil verifikasi (LHV), hingga pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), mengalir secara digital dan menjadi fondasi proses tata niaga selanjutnya. Pada fase ini, pengawasan diarahkan pada arus orang, dengan memperkuat profil pelaku usaha melalui integrasi elemen seperti data beneficial ownership, riwayat transaksi, pola afiliasi, hingga risiko kepatuhan. Pendekatan ini memastikan bahwa tata kelola tidak hanya mengawasi komoditas, tetapi juga aktor yang mengendalikannya.

Sejalan dengan itu, penguatan arus dokumen dilakukan melalui integrasi SIMBARA dengan sistem Single Submission (SSm) Perizinan. Konsep single source of truth memastikan bahwa setiap dokumen legal, teknis, maupun administratif dapat diverifikasi secara elektronik. Dengan demikian, penerbitan dokumen tidak lagi berdiri di atas klaim atau laporan manual, tetapi berdasarkan data yang sudah tervalidasi secara sistematis.

Sementara itu, pada sisi hilirnya, SIMBARA memainkan peran penting dalam memastikan bahwa pergerakan fisik komoditas selaras dengan dokumen yang mendasarinya. Melalui integrasi dengan sistem kepelabuhanan nasional (PORTNET), sistem kepabeanan, serta SSm Pengangkut dan SSm Ekspor, pemerintah dapat memantau arus barang dan arus pengangkut secara real-time. Manifest, surat persetujuan berlayar (SPB), serta informasi logistik lainnya tidak hanya dilaporkan, tetapi dihubungkan dengan data produksi dan izin yang telah diterbitkan sebelumnya.

Selain itu, pengawasan arus uang diperkuat melalui konektivitas dengan Bank Indonesia melalui sistem Devisa Hasil Ekspor (SIMODIS), memungkinkan pelacakan devisa hasil ekspor secara elektronik. Integrasi dengan sistem perpajakan nasional (Coretax) dan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) terutama pada kegiatan hilirisasi industri juga sedang berjalan, sehingga pembayaran royalti melalui SIMBARA dapat menjadi dasar penerbitan faktur pajak atau kewajiban hilirisasi.

Dengan logika hulu-hilir tersebut, SIMBARA kini berkembang menjadi arsitektur tata kelola digital sektor minerba, bukan sekadar aplikasi pelaporan. Seluruh lima arus strategis, orang, dokumen, barang, pengangkut, dan uang, dibangun dalam satu rangkaian proses yang saling mengunci. Ke depannya setiap transaksi, perpindahan barang, perubahan status dokumen, maupun kewajiban pembayaran dapat dipetakan dalam executive dashboard, analytical dashboard, dan transactional dashboard.

Melalui pendekatan ini, SIMBARA menghadirkan model pengawasan yang tidak hanya responsif, tetapi juga prediktif dan preventif. Tata kelola tidak lagi berfokus pada audit setelah kejadian, tetapi pada pencegahan ketidakwajaran melalui jejak digital yang utuh dan dapat diverifikasi. Dengan demikian, transformasi SIMBARA dengan dukungan Perpres 94 Tahun 2025 merupakan bentuk perubahan paradigma tata kelola negara, yaitu dari tata kelola berbasis laporan dokumen, menuju tata kelola berbasis integrasi data, alur logis proses bisnis, dan ketertelusuran menyeluruh dari lubang tambang hingga kas negara.

Tantangan Implementasi dan Jalan ke Depan

Dengan pendekatan terintegrasi di atas, konsep ketertelusuran dalam tata kelola minerba menjadi lebih konkret. Negara dapat mengetahui siapa yang menambang, berapa yang ditambang dan dijual, kepada siapa barang dipindahkan, moda apa yang digunakan, dan berapa yang akhirnya masuk ke kas negara. Lebih dari sekadar transparansi, melalui SIMBARA dapat dikedepankan prinsip deteksi dini (early warning). Dengan mekanisme seperti Automatic Blocking System (ABS), pelaku usaha yang tidak memenuhi syarat tidak dapat melanjutkan proses bisnis selanjutnya (penjualan komoditas, ekspor, dan lain-lain). 

Absennya kepatuhan bukan lagi risiko reputasi, melainkan konsekuensi operasional yang pada akhirnya menciptakan kondisi preventive compliance. Implementasi ini juga menciptakan kesetaraan aturan. Sistem memastikan pendekatan level playing field, bukan siapa yang paling pandai memanfaatkan celah administrasi, melainkan siapa yang paling patuh terhadap standar tata kelola yang berlaku.

Meski prospeknya kuat, implementasi SIMBARA tidak lepas dari tantangan. Ada kebutuhan penguatan harmonisasi antar-sistem yang sudah lama berjalan, seperti sistem perizinan, verifikasi dokumen teknis, maupun sistem lainnya. Di sisi lain, pelaku usaha dan institusi pemerintah terus memerlukan penguatan adaptasi terhadap budaya yang menempatkan data sebagai dasar keputusan, bukan dokumen manual. Selain itu, kualitas data turut menjadi fondasi. Sistem paling canggih tidak akan efektif tanpa data yang benar, konsisten, dan dapat diverifikasi.

Oleh karenanya, tiga komponen krusial untuk memperkuat implementasi penguatan SIMBARA ke depan. Pertama, kepastian regulasi dan penegakan hukum. Kedua, keterbukaan, konsistensi dan integrasi data lintas kementerian/lembaga. Ketiga, mekanisme insentif bagi pelaku usaha yang patuh, bukan hanya sanksi bagi yang melanggar.

SIMBARA bukan hanya tonggak digitalisasi sektor minerba. Ia mengubah paradigma tata kelola dari fragmentasi menjadi sistem yang utuh, dari paradigma sistem pelaporan biasa menjadi pengawasan proaktif dan integratif sejak dini, dari kebutuhan pengecekan dokumen manual menjadi ketertelusuran berbasis data. Jika implementasi konsisten dan ekosistem governance-based-system ini dijaga, maka alur komoditas minerba Indonesia bergerak dalam ketertelusuran yang dapat dipantau dengan kelas: dari lubang tambang hingga masuk ke kas negara.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tilang Elektronik Dinilai Efektif, Korlantas Targetkan 5.000 ETLE pada 2026
• 17 jam laluliputan6.com
thumb
Pria di Boyolali Perkosa 2 Adik Kandungnya, 1 Korban Hamil
• 9 jam laludetik.com
thumb
Mahasiswa Indonesia Jadi Imam Masjid London
• 4 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Kapolri: Stabilitas Keamanan Dukung Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
• 21 jam lalutvrinews.com
thumb
Kota Bogor Siaga 1 Malam Tahun Baru, Ini 3 Poin Pengamanan Polisi
• 16 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.