FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu diakui sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemerintah bahkan beberapa kali menegaskan.
Ini tentu tak keliru. Mengingat PPPK Paruh Waktu juga mendaparkan Nomor Induk Pegawai atau NIP.
PPPK Paruh Waktu ini skema untuk mengakomodir para honorer yang tidak lulus seleksi atau tidak mendapatkan formasi PPPK atau CPNS 2024. Sifatnya sementara, sebelum diangkat menjadi PPPK Penuh Waktu.
Tapi kini persoalannya muncul. Ternyata gajinya berbeda-beda.
Ada dua skema penggajian. Mengikuti upah minimum di daerah setempat, atau minimal sama dengan yang diterima saat jadi honorer.
Di Gorontalo sendiri, gaji PPPK Paruh waktu hanya Rp300 ribu. Itu dikomfirmasi anggota Badan Anggaran DPRD Gorontalo Utara Windra Lagarusu di Gorontalo, Minggu (30/11).
“PPPK Paruh Waktu di lingkungan pemerintahan daerah ini, sudah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026,” Kata Windra dikutip JPNN.
Badan Anggaran DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah menyepakati alokasi anggaran untuk 1.112 PPPK Paruh Waktu melalui pembahasan rancangan APBD Tahun Anggaran 2026.
Dia menyebutkan besaran gaji PPPK Paruh Waktu di lingkungan Pemkab Gorontalo Utara.
“Mereka dianggarkan sebesar Rp300 ribu per orang per bulan. Penganggaran tersebut dihitung 12 bulan atau sejak saat berlakunya atau sesuai tanggal pelantikan PPPK Paruh Waktu nanti,” kata Windra.
DPRD, lanjut Windra, menyadari bahwa besaran gaji PPPK Paruh Waktu tersebut masih sangat jauh dari harapan. Namun, dia mengatakan, penganggaran tersebut telah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
“Kita (DPRD dan Pemkab Gorontalo Utara, red) berharap nanti, besaran tersebut dapat naik atau disesuaikan seiring dengan peningkatan pendapatan daerah di tahun mendatang,” katanya.
Ia juga berharap alokasi anggaran PPPK Paruh Waktu tersebut dapat memacu kinerja mereka dalam bekerja di lingkungan pemerintahan daerah tersebut. Diungkapkan bahwa secara total jumlah pendapatan daerah ini di Tahun Anggaran 2026 hanya sebesar Rp144,7 miliar atau mengalami penurunan dibandingkan dengan pendapatan pada Tahun Anggaran 2025.
Hal tersebut disebabkan oleh penurunan dana transfer ke daerah atau TKD. Kondisi ini pun menyebabkan beberapa belanja bantuan ke masyarakat mengalami penurunan dari sisi jumlah bantuan.
(Arya/Fajar)