FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Konflik internal yang terjadi pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) belakangan ini, membuat nahdliyin turut prihatin. Mereka berharap, kisruh pada pimpinan ormas itu segera ada penyelesaian.
Keprihatinan itu salah satunya disuarakan oleh nahdliyin asal Jawa Timur (Jatim), Said Abdullah. Dia mengaku prihatin dan sedih mendengar kabar terjadinya konflik antara pemimpin di PBNU.
“Konflik itu menjadi berita terbuka di mana-mana, yang disertai dengan saling pecat memecat satu sama lain,” kata Ketua Banggar DPR RI itu melalui keterangan persnya, Minggu (30/11).
Said mengatakan perkara konflik di PBNU sebenarnya bermuara soal pengelolaan tambang batu bara di organisasi kaum nahdliyin itu.
“Suatu perkara duniawi yang sesungguhnya kecil sekali derajatnya untuk dijadikan sumber perpecahan,” kata legislator fraksi PDI Perjuangan itu.
Diketahui, PBNU bersama Muhammadiyah mendapatkan izin tambang dari pemerintah era Joko Widodo (Jokowi). Said mengatakan sejak kecil selalu dididik dan diajarkan beribadah serta bermuamalah dengan tradisi Nahdlatul Ulama.
Dia mengaku selalu memegang teguh ajaran-ajaran tawadu dan tabayun serta akhlaqul karimah dalam kitab taklim muta’alim. “Apakah tradisi ini sudah tidak bisa lagi berjalan di PBNU sehingga harus pecah menjadi konflik terbuka?,” kata dia.
Said selaku jemaah berharap para kiai di PBNU bisa islah dan mengembalikan kesolidan organisasi demi mewujudkan cita-cita bangsa. “Dengan terpecahnya jajaran di PBNU, yang dirugikan bangsa ini,” kata dia.
Said juga berharap kalangan para pendukung pihak yang berseteru tidak saling terus membakar hawa panas melalui berbagai forum, baik media massa, media sosial, hingga di pertemuan fisik.
“Saya berharap untuk menahan diri. Dan menjaga semangat untuk mengupayakan persatuan. Dengan demikian medan konflik tidak semakin meluas,” ujarnya.
PBNU didera konflik internal setelah terbit Risalah Rapat Harian Syuriyah organisasi pada 20 November. Risalah rapat menyatakan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya harus mundur sebagai Ketum organisasi dalam waktu tiga hari sejak risalah dibuat.
Setelah muncul Risalah Rapat Harian Syuriyah, terbit surat edaran berkop PBNU bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025. Surat edaran menyatakan Gus Yahya tak lagi menjabat ketum organisasi kaum nahdiyin tertanggal 26 November.
Surat juga menyatakan Gus Yahya tidak memiliki hak atau wewenang terkait fasilitas yang melekat sebagai Ketum PBNU. Adapun, surat edaran terbit sebagai tindak lanjut Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.
Risalah rapat menyatakan Gus Yahya mengundurkan diri dari jabatan Ketum PBNU dalam waktu tiga hari sejak risalah dibuat. Gus Yahya belakangan menyatakan surat edaran tidak sah, karena tak memuat stempel digital PBNU.
Selain itu, Gus Yahya menganggap surat diedarkan bukan melalui platform PBNU, sehingga menganggap edaran tak layak ditindaklanjuti. Gus Yahya kemudian melawan, lalu merombak struktur PBNU setelah melalui penerbitan surat pernyataan bernomor 4792/PB.23/A.II.07.08/99/11/2025.
Gus Yahya dalam surat terbaru mencopot Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dari posisi sebagai Sekjen PBNU. Pria yang saat ini menjabat sebagai Menteri Sosial (Mensos) itu kemudian dikasih tugas sebagai Ketua PBNU bidang Pendidikan, Hukum, dan Media.
Posisi strategis Sekjen PBNU kini diserahkan kepada Amin Said Husni yang sebelumnya menjabat sebagai waketum organisasi tersebut.
Gus Yahya dalam surat pernyataan nomor 4792/PB.23/A.II.07.08/99/11/2025 juga mencopot Gudfan Arif sebagai Bendahara Umum PBNU. Gudfan kemudian digeser menjadi Ketua PBNU bidang Kesejahteraan dan posisi bendum ditempati Sumantri Suwarno.
Adapun, keputusan mencopot Gus Ipul setelah dilaksanakan Rapat Harian Tanfidziyah yang dipimpin Gus Yahya. Tiga agenda diketahui dibahas dalam rapat, yakni rancangan kerja NU 2025-2050, evaluasi kinerja dan program, dan lain-lain.
“Salah satu keputusan penting dari Rapat Harian Tanfidziyah ini adalah mengenai rotasi jabatan,” demikian petikan surat pernyataan nomor 4792/PB.23/A.II.07.08/99/11/2025. (fajar)