Terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi (Migas) dinilai menjadi terobosan besar dalam tata kelola sektor ini di Indonesia. Aturan tersebut dinilai strategis dan mampu menjadi landasan kuat untuk mendorong desentralisasi sektor hulu migas dan pertumbuhan ekonomi daerah penghasil migas.
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, mengatakan peraturan tersebut menjadi kebijakan yang membawa potensi besar dalam transformasi tata kelola energi di Indonesia. Upaya itu juga memberikan dampak ganda terhadap ekonomi daerah.
Aturan ini membuka peluang bagi pelaku usaha lokal, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), untuk berpartisipasi langsung dalam meningkatkan ketahanan energi nasional. "Aturan ini merupakan kebijakan strategis yang bisa menjadi landasan desentralisasi pengelolaan migas," ujar Ali kepada media di Jakarta.
Menurut dia, dampak positif dari implementasi Permen ESDM 14/2025 ini mencakup beberapa aspek penting, terutama pada peningkatan kinerja sektor migas dan stabilitas ekonomi daerah. Ia menyoroti aturan itu diharapkan dapat secara langsung meningkatkan angka lifting migas nasional dan menciptakan lapangan kerja. "Potensi kemandirian energi dan dampak ekonomi lokal nyata bisa diciptakan, terutama melalui peningkatan lifting migas, penciptaan lapangan kerja, dan distribusi pendapatan ke daerah secara lebih merata dari sektor pertambangan migas," jelasnya.
Sebagai informasi, kontribusi sektor hulu migas terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai Rp4.132 triliun. Selama ini, daerah bisa memperoleh manfaat sektor hulu migas dari Dana Bagi Hasil dan Participating Interest. Jika desentralisasi pengelolaan migas terjadi, hampir dipastikan daerah akan memperoleh manfaat tambahan.
Ali menilai keberhasilan program ini dapat dijadikan acuan model bagi sektor industri ekstraktif lainnya di Indonesia. Jika sektor migas mampu membuktikan dengan pelibatan aktif pelaku lokal berjalan efektif, hal itu dapat menjadi standar baru tata kelola sumber daya alam lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Ia mengingatkan, kunci keberhasilan ada pada eksekusi program di lapangan. Hal penting yang harus dipastikan berjalan optimal adalah program inventarisasi sumur masyarakat yang akurat, keadilan dan transparansi dalam mekanisme pembagian hasil, penunjukan pengelola lokal yang kompeten, serta pendampingan teknis yang memadai agar BUMD, koperasi, dan UMKM dapat beroperasi sesuai standar industri hulu migas.
Dalam jangka panjang, dengan merujuk pada upaya menuju Indonesia Emas 2045, program ini bisa menjadi batu loncatan penting menuju tata kelola energi yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Oleh karenanya, sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kuncinya. "Terkait itu, pemerintah pusat dan daerah perlu menyiapkan kerangka pendukung seperti regulasi operasional, kapasitas lokal, pembiayaan, dan akuntabilitas agar terobosan program ini bisa optimal dan mampu menjadi salah satu pilar mendukung terwujudnya ketahanan energi nasional," tutup Ali.
Sinergi antar berbagai pihak juga sempat disinggung Wali Kota Balikpapan Kalimantan Timur, Rahmad Mas’ud. Dia menegaskan kolaborasi antara pemerintah daerah dan pelaku industri hulu migas akan memperkuat kontribusi sektor energi terhadap pembangunan berkelanjutan.
Dia menyatakan pelibatan daerah dalam peningkatan tersebut dapat mendorong pemerataan pembangunan di wilayah penghasil migas. “Balikpapan sebagai kota penopang utama industri migas di Kalimantan Timur terus berkomitmen mendukung program pemerintah pusat dalam peningkatan lifting nasional. Namun yang lebih penting, bagaimana hasil dari industri migas ini bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal,” ujarnya kepada media beberapa waktu lalu.
Saat ini, produksi migas Kalimantan Timur tercatat 53 ribu barel minyak per hari (bph) dan sekitar 1,2 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD). Angka ini menempatkan provinsi ini sebagai salah satu produsen migas terbesar di Indonesia.
Wali Kota Tarakan Kalimantan Utara Khairul menyatakan dukungan dan komitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat di sektor energi. Lebih lagi, kebijakan yang saat ini dijalankan merupakan upaya dalam mengoptimalkan potensi migas agar ekonomi daerah semakin tumbuh.
"Termasuk membuka lapangan kerja, dan memberi dampak pertumbuhan positif bagi daerah," tegas Khairul. Tarakan sendiri merupakan salah satu wilayah penghasil migas tertua di Indonesia dengan produksi yang berasal dari lapangan eksisting maupun temuan baru.