JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya niat jahat atau mens rea dalam kasus korupsi pengajuan fasilitas pembiayaan PT Petro Energy oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Temuan ini didapat selama proses penyidikan berlangsung dan dikuatkan dengan temuan barang bukti.
“KPK telah menemukan adanya mens rea atau niat jahat dalam pengajuan fasilitas pembiayaan LPEI kepada PT PE,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya, Senin, 1 Desember.
Salah satu temuan tersebut, Budi menyebut, ada jatah 1 persen dari plafon pinjaman untuk pihak LPEI. Pemberian ini kemudian disebut kickback oleh KPK.
“Berdasarkan alat bukti, KPK mendapati adanya kesepakatan pemberian kickback sebesar 1 persendari plafon pinjaman kepada pihak-pihak di LPEI,” tegasnya.
Adapun salah satu pihak yang diduga melakukan penerimaan jatah itu adalah Arief Setiawan selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI.
“Setelah pencairan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I, AS selaku Direktur Pelaksana pada LPEI diduga menerima dari PT PE sebesar 200.000 dolar Amerika Serikat,” ungkap Budi.
“Kemudian setelah pencairan KMKE II, AS kembali menerima 400.000 dolar Singapura yang diberikan dalam dua tahap yang masing-masing sebesar 200.000 dolar Singapura serta tambahan SGD 100.000,” sambung dia.
Lalu, penerimaan serupa juga dilakukan oleh Dwi Wahyudi ketika menduduki jabatan yang sama. “Juga menerima 100.000 dolar Singapura,” jelas Budi.
“Penyidik mendapatkan fakta ini dari proses klarifikasi, penelusuran dokumen, audit, hingga keterangan para pihak,” ungkapnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana 4 LPEI; Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy; Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur Keuangan PT Petro Energy.
Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi benturan kepentingan (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT Petro Energy) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit. Direktur LPEI diduga tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
Direktur LPEI juga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan. Sedangkan PT Petro Energy diduga telah memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Lalu, PT Petro Energy diduga juga melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK). Perusahaan ini kemudian disebut menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.
Saat ini, tiga petinggi PT Petro Energy telah dituntut 6 sampai 11 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Rinciannya, Newin Nugroho dituntut 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sementara, Susy Mira Dewi Sugiarta dituntut 8 tahun dan 4 bulan penjara serta denda sebesar Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan, Jimmy Marsin dituntut 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan badan.
Terhadap Jimmy, jaksa juga menuntut majelis hakim agar menjatuhkan hukuman uang pengganti sebesar USD32.691.551,88 subsider lima tahun penjara.