Pemerintah terus mengerahkan kekuatan nasional untuk menangani bencana di Sumatera. Meski tak mengeluarkan status darurat bencana nasional, pengerahan kekuatan untuk membantu penanganan bencana tetap dikerahkan secara penuh.
Penentuan darurat bencana nasional memang tidak bisa serta merta diterbitkan. Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menjelaskan penetapan status bencana nasional tidak bisa dilakukan begitu saja.
Ia menyebut, ada prosedur dan dasar hukum yang mengatur tahapan bagaimana sebuah bencana dapat dinaikkan statusnya oleh pemerintah pusat.
“Kalau untuk penetapannya, pemerintah itu dasarnya kepada ini, usulan provinsi. Kalau kabupaten/kota nggak mampu [menangani], ya kabupaten/kota menyatakan usulan kepada provinsi. Kemudian provinsi sendiri tidak mampu, baru pemerintah pusat yang menetapkan [bencana] secara nasional," kata Trubus kepada wartawan, Minggu (30/11).
Trubus mencontohkan, bencana besar gempa Yogyakarta pada 2006. Pada saat itu, pemerintah pusat tidak menetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah masih mampu untuk menangani.
"Contohnya apa? Contohnya pada saat kasus bencana tahun 2006, mas, di Yogyakarta. Itu sampai 6 juta orang yang meninggal itu. Nah itu ditangani oleh Yogyakarta. Pemerintah pusat tidak menetapkan sebagai bencana nasional. Karena apa? Karena Yogyakarta masih mampu, masih berjalan, pelayanan publik jalan, semua bantuan juga berjalan. Jadi ditangani oleh pemerintah daerah," ujarnya.
Ia menekankan UU Kebencanaan mengatur penanganan secara berjenjang, bukan berdasarkan besarnya korban atau kepanikan publik.
"Karena memang undang-undang kebencanaan nasional kita menetapkan secara berjenjang. Dasarnya itu. Jadi bukan karena jumlah yang meninggal, bukan karena masyarakat panik, bukan karena tekanan ini, tapi terhadap kapasitas kemampuan pemerintah daerahnya. Kalau pemerintah mengatakan saya sudah nggak mampu, ya saya serahkan kepada yang di atasnya," ucap dia.
Ketika ditanya apakah ada parameter tertentu untuk menetapkan status bencana nasional, Trubus menegaskan tidak ada.
"[Parameter untuk penetapan bencana nasional] Nggak. Nggak ada. Karena kalau itu yang terjadi nanti ini akan segala sumber daya anggaran dan sebagainya nanti jadi ini terkonsentrasi ke daerah lain, jadi kalau ada mau bencana lagi jadi bingung," ujarnya.
Dampak Penetapan Status Bencana NasionalTrubus juga menegaskan penetapan bencana nasional membawa konsekuensi besar terhadap layanan publik. Bahkan, sumber daya yang berada di luar daerah bencana.
"Efeknya kalau ditetapkan bencana nasional, seluruh sumber dayanya urusannya untuk bencana, mas. Jadi nanti pelayanan-pelayanan diarahkan ke sana semua. Misalnya kayak sekolah harus libur. Semuanya. Kesehatan semua medis di posisi rumah sakit harus siap semua," jelas Trubus.
Lebih lanjut, ia menilai wajar apabila masyarakat mempertanyakan sikap pemerintah pusat. Ia kembali mengingatkan bahwa penetapan tersebut tidak bisa dipaksakan.
"Iya, kalau daerah masih mampu, daerah masih berkoordinasi, daerah masih mendatangkan anggaran, masih bisa mengatur sendiri lah, ya itu ya nggak bisa. Itu urusannya urusan pemerintah daerah. Yogyakarta begitu dulu," terang Trubus.
Menurutnya, salah satu alasan besarnya porsi tanggung jawab daerah adalah karena banyak bencana terjadi akibat kebijakan lokal.
"Oh iya, karena kan terjadinya misalnya karena kerusakan lingkungan, karena penggundulan hutan itu kan bukan pemerintah pusat. Itu kan urusan pemerintah daerah yang beri izin," tandas dia.