Harga minyak dunia turun tipis pada perdagangan di Jumat (30/11). Investor menilai kembali premi risiko geopolitik serta menunggu keputusan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Sekutunya (OPEC+).
Dilansir dari Reuters, Senin (1/12), Brent Crude ditutup melemah ke US$62,38. Sementara West Texas Intermediate (WTI) Crude berakhir turun 0,17% ke US$58,55. Keduanya membukukan penurunan untuk bulan keempat berturut-turut, menjadi rangkaian pelemahan terpanjang sejak 2023.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Pulihkan Distribusi BBM Aceh, BPH Migas Dorong Pola Konsumsi Tidak Berlebihan
Analis Rystad, Janiv Shah mengatakan bahwa penurunan harga minyak kali ini dipicu oleh ekspektasi meningkatnya pasokan global.
“Kuatnya margin kilang produk bahan bakar memang menopang permintaan minyak di beberapa wilayah, namun tekanan dari potensi surplus minyak tetap membebani harga,” kata Shah.
Data Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS) menunjukkan produksi minyak mentah mencapai rekor tertinggi di September. Ia naik 44.000 barel per hari menjadi 13,84 juta bph, memperdalam kekhawatiran pasar menuju kondisi kelebihan pasokan.
Negosiasi Ukraina dan Rusia mungkin semakin dekat telah mendorong harga minyak turun tajam pada awal pekan. Namun, harga kembali pulih dalam tiga sesi terakhir seiring negosiasi yang belum menunjukkan hasil konkret.
OPEC+ diperkirakan tidak mengubah level produksi dan hanya akan menyepakati mekanisme untuk menilai kapasitas produksi maksimum para anggotanya.
Baca Juga: Kepastian Regulasi Didorong, Pengadaan Hulu Migas Diminta Lebih Teliti
Adapun Arab Saudi diperkirakan akan kembali menurunkan harga jual resmi (OSP) minyak untuk pengiriman Januari ke Asia. Hal ini menjadi yang terendah dalam lima tahun, di tengah tekanan dari pasokan melimpah dan prospek surplus pasar.
