jpnn.com, JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil menyatakan keprihatinan mendalam atas keterlibatan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam sejumlah aksi penegakan hukum, termasuk penggerebekan kasus narkotika. Koalisi menilai tindakan ini telah melampaui kewenangan dan melanggar konstitusi.
Koalisi menyoroti insiden yang melibatkan Anggota Kodam VI/Mulawarman di Kutai Barat yang melakukan penggerebekan terhadap enam orang yang diduga terlibat kasus narkotika. Menurut koalisi, tindakan ini bertentangan dengan UUD 1945, UU TNI, KUHAP, dan prinsip-prinsip penegakan hukum.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil: TNI Tidak Semestinya Masuk Ranah Penegakan Hukum
"Kewenangan penegakan hukum, utamanya kasus narkotika, berada pada institusi Kepolisian atau Badan Narkotika Nasional, sehingga tidak seharusnya TNI melampaui kewenangan tersebut dengan dalih apa pun," bunyi pernyataan pers koalisi, Minggu (30/11).
Koalisi menegaskan bahwa ketentuan Pasal 81 UU No. 35/2009 tentang Narkotika secara jelas memberikan wewenang penyidikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN. "Artinya, penegakan hukum tindak pidana narkotika hanya dimungkinkan oleh penyidik yang berasal dari Kepolisian dan BNN," tambah pernyataan itu.
BACA JUGA: TNI AD Mengerahkan 2 Helikopter Bantu Penanganan Bencana di Sumatra
Lebih lanjut, koalisi menilai tindakan personel TNI yang terlibat dalam penggerebekan menunjukkan ketidakharmonisan dalam pelaksanaan tugas.
"Tindakan penggerebekan yang dilakukan oleh personel TNI sepatutnya dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan. Sebab, dalam kerangka negara hukum, setiap orang berhak atas proses penegakan hukum dan peradilan yang adil," jelas pernyataan tersebut.
BACA JUGA: Kodam I/BB Kirim 555 Prajurit TNI ke Lokasi Bencana Banjir
Koalisi juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pembiaran terhadap tindakan semacam ini akan mengancam hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
"Masuknya TNI dalam berbagai urusan sipil telah menguatkan Dwi Fungsi TNI yang tidak hanya fokus pada urusan pertahanan, tetapi melibatkan diri dalam kehidupan sipil," kata koalisi.
Beberapa contoh lain yang disebutkan antara lain penangkapan oleh personel TNI Kodim 0209/LB dan Korem 022/PT terhadap sekelompok orang yang diduga menggunakan narkoba pada 5 November 2025, kasus penggerebekan pupuk di Sumatera Utara, serta penerbitan Surat Izin Keramaian oleh Koramil 1810/Arcamanik.
Merespons hal ini, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak TNI untuk tidak secara serampangan terlibat dalam urusan sipil. "Tindakan itu tidak hanya salah secara hukum, tetapi juga merupakan penyimpangan serius dari mandat dan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara," tegas mereka.
Koalisi juga meminta Mabes TNI memberikan peringatan disiplin tegas kepada personel yang menyalahgunakan kewenangan. Presiden didesak untuk mengevaluasi dan meninjau ulang kebijakan yang membuka ruang pelibatan TNI di ranah sipil, termasuk mencabut Perpres No. 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
"Untuk memastikan tegaknya supremasi sipil, DPR juga harus secara serius dan konsisten dalam menjalankan fungsi pengawasan sipil yang demokratis terhadap militer," pungkas koalisi. Mereka mendorong DPR untuk menggunakan haknya membentuk panitia kerja guna menyelidiki kecenderungan pelibatan militer dalam urusan sipil. "Apabila terus dibiarkan, sistem demokrasi dan konstitusi akan semakin melenceng jauh dari relnya," tutup pernyataan itu.
Pernyataan pers ini ditandatangani oleh Democratic Judicial Reform (DeJure), PBHI, Imparsial, Centra Initiative, Raksha Initiatives, HRWG, dan Koalisi Perempuan Indonesia. (tan/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga