Harga saham PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), emiten yang terafiliasi dengan Grup Astra, naik 410,87% sejak awal tahun atau year to date (ytd). Apa saja proyek perusahaan sektor energi baru terbarukan alias EBT ini?
Pada 2 Januari, harga saham ARKO Rp 915 per lembar. Kini harganya menjadi Rp 4.700 per Senin (1/12).
Seiring dengan lonjakan itu, Bursa Efek Indonesia atau BEI menghentikan sementara atau melakukan suspensi saham ARKO sebagai bentuk perlindungan kepada investor. Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Yulianto Aji Sadono menyampaikan suspensi perdagangan saham ARKO di pasar reguler dan tunai, dimulai sejak sesi pertama 28 November hingga waktu yang belum ditentukan.
“Bursa mengimbau kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan,” kata Yulianto dalam keterangan resmi, dikutip Senin (1/12).
ARKO membukukan laba bersih Rp 47,67 miliar selama Januari – September, atau naik 17,55% dibanding periode yang sama tahun alias year on year (yoy). Hal ini ditopang oleh kenaikan pendapatan 61,43% yoy menjadi Rp 247,43 miliar.
Pendapatan ARKO berasal dari segmen bisnis jasa konstruksi Rp 201,75 miliar dan penjualan listrik Rp 45,67 miliar.
Seiring dengan naiknya pendapatan, beban pokok juga naik dari Rp 85,78 miliar selama Januari – September 2024 menjadi Rp 158,13 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Merujuk laman resmi ARKO, perusahaan gencar ekspansi agresif di sektor pembangkit listrik tenaga air atau PLTA berbasis aliran sungai langsung atau run-of-river. Emiten yang terafiliasi dengan Grup Astra ini mengoperasikan tiga proyek PLTA di Cikopo, Tomasa, dan Yaentu.
ARKO juga tengah membangun dua proyek. Selain itu, menyiapkan satu proyek besar lainnya di Pongbembe di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Proyek PLTA di Cikopo di Garut, Jawa Barat telah beroperasi sejak Maret 2017, dengan kapasitas 7,4 MW dan produksi tahunan sekitar 52.000 MWh.
Wilayah tangkapan air berada di kawasan hutan lindung, sehingga perseroan menyebut debit air relatif stabil sepanjang tahun. Pembangkit ini memanfaatkan debit 3,2 m kubik per detik dan net head 264 meter, serta menggunakan dua turbin Pelton dari Wasserkraft Volk AG.
Sementara itu, proyek Tomasa berada di Poso, Sulawesi Tengah beroperasi komersial pada Oktober 2019. Pembangkit berkapasitas 10 MW ini menghasilkan energi sekitar 63.072 MWh per tahun, dengan debit 4,5 m kubik per detik dan net head 258 meter. Ada dua turbin Pelton dari Voith digunakan pada fasilitas ini.
Lalu, proyek Yaentu mulai beroperasi pada Oktober 2024. Kapasitasnya 10 MW dengan produksi tahunan sekitar 63.011 MWh. Pembangkit memanfaatkan debit 7,2 m kubik per detik dan net head 165 meter, serta dilengkapi dua turbin Francis horizontal yang beroperasi 24 jam.
Selain proyek yang telah beroperasi, ARKO tengah membangun dua PLTA baru. Pertama, bernama Kukusan II di Tanggamus, Lampung yang mulai dibangun pada 2022.
Proyek Kukusan II ditargetkan beroperasi komersial pada 2025. Kapasitasnya 5,4 MW dengan output tahunan sekitar 35.054 MWh. Pembangkit memanfaatkan debit 5 m kubik per detik dan net head 124,6 meter dengan dua turbin Francis horizontal.
Kedua, proyek Tomoni di Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang mulai dibangun pada 2024 dan diproyeksikan beroperasi pada 2026. Pembangkit berkapasitas 10 MW ini diperkirakan menghasilkan 56.940 MWh per tahun, memanfaatkan debit 11,9 m kubik per detik dan net head 95 meter, juga menggunakan dua turbin Francis horizontal.
Untuk proyek masa depan, ARKO telah menempatkan Proyek Pongbembe di Tana Toraja dalam daftar pipeline. Proyek PLTA tipe run-of-river ini disebut akan menjadi proyek terbesar yang pernah dikerjakan perseroan.
“Ini akan menjadi proyek terbesar kami, for now. Unwrapped soon,” tulis manajemen ARKO dalam situs resminya, dikutip Senin (1/12).
ARKO terafiliasi PT Astra International Tbk (ASII) lewat PT Energia Prima Nusantara, entitas anak tidak langsung dari anak usaha ASII di lini bisnis konstruksi PT United Tractors Tbk (UNTR). Energia Prima Nusantara memiliki 777,49 juta saham ARKO, atau setara dengan 26,55% dari total seluruh saham ARKO.
Sementara itu, PT Arkora Bakti Indonesia berstatus sebagai pengendali perseroan dengan kepemilikan 1,39 miliar lembar atau setara 47,52% saham. Publik memiliki saham 10,07%.