Fajar.co.id, Jakarta — Surat Edaran PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 adalah sah dan berlaku, termasuk pada poin yang menyatakan status KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025 pukul 00.45 WIB
Demikian penegasan Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Sarmidi Husna. Dia juga membenarkan adanya dokumen audit internal PBNU soal dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan organisasi, termasuk indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp100 miliar.
Sarmidi menyebut, hal itu menjadi salah satu alasan pemecatan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU.
“Itu salah satu alasan. Kan ada alasan-alasan tuh, poin 1,2,3, nah itu kan alasan. Itu masuk poin 3, soal tata kelola keuangan,” kata Sarmidi saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Ia menambahkan, karena alasan tersebut berada dalam kategori tata kelola keuangan, PBNU tidak dapat membeberkan detail lebih jauh.
“Itu masuk poin 3 sehingga kami tidak bisa membuat secara detail itu, saya kira paham ya,” ujarnya menambahkan.
Di satu sisi, Sarmidi menyebut audit terkait aliran dana di internal organisasi sebenarnya merupakan konsumsi internal. Namun, ia mengaku tidak mengetahui bagaimana hasil audit tersebut bisa beredar luas dan menjadi viral di media massa maupun media sosial.
“Soal audit ini memang sebenarnya itu adalah konsumsi internal. Tapi saya nggak tau ko tiba-tiba itu bisa viral, bisa nyebar di media massa, media sosial,” jelas Sarmidi.
Ia juga membenarkan terdapat temuan aliran dana sebagaimana yang muncul dalam pemberitaan. Meski begitu, PBNU belum dapat menyampaikan secara rinci temuan tersebut kepada publik.
“Itu kalau kami melihat data yang ada, itu benar, benar adanya ada aliran yang masuk itu. Tapi secara rinci kami memang tidak bisa menjelaskan secara rinci depan panjenengan semua. Saya kira sudah dapat dipahami,” tuturnya.
Diketahui, sebuah dokumen audit internal PBNU tahun 2022 beredar dan mengungkap dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan organisasi, termasuk indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Audit menyebut dana sebesar Rp100 miliar, yang seharusnya digunakan untuk rangkaian HUT ke-100 PBNU dan operasional, justru masuk ke salah satu rekening Bank Mandiri atas nama PBNU.
Meski atas nama organisasi, audit menyebut rekening tersebut “dikendalikan oleh Mardani H. Maming”, yang saat itu menjabat Bendahara Umum PBNU. Dana Rp100 miliar itu disebut berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Maming.
“Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa dana sejumlah Rp 100 miliar yang masuk ke rekening Bank Mandiri atas nama PBNU pada tanggal 20 Juni 2022 dan 21 Juni 2022 dalam empat kali transaksi adalah berasal dari Grup PT Batulicin Enam Sembilan milik Mardani H. Maming,” tulis dokumen tersebut, dikutip pada Jumat (28/11/2025).
Dana itu diketahui masuk hanya dua hari sebelum Mardani H. Maming diumumkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) saat ia menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Pada tanggal 22 Juni 2022, Mardani H. Maming diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu,” tulis audit.
Audit juga mencatat adanya aliran dana keluar dari rekening Mandiri tersebut, termasuk pengeluaran lebih dari Rp10 miliar yang dibukukan sebagai pembayaran hutang. Selain itu, terdapat transfer signifikan sepanjang Juli–November 2022 ke rekening milik Abdul Hakam, Sekretaris LPBHNU, yang saat itu aktif menjadi bagian tim pendamping hukum Maming berdasarkan memo internal Ketua Umum PBNU tanggal 22 Juni 2022. (bs-sam/fajar)