Peresmian Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pesanggrahan, di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, September 2025, disebut berkontribusi besar dalam upaya mencegah Jakarta tenggelam dan krisis air. Namun, perlu strategi khusus untuk membuat warga Ibu Kota beralih menjadi pelanggan air perpipaan.
“Kami sangat mendorong ini (IPA Pesanggrahan) karena dampak dari penurunan muka tanah adalah air bisa tercemar pada akhirnya," kata Hendricus Andy Simarmata, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, kepada Katadata, Senin (24/11/2025).
Ia menjelaskan, Jakarta terancam mengalami penurunan muka tanah (land subsidence) hingga ke level yang mengkhawatirkan dalam 10 tahun ke depan. Hal itu akibat penyedotan air tanah berlebih yang saat ini dilakukan di rumah-rumah hingga gedung-gedung. Penyedotan air tanah lebih dipilih ketimbang berlangganan layanan air PAM (seperti yang disalurkan dari IPA Pesanggrahan) karena lebih murah dan sulit terpantau. Meskipun, aturan jelas melarangnya.
"Penggunaan air tanah harus dibatasi karena bisa menyebabkan penurunan muka tanah," kata Hendricus. "Sehingga satu-satunya cara untuk mengatasi permasalahan ini hanyalah membuat perpipaan," lanjut Hendricus.
IPA Pesanggrahan sendiri menyediakan air kepada warga lewat jaringan pipa. Sumbernya adalah air baku yang berasal dari Sungai Pesanggrahan, bukan air tanah. Menurut keterangan PAM Jaya, IPA Pesanggrahan ini berkapasitas 750 liter per detik (lpd).
Fasilitas ini bisa memperluas suplai kebutuhan air minum warga Jakarta, tepatnya sekitar 100 ribu pelanggan baru di 3 Kecamatan (Kecamatan Pesanggrahan, Kebayoran Lama dan Kembangan) serta 10 Kelurahan di Jakarta Selatan (Kelurahan Srengseng, Cipulir, Pesanggrahan, Bintaro, Petukangan Utara, Petukangan Selatan, Ulujami, Meruya Utara, Meruya Selatan dan Joglo).
"Sampai hari ini, layanan air bersih sudah mencakup 74,24% wilayah Jakarta. Ini hal yang menggembirakan dan mudah-mudahan sampai dengan akhir tahun bisa mencapai 80 persen," ungkap Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, saat meresmikan IPA Pesanggrahan.
Infrastruktur ini mengolah air sungai dengan teknologi pengolahan konvensional, mulai dari aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi dengan plate settler, hingga filtrasi menggunakan rapid sand filter dengan media pasir silika. Proses desinfeksi pun dilengkapi dengan sistem netralisasi untuk keamanan kerja.
IPA Pesanggrahan ini juga mengusung konsep Zero Waste melalui daur ulang air pencucian filter dan pengelolaan lumpur hasil pengolahan lewat teknologi sludge dewatering.
Efek Panjang Penyedotan Air Tanah
Menurut keterangan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, penurunan muka tanah disebabkan oleh sejumlah faktor. Yakni, penyedotan air tanah, kompaksi (pemadatan) oleh bangunan, konsolidasi lapisan tanah secara alamiah, dan gaya-gaya tektonik.
Yang paling berkontribusi pada penurunan muka tanah, menurut SDA Pemprov DKI, adalah penyedotan air tanah karena menyebabkan kompaksi akuifer, lapisan air tanah berada.
Penjelasannya adalah bahwa penyedotan terus-menerus membuat volume air tanahnya berkurang drastis. Lapisan yang ada di bawah tanah ini pun makin tertekan oleh beban tanah dan bangunan di atasnya. Efeknya, permukaan tanah makin menurun hingga amblas.
Menurut Hendricus, penurunan muka tanah yang terutama terjadi di wilayah barat dan utara Jakarta ini pada ujungnya mengancam kebersihan stok air di lapisan akuifer itu.
“Kami sangat mendorong ini (IPA Pesanggrahan), karena dampak dari penurunan muka tanah adalah air bisa tercemar pada akhirnya," jelas dia.
Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta 2024, penurunan permukaan tanah di Jakarta itu diketahui setelah dilakukan pengamatan di 255 titik di ibu kota sepanjang 2023. Angka penurunan muka tanahnya bervariasi hingga 10 cm, dengan rata-rata penurunan 3,9 cm per tahun.
Laju penurunan tanah diukur dengan GPS geodetik lewat kerja sama antara Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB dan Dinas Sumber Daya Air Jakarta.
Berikut daftar sejumlah wilayah di Jakarta dengan laju penurunan muka tanah signifikan:
Muara Angke: 9,7 mm per tahun
Cengkareng Barat: 7,9 mm per tahun
Pantai Mutiara: 7,6 mm per tahun
Rawa Buaya: 6,5 mm per tahun
Tanjungan Kamal: 6,5 mm per tahun
Meruya Barat: 5,9 mm per tahun
Meruya Utara: 5,9 mm per tahun
Saat permukaan tanah makin menurun, Jakarta terancam tenggelam. Terlebih, air laut makin tinggi dan menenggelamkan pesisir. Berdasarkan studi Lembaga Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) serta para ilmuwan AS lainnya pada 2024, kenaikan air laut dalam 31 tahun pencatatan mencapai lebih dari dua kali lipat, dari 2,1 mm per tahun menjadi 4,5 mm per tahun.
Jakarta pun terkena dampak dari penurunan muka tanah sekaligus peningkatan permukaan air laut. Banjir rob di pesisir utara Jakarta yang makin masuk ke daratan menjadi bukti nyata. Bencana ini terjadi saat air laut pasang naik masuk jauh ke wilayah daratan hingga menggenangi permukiman di pesisir.
Saat air laut makin naik ke daratan, pencemaran air tanah makin parah.
"Apalagi, jika air sudah keruh dan bau - itu harus ada filter agar memenuhi standar kesehatan. Jangan terkecoh pada air bening tapi enggak ngecek dulu ke laboratorium,” kata Hendricus.
Potongan Harga
Sejumlah warga mengaku mendukung pembangunan IPA Pesanggrahan dan berencana beralih menjadi pelanggan air pipa ini.
Nur Shabrina, 19 tahun, warga Kelurahan Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jaksel, mengaku selama ini menggunakan air tanah karena gratis, masih terbilang bersih dan tidak bau.
“Saya saat ini pakai air tanah karena enggak bayar, tapi mendukung saja program pemprov DKI ini demi kemajuan walau sekarang enggak pakai PAM, mungkin kedepannya (pakai PAM),” kata dia.
Olivia Maradilla Nasution, 48 tahun, warga apartemen subsidi Gateway, Pesanggrahan, Jaksel, menerangkan apartemennya saat ini menggunakan air tanah yang disimpan di toren penampungan. Selama ini, kata dia, warga apartemen apartemen subsidi itu tidak pernah kesulitan air, kecuali saat toren rusak.
Ketika ditanya soal IPA, dia menyebut selama itu hal yang positif, dia pun mendukung karena yakni airnya pasti juga lebih bersih.
Hendricus mengingatkan penggunaan air perpipaan saat ini kemungkinan masih memberatkan warga karena harus ada beban biayanya. Ia menyarankan pemerintah menerapkan strategi transisi sampai masyarakat merasa air pipa lebih berkualitas.
Tahap pertama ialah pemberian harga promosi. Setelah masa ini berakhir, pemberlakuan harga normal dilakukan. Strategi berikutnya adalah penegakan aturan larangan penyedotan air tanah bagi rumah tangga dan gedung-gedung, seperti yang tercantum pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
“Ketika pipa diperluas, maka bangunan komersial di atas 8 lantai tidak boleh menggunakan air tanah,” tutup Handricus.