Jakarta: Pemecatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), dinilai prematur. Karena audit keuangan PBNU belum rampung serta belum menghasilkan laporan apa pun yang bisa dijadikan dasar keputusan.
“Audit belum selesai, tim pencari fakta baru bergerak setelah keputusan diumumkan. Bagaimana mungkin keputusan strategis diambil sebelum fakta lengkap tersedia? Prinsip organisasi yang tertib harus dijunjung tinggi,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Najib Azca di Jakarta, Minggu, 30 November 2025.
Baca Juga :
Said Abdullah: Perpecahan PBNU Merugikan Bangsa
Dia menturkan dalam klarifikasi kepada Tim Audit Internal PBNU, auditor menilai tidak semestinya ada pihak yang menyimpulkan atau mengutip hasil audit karena proses masih berlangsung. Auditor juga menegaskan bahwa audit umum tidak serta-merta membuktikan adanya penyimpangan sebelum seluruh rangkaian pemeriksaan selesai dan diverifikasi.
Di sisi lain, keputusan Rais Aam mencopot Ketum PBNU dinilai menyalahi AD/ART. Menurut aturan organisasi, satu-satunya forum yang berhak mengganti Ketua Umum adalah Muktamar, bukan keputusan sepihak melalui surat edaran ataupun pernyataan Rais Aam.
Dia menilai kejanggalan semakin terlihat karena tim pencari fakta (TPF) baru dibentuk setelah pemecatan dilakukan, bukan sebelumnya sebagaimana lazimnya prosedur organisasi yang tertib. Ia menegaskan kembali bahwa PBNU harus menjaga maruah organisasi dengan mengedepankan prosedur, bukan asumsi atau tekanan internal.
“Jika ada dugaan pelanggaran, penyelidikan dulu. Fakta dikumpulkan, dibahas di forum yang sah, baru keputusan diambil. Membalik urutan justru memecah belah,” ujar Najib.
Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf. Foto: Metrotvnews.com/Kautsar Widya Prabowo.
Di tengah memanasnya situasi, sejumlah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dari berbagai daerah menyerukan agar PBNU mengutamakan islah dan tabayyun. Mereka menilai penyelesaian damai dan musyawarah adalah tradisi organisasi yang harus dijaga.
Beberapa PWNU, kata dia, bahkan meminta agar kepengurusan yang ada dituntaskan hingga muktamar mendatang. Hal ini sembari membenahi persoalan internal secara bijak tanpa langkah-langkah yang dapat merusak stabilitas organisasi.
"Seruan ini mencerminkan keprihatinan luas bahwa kegaduhan di pucuk pimpinan PBNU dapat menggerus kepercayaan publik dan melemahkan posisi organisasi menjelang Muktamar 2026," kata Najib
Sebelumnya, Gus Yahya telah menolak keputusan pemberhentian tersebut dan menegaskan bahwa Rais Aam tidak memiliki dasar organisatoris untuk mencopot Ketum tanpa Muktamar. Sementara, dengan audit belum selesai dan TPF baru bekerja, banyak pihak menilai keputusan pemecatan tersebut prematur dan tidak sah secara aturan.
Berbagai kalangan berharap polemik ini dapat segera diredakan melalui mekanisme organisasi yang benar, mengedepankan tabayyun, serta memilih jalan islah demi menjaga kewibawaan PBNU dan kemaslahatan warga Nahdlatul Ulama.