FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Indonesia sepertinya tidak berhenti diterpa masalah. Belakangan ini publik dihebohkan oleh terbongkarnya bandara ilegal di Morowali.
Aktivis perempuan, Ida Kusdianti, mengatakan bahwa sejumlah keputusan politik di era Jokowi meninggalkan dampak serius bagi tata kelola pemerintahan dan sistem meritokrasi.
Dikatakan Ida, perubahan mekanisme penempatan jabatan publik yang tidak lagi berbasis meritokrasi menjadi awal persoalan yang lebih besar dalam penyelenggaraan negara.
“Kewenangan negara atas jabatan yang awalnya bersifat institusional berubah menjadi personalisasi,” ujar Ida kepada fajar.co.id, Jumat (28/11/2025).
“Itulah awal kehancuran sebuah negara yang dilakukan Jokowi dan pembisiknya, seperti dibubarkannya Komisi ASN oleh Jokowi atas usulan Luhut Binsar Panjaitan,” tambahnya.
Ida mengingatkan bahwa Komisi ASN memiliki mandat konstitusional sebagai penjaga sistem meritokrasi, yang menurutnya kini terganggu.
“Meritokrasi adalah sistem sosial dan politik di mana posisi dan kekuasaan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasi individu, bukan karena faktor-faktor seperti kekayaan, keluarga, atau status sosial,” jelas Ida.
Ia menyebut hilangnya Komisi ASN berdampak pada proses penunjukan pejabat publik hingga rektor perguruan tinggi yang dinilainya semakin jauh dari prinsip keterbukaan dan kompetisi sehat.
Ida juga menyinggung temuan bandara ilegal di Morowali yang sempat memicu reaksi keras Menteri Pertahanan Syafri Sjamsoeddin.
“Jokowi telah merusak semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, sampai-sampai perusahaan tambang ilegal mempunyai bandara sendiri yang tidak tersentuh oleh negara sehingga membuat murka Menteri Pertahanan Syafri Samsudin,” katanya.
Ia menilai persoalan tersebut bukan hanya merugikan perekonomian nasional, tetapi juga berkaitan dengan isu kedaulatan.
“Ribuan trilliun uang menguap atas dasar Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan hasil audit PPATK, 36 persen lebih uang proyek PSN mengalir ke kantong pribadi baik pejabat maupun swasta,” terangnya.
Ida kemudian mempertanyakan posisi Presiden Prabowo dalam menyikapi kontroversi dan warisan kebijakan era sebelumnya.
Ia bertanya apakah pemerintah yang sekarang akan mengambil langkah korektif atau justru tetap bersikap defensif.
“Masihkah Presiden Prabowo mau lindungi Jokowi? Masihkah Presiden Prabowo menutup mata dan ikut mengkhianati rakyat?,” tandasnya.
Ida bilang, publik menunggu keberanian pemerintah menegakkan hukum secara transparan tanpa pandang bulu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, perusahaan yang memiliki lahan sekitar 2000 hektar itu berdiri sejak 19 September 2013. Lalu diresmikan Jokowi pada 29 Mei 2015.
Seperti diketahui, PT IMIP merupakan perusahaan yang bekerja sama antara perusahaan Bintang Delapan Group (Indonesia) dengan perusahaan Tsingshan Steel Group dari Tiongkok.
Shanghai Decent Investment (Group) menjadi pemegang saham terbesar dengan angka 49,69 persen.
Sementara PT Sulawesi Mining Investment sebesar 25 persen. Disusul PT Bintang Delapan Investama sebesar 25,31 persen.
Kabarnya, PT IMIP juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang operasional.
Di antaranya Pelabuhan Laut, Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (PLTU), hingga Pabrik-pabrik pendukung seperti pabrik mangan, silikon, dan kapur.
(Muhsin/fajar)