Tim Peneliti UI: Pemda & Guru 3T Tidak Tahu Penanganan Kekerasan Seksual pada Anak

jpnn.com • 3 jam yang lalu
Cover Berita

jpnn.com - JAKARTA - Tim peneliti Universitas Indonesia (UI) menyatakan penanganan kekerasan seksual kepada anak di kawasan 3T sangat mendesak.

Walaupun sudah ada regulasi, hingga saat ini banyak pemerintah daerah dan sekolah terutama di kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) belum mengetahui mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual pada anak.

BACA JUGA: Bikin Malu, Oknum ASN di Gorontalo Ditetapkan Tersangka Kasus Kekerasan Seksual

“Pemerintah daerah dan juga guru hingga saat ini tidak begitu memiliki pengetahuan teknis bagaimana mengatasi persoalan tersebut secara komprehensif,” kata Ketua Tim Riset Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Universitas Indonesia (UI) Emir Chairullah Ph.D dalam keterangan persnya seusai Diskusi Penanganan Kekerasan Seksual pada Anak di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (1/12).

Penelitian ini diinisiasi oleh peneliti dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI.

BACA JUGA: Oknum Anggota Brimob Polda Maluku Lakukan Kekerasan Seksual pada Anak, Duh

Selain Emir, tim peneliti ini beranggotakan Dr. Annisah, M.Kesos, Getar Hati, Ph.D, Nurul Isnaeni, Ph.D., Shinta Tris Irawati, S.Tr.Sos., M.Kesos, Nurma Ayu Wigati S. Subroto, S.Kom., M.Kom, Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H., M.Si, Aisha Putri Safrianty, Hana Maulida, S.Kesos, dan Aviva Lutfiana, M.Psi, Psikolog.

Penelitian ini juga melibatkan Yayasan Kakak Aman Indonesia, sebuah LSM yang bergerak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak melalui pendidikan.

BACA JUGA: Rustini Muhaimin: Kekerasan Seksual adalah Kejahatan Kemanusiaan!

Emir menjelaskan, saat penelitian yang didanai Direktorat Inovasi & Riset Berdampak Tinggi UI (DIRBT-UI) ini timnya menemukan persoalan kekerasan seksual pada anak di NTT merupakan problem yang sangat serius.

Yang patut disayangkan, tambahnya, banyak pihak baik dari kalangan pemerintah hingga masyarakat belum menjadikan isu kekerasan seksual terhadap anak ini sebagai problem serius yang harus segera diatasi. 

“Padahal kasus ada banyak, tetapi yang muncul ke permukaan hanya sedikit seperti fenomena gunung es,” jelasnya.

Annisah mengungkapkan, saat ini pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual masih terbatas.

Sebagai contoh kebanyakan guru belum berani menjelaskan fungsi anggota tubuh pribadi maupun perlindungannya karena dianggap masih dianggap tabu.

“Padahal pengetahuan ini bertujuan agar anak-anak bisa memproteksi diri ketika menghadapi bahaya kekerasan seksual,” tegasnya.  

Emir mencontohkan betapa seriusnya problem ini di mana sekitar 70% penghuni lembaga pemasyarakatan di NTT merupakan pelaku kejahatan yang menyangkut kekerasan seksual.

Karena itu, timnya berharap pemerintah daerah, tenaga pendidik, dan tokoh masyarakat lokal bisa bersama-sama terlibat mengatasi kekerasan seksual tersebut. 

“Apalagi kasus ini biasanya timbul akibat adanya relasi kuasa, baik di lembaga pendidikan maupun masyarakat,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda mengungkapkan, pihaknya sangat mengapresiasi penelitian yang dilakukan FISIP UI ini.

Dia mengakui problem kekerasan seksual terhadap di wilayahnya sudah masuk kategori darurat, apalagi kasus kekerasan seksual terhadap anak kebanyakan terjadi di desa dan daerah pegunungan yang sulit terjangkau.

Menanggapi kedaruratan ini, Yosef menegaskan, dirinya siap membangun Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT-PPA) tahun depan. Pihaknya juga bakal berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan akademisi mengenai dana dan operasionalnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira yang ikut dalam diskusi dengan mengatakan, dirinya meminta kepada Tim Peneliti UI agar bisa membantu mengatasi kejahatan yang semakin marak di daerah pemilihannya ini. 

“Sementara kemampuan teknis di daerah masih relatif terbatas,” kata politikus PDIP yang membidangi isu hukum tersebut. (esy/jpnn)


Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
thumb
thumb
Berhasil disimpan.