Pembentukan Dewan Nasional untuk Kesejahteraan Keuangan Masih Perlu Kajian

kumparan.com • 15 jam yang lalu
Cover Berita

Presiden Prabowo Subianto ingin membentuk suatu dewan nasional yang mengurus kesejahteraan keuangan. Meski demikian, rencana ini dinilai perlu dikaji kembali agar tak keberadaan dewan baru tersebut tak tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.

Sebelumnya, dewan baru tersebut direncanakan untuk menyempurnakan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang sudah ada.

“Tugasnya terlalu tumpang tindih dengan DNKI, tugasnya juga terlalu banyak beririsan dengan OJK, BI dan beberapa kementerian bidang ekonomi. Idealnya, tidak perlu lembaga baru, cukup dan lebih baik dengan peningkatan koordinasi,” kata Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin kepada kumparan, Minggu (30/11).

Wijayanto menilai, kajian perlu dilakukan bahkan dewan baru tersebut tak perlu dibentuk karena dalam satu tahun terakhir sudah terlalu banyak institusi baru yang dibentuk. Hal ini juga bisa berdampak buruk bagi APBN.

“Selain membuat postur pemerintahan terlalu gemuk dan boros APBN, juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih otoritas kebijakan dan eksekusi di lapangan. Penambahan jumlah kementerian dan anggota kabinet saja masih menimbulkan efek negatif yang belum tuntas diperbaiki,” ujarnya.

Selaras, Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, juga menilai kajian untuk pembentukan dewan baru tersebut harus dilakukan karena menurutnya semangat yang dibawa oleh pemerintahan Prabowo adalah efisiensi. Alih-alih membentuk lembaga baru, ia menyarankan agar pemerintah cukup mengoptimalisasi lembaga yang sudah ada.

“Bila bisa lembaga yang sudah ada diefektifkan akan lebih baik. Tugas pokok dari lembaga baru atau memanfaatkan lembaga yang sudah ada adalah bagaimana meningkatkan tingkat inklusi, literasi dan akses keuangan,” ujarnya.

Adapun Trioksa menuturkan jika nantinya lembaga baru memang dibentuk maka yang harus diperhatikan adalah target dari tujuan lembaga tersebut untuk meningkatkan tingkat inklusi, literasi dan akses keuangan. Maka dari itu, menurutnya diperlukan orang-orang profesional yang memiliki kompetensi di bidang peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

Sama seperti Trioksa, Ekonom dari CORE Yusuf Rendy Manilet juga menilai jika keputusan Prabowo adalah membentuk lembaga baru maka hal itu tidak sejalan dengan semangat efisiensi.

“Pemerintah berkomitmen untuk melakukan efisiensi birokrasi, sehingga pembentukan badan baru yang tugasnya sebenarnya dapat diakomodasi oleh lembaga yang sudah ada menjadi tidak ideal,” ujar Yusuf.

Jika memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan keuangan, Yusuf melihat hal tersebut sebenarnya dapat dicapai melalui penguatan mandat lembaga yang sudah ada seperti OJK. Terutama terkait peningkatan inklusi dan literasi keuangan sesuai target jangka menengah maupun panjang.

Selain itu, lembaga yang mengurus kesejahteraan keuangan nantinya juga harus mempertimbangkan aspek pendapatan. Adapun Yusuf menuturkan pendapatan penduduk sangat bergantung pada kondisi pasar kerja sehingga kesejahteraan keuangan harus dimulai dari strategi formalisasi pekerja.

“Saat ini, proporsi pekerja di sektor informal masih relatif besar, sementara kesempatan untuk bekerja di sektor formal yang menawarkan upah lebih baik masih terbatas. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesejahteraan harus dimulai dengan strategi untuk memfasilitasi peralihan pekerja informal ke sektor formal,” kata Yusuf.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap rencana ini merupakan arahan Prabowo usai pertemuan bilateral dengan Ratu Maxima selaku UN Secretary-General’s Special Advocate (UNSGA) for Financial Health.

“Bapak Presiden meminta agar dibentuk Dewan Nasional terkait kesejahteraan keuangan ataupun Financial Health ini. Dan ini adalah untuk melengkapi atau menyempurnakan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI). Dan ini akan melibatkan para stakeholder, termasuk di dalamnya untuk mempersiapkan data keuangan yang bisa terbuka atau open data keuangan,” kata Airlangga di Istana Negara, Kamis (27/11).

Nantinya dewan nasional tersebut juga didorong untuk melakukan edukasi mengenai literasi keuangan serta mendorong tersedianya data keuangan yang terbuka baik untuk perbankan maupun konsumen perbankan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
thumb
thumb
Berhasil disimpan.