Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (28/11/2025).
Merujuk data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan pagi ini di level Rp16.625/US$, atau menguat sekitar 0,06% dibandingkan penutupan sebelumnya. Penguatan ini melanjutkan momentum positif setelah pada Kamis (27/11/2025) rupiah ditutup terapresiasi 0,12% ke posisi Rp16.635/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, per pukul 09.00 WIB tercatat menguat tipis 0,03% ke posisi 99,590.
Pergerakan rupiah menjelang akhir pekan ini masih akan sangat dipengaruhi oleh dinamika dolar AS di pasar global. DXY tercatat berada dalam tren pelemahan dalam beberapa hari terakhir, memberikan ruang bagi mata uang emerging markets untuk bergerak lebih stabil.
Dolar AS yang tengah menuju penurunan mingguan terdalam dalam empat bulan terakhir, di tengah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pelonggaran kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Fed).
Di sisi lain, tekanan terhadap dolar juga datang dari meningkatnya spekulasi bahwa Kevin Hassett pendukung kebijakan suku bunga rendah menjadi kandidat terkuat pengganti Jerome Powell sebagai Ketua The Fed. Pasar menilai skenario ini sebagai katalis negatif bagi penguatan dolar.
Pasar AS sendiri libur pada Kamis sehingga likuiditas menurun, kondisi yang berpotensi memperbesar fluktuasi perdagangan mata uang. Kondisi ini membuat pelaku pasar lebih berhati-hati, khususnya dalam memperkirakan arah dolar terhadap mata uang utama dan emerging markets.
Dari sisi prospek suku bunga, arah kebijakan moneter The Fed menjadi penentu utama. DXY sempat naik tipis ke 99,58, namun secara mingguan masih turun sekitar 0,60% atau menjadi penurunan terdalam sejak Juli. Beberapa analis global, termasuk dari UBS, menilai momentum dolar akan terus melemah dalam jangka pendek dan mendorong investor melakukan rotasi ke mata uang emerging.
Namun di sisi lain, pandangan terhadap prospek dolar tetap terbagi. Sejumlah analis melihat faktor ketahanan ekonomi AS dan perbedaan imbal hasil masih akan menjaga dolar dari koreksi lebih dalam. Sementara itu, sebagian lain menilai pelemahan dolar akan berlanjut seiring meningkatnya peluang pemangkasan suku bunga, tekanan politik dari Gedung Putih, dan dinamika pemilihan Ketua The Fed.
(evw/evw)